“Tak ada kekuatan yang dapat terwujud kecuali melalui persatuan,” sabda Baha’u’llah, nabi umat Baha’i.
Semua agama bertemu pada ajaran-ajaran inti yang universal. Meskipun terdapat dimensi partikular atau furu’iyah dalam setiap agama, yang ekspresi keagamaannya bisa berbeda satu dengan lainnya, tetapi nilai-nilai dasar dalam semua agama mengajarkan semangat kemanusiaan yang sama dan menyatukan.
Pesan sekaligus harapan tersebut disampaikan oleh Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama Republik Indonesia 2014-2019, dalam sambutan perayaan hari besar sekaligus tahun baru Naw-Ruz 181 EB yang digelar Majelis Rohani Nasional Baha’i di bilangan Menteng, Jakarta, pada Jumat, 22 Maret 2024.
“Inti dari setiap agama mengajarkan keadilan, kebaikan, dan nilai-nilai universal lainnya. Ajaran inti inilah yang mempertemukan semua agama,” ujar Lukman Hakim kepada masyarakat Baha’i dan undangan dari tokoh lintas agama dan kepercayaan serta perwakilan Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Komnas Perempuan.
Naw-Ruz adalah kalender pertama dalam sistem penanggalan Baha’i. Naw-Ruz yang ditahbiskan oleh Baha’u’llah, nabi Baha’i yang pada 1863 memproklamirkan diri sebagai pembawa wahyu, menjadi perayaan “musim semi ilahi” bagi umat manusia.
Perayaan tahunan yang selalu jatuh antara tanggal 20 atau 21 Maret ini merupakan simbol pembaharuan jasmani dan rohani umat manusia, setelah 19 hari para pemeluk Baha’i menjalankan puasa untuk mengekang hawa nafsu.
Dalam pidato penyambutan, mewakili Majelis Rohani Nasional Baha’i, Nuzuliyah Sijaya menegaskan, Naw-Ruz adalah musim semi yang membawa harapan, di mana umat manusia tidak lagi tersekat-sekat.
“Keyakinan Baha’i memandang bahwa perjalanan panjang umat manusia menuju tingkat kesadaran baru untuk bersatu. Naw-Ruz adalah harapan dan cita-cita persatuan,” kata Nuzuliyah.
Puasa umat Baha’i dari tanggal 1 sampai 19 Maret. Artinya, Naw-Ruz tahun ini jatuh pada 20 Maret. 27 Maret, umat Katolik menunaikan puasa Rabu Abu, menjelang Paskah yang akan diperingati umat Katolik dan Kristen pada hari Minggu, 31 Maret 2024. Aktivitas keagamaan Baha’i, Katolik, dan Kristen ini bersamaan dengan umat Islam yang sedang berpuasa Ramadan.

Naw-Ruz awalnya tradisi Zoroaster kuno yang berlanjut menjadi festival penting bagi bangsa dan pengaruh budaya Persia yang tersebar di Iran, termasuk Irak, Pakistan, Afghanistan, Azerbaijan, Kurdistan, dan beberapa wilayah di India. Oleh Baha’i, menurut Suparni yang juga duduk di Majelis Rohani Nasional, penentuan Naw-Ruz merujuk pada astronomi Inggris.
Di Indonesia, ucapan selamat hari raya Naw-Ruz 178 EB oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas lewat video yang ditujukan kepada masyarakat Baha’i pada 2021 memicu kontroversi. Baha’i pun semakin menjadi perbincangan publik Indonesia.
Namun begitu, perayaan Naw-Ruz tahun ini yang melibatkan komunitas lintas iman di Indonesia menunjukkan hidupnya persaudaraan dan persatuan umat. Sehingga, turut menegaskan sambutan Nuzuliyah, Suparni yang hadir dalam perayaan Naw-Ruz 181 EB menjelaskan bahwa di masa lalu, sebelum ajaran Baha’i yang mendorong persaudaraan dan persatuan umat manusia, betapa perbedaan agama menjadi sumber konflik dan kekerasan.
“Sebelumnya sulit bertemu, dulu beda agama dianggap najis. Dengan Naw-Ruz, Baha’u’llah memberi harapan: ada titik temu. Ini (harapan) baru, kesadaraan memajukan persaudaraan umat manusia,” pungkas Suparni sambil menemani perwakilan umat Islam menikmati buka puasa yang disuguhkan tuan rumah dengan menu-menu khas tradisi kuliner Persia, Timur Tengah, dan Asia Selatan.[]
Sumber foto cover: Media Center Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)