Senin, Mei 12, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home LGBTIQ

Transpuan Bersuara dalam Ruang Rasa

by Redaksi
21/03/2024
in LGBTIQ
Reading Time: 3min read
Transpuan Bersuara dalam Ruang Rasa
Share on FacebookShare on Twitter

Stigma adalah penghakiman yang menyingkirkan hak-hak dan kehidupan transpuan. Penghakiman bukan saja muncul dari lingkungan sekitar, melalui agama dan budaya yang heteronormatif dan patriarkis, lewat kebijakan dan aturan-aturan negara yang diskriminatif, bahkan dari diri transpuan sendiri.

Kuatnya penghakiman terhadap komunitas ragam gender dan seksualitas ini, terutama transpuan, disampaikan Kanzha Vinaa dalam pembukaan pameran kolaborasi 10 orang dari komunitas transpuan dengan 3 seniman yang bertajuk Ruang Rasa pada Rabu malam (20/3) di Goethe Institute, Menteng, Jakarta. Pameran Ruang Rasa yang diinisiasi Sanggar Swara dan Transcreative ini digelar pada 20-24 Maret 2024 di Menteng, Jakarta.

“Ruang Rasa menyuarakan keresahan berdasar pengalaman-pengalaman transpuan atas penghakiman dari sekeliling kami, bahkan dari kami sendiri yang masih dalam pencarian identitas diri,” ungkap Kanzha mewakili inisiator pameran.

Selain seniman dan kurator pameran seni Ika Vantiani, sambung Kanzha Vinaa, Ruang Rasa juga dibesut dua seniman transpuan Indonesia, Anggun Pradesha dan Ishvara Devati. Karena itu, menurut Kanzha, Ruang Rasa menjadi plaform untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak transpuan yang adalah perempuan, yang mengalami berbagai bentuk penghakiman sehingga menimbulkan trauma-trauma dalam hidupnya.

“Lewat pameran ini kami ingin menunjukkan kepada mereka yang ‘di luar’ bahwa kami ada dan bagian dari perempuan yang memperjuangkan hak yang sama,” tegas Kanzha.

Di malam pembukaan, Anggun Pradesha yang mewakili seniman memaparkan bahwa Pameran Ruang Rasa menyuguhkan tiga siklus perjalanan pengalaman transpuan: Ruang Penghakiman, Ruang Berbagi, dan Ruang Kebersamaan. Transpuan asal Jambi yang adalah sutradara film-film pendek sekaligus penulis skenario, puisi dan cerpen ini, dalam pameran yang dibuka setiap pkl. 10.00-19.00 sampai 24 Maret 2024, menggarap Ruang Penghakiman. Anggun menghadirkan pengalaman transpuan yang hidupnya penuh teror stigma lewat medium audio visual dan animasi.

“Stigma sangat menghambat perkembangan diri transpuan sebagai manusia,” ucapnya.

Ia hendak menunjukkan kepada para pemirsanya betapa dampak dari penghakiman terhadap transpuan sangat menghancurkan masa depan dan hidup mereka. Maka, lewat karyanya Anggun mengajak agar stigma-stigma yang meninggalkan luka dan trauma pada tubuh transpuan harus diruntuhkan.

Ruang Rasa, Kebebasan Berekspresi adalah Perlawanan

Dari komunitas LGBTIQ+, transpuan atau waria adalah kelompok yang paling rentan mengalami diskriminasi dan kekerasan, karena secara fisik visibilitasnya paling nyata. Berdasarkan data 2019 dari Arus Pelangi, kekerasan terhadap transpuan meningkat dari tahun ke tahun, tahun 2018 tercatat 5 kasus pembunuhan terhadap transpuan dan sepanjang tahun 2019 sebanyak 6 transpuan dibunuh. Kemudian pada 2019 terdapat 45 perda diskriminatif terhadap transpuan.

Dalam catatan Arus Pelangi, rentang tahun 2006-2017 korban persekusi yang terjadi paling banyak menyasar kepada transpuan dengan persentase kekerasan 88%, diikuti dengan persekusi yang terjadi terhadap laki-laki GBQ 10%, dan 2% peristiwa ketidakadilan terhadap perempuan LBQ, serta kurang dari 1% peristiwa ketidakadilan terhadap transpria.

Hukum berdasarkan moral yang menyasar komunitas LGBTIQ+ juga semakin menjamur, berupa Perda maupun peraturan di kampus. Terutama jelang Pemilu 2024, beberapa pemerintah daerah bahkan menyelenggarakan seminar dengan narasi serupa terkait narasi kebencian terhadap LGBTIQ+. Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menggelar workshop dengan mengusung narasi “Say No To Drugs, LGBT, Free Sex” pada Agustus 2023. Narasi anti-LGBT juga diusung dalam kegiatan sarasehan di Klaten dengan tema “Lindungi Anak Bangsa dari Pengaruh Perilaku LGBT” pada Oktober 2023. Di Sragen narasi waspada LGBT juga dijadikan tema seminar bertajuk “Ketahanan Keluarga dan Kewaspadaan LGBT” pada Desember 2023.

Dalam rilisnya Sanggar Swara merasa harus melawan situasi tersebut. Mereka melawan narasi kebencian dan diskriminasi melalui ruang yang ada, hal itulah yang melahirkan pameran Ruang Rasa. Pameran Ruang Rasa mengombinasikan pendekaran seni, hak asasi manusia, dan feminisme yang menghadirkan tiga siklus perjalanan transpuan di masyarakat yakni, Ruang Penghakiman, Ruang Berbagi, dan Ruang Kebersamaan.

Tags: #HAM#LGBT#ToleransiHeadlineKeberagamanSEJUK
Previous Post

Indonesia Peringkat 10 yang Mempraktikkan Perbudakan Modern se-Asia Pasifik, Penjegalan Pengesahan RUU PPRT menjadi Salah Satu Faktor

Next Post

Hari Raya Naw-Ruz: Musim Semi Agama Baha’i Mewujudkan Persatuan Umat Manusia

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Transgender

#AgamaUntukSemua yang Merangkul LGBT

14/09/2024
Transgender

Merayakan Pride Month Merayakan Diri Sendiri

03/09/2024
Apakah Kunjungan Paus Fransiskus adalah Berkat bagi Queer di Indonesia?

Apakah Kunjungan Paus Fransiskus adalah Berkat bagi Queer di Indonesia?

30/08/2024
NEGARA RAMPAS KEMERDEKAAN TRANSPUAN LANSIA

NEGARA RAMPAS KEMERDEKAAN TRANSPUAN LANSIA

26/08/2024
Next Post
Hari Raya Naw-Ruz: Musim Semi Agama Baha’i Mewujudkan Persatuan Umat Manusia

Hari Raya Naw-Ruz: Musim Semi Agama Baha’i Mewujudkan Persatuan Umat Manusia

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Jangan Toleran-Toleran Amat, Nanti Kebablasan!”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In