Konstitusi Indonesia jelas memiliki semangat kuat anti-diskriminasi. Pasal 28I ayat (2) dari UUD 1945 yang menyatakan “Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
Sayangnya praktik diskriminasi terhadap berbagai kelompok rentan masih terjadi, baik di ruang sosial ekonomi (kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, atau pelayanan sosial) maupun ruang sipil dan politik (kebebasan berekspresi, berkumpul secara damai, berorganisasi, atau berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik). Di antara kelompok rentan yang kerap mengalami diskriminasi adalah kelompok disabilitas, kelompok minoritas agama, perempuan, minoritas seksualitas dan identitas gender, serta orang dengan HIV dan populasi kunci, serta masyarakat adat.
Berdasarkan Global Inclusiveness Index 2023, Indonesia berada di posisi 108 dari 129 negara, dan mengarah pada skor yang memburuk, yaitu di posisi ke-103 dari 136 negara pada 2022. Sebelumnya, 2021, Indonesia di posisi ke-96 dari 133 negara.
Indonesia memiliki berbagai undang-undang, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU HAM, UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, UU Penyandang Disabilitas, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan UU Kesehatan, yang menyediakan perlindungan hak asasi manusia, namun semuanya tidak bersifat komprehensif.
Menariknya di berbagai partisipasi Indonesia dalam mekanisme HAM internasional, badan-badan HAM PBB telah memberikan rekomendasi tentang perlunya adopsi suatu legislasi nasional komprehensif melawan diskriminasi. Contohnya evaluasi Komite Hak-Hak Sipil dan Politik (CCPR) merekomendasikan Indonesia untuk mengadopsi undang-undang anti-diskriminasi yang komprehensif melalui konsultasi yang efektif, bermakna dan partisipatif antara kelompok-kelompok rentan dengan para pemangku kepentingan.
Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (CESCR) juga menyatakan prihatin dengan tidak adanya undang-undang anti-diskriminasi yang komprehensif di Indonesia yang mencakup semua dasar diskriminasi pada bidang ekonomi, sosial dan budaya. Sementara, pada sesi evaluasi UPR (Universal Periodic Review) Indonesia Siklus ke-4 yang terbaru, paling tidak ada delapan rekomendasi UPR yang juga mendorong legislasi anti-diskriminasi yang komprehensif untuk hadir di Indonesia.
Koalisi Nasional Kelompok Rentan Anti Diskriminasi (KAIN) terbentuk di 2021 yang terdiri dari 46 organisasi masyarakat sipil kelompok rentan. KAIN berkomitmen untuk menghapus segala bentuk diskriminasi dengan mendorong hadirnya legislasi anti-diskriminasi yang komprehensif dan peraturan lainnya yang mengutamakan prinsip non-diskriminasi.
KAIN lewat salah satu anggota organisasinya melakukan survei nasional untuk mendorong publik dan pemangku kebijakan publik untuk pengesahan undang-undang anti-diskriminasi yang komprehensif. Survei nasional yang dilakukan pada periode 15-17 Juni 2024 melalui platform survei online Populix.
Jumlah responden sebanyak 720 yang disebarkan ke 33 provinsi dengan klasifikasi responden memiliki media sosial dan aktif melakukan pencarian informasi di internet. Dari 720, sebanyak 91,1% menyatakan pernah melihat terjadinya diskriminasi. Dari 91.1% responden yang menyatakan pernah melihat diskriminasi, terdapat 84% dari mereka ini yang menyatakan marah. Angka ini menunjukkan bagaimana publik punya sentimen positif dalam upaya melawan diskriminasi.
KAIN berharap bisa berdialog dengan berbagai pemangku kebijakan yang relevan di Indonesia untuk bisa mengadopsi suatu legislasi nasional anti-diskriminasi yang komprehensif. Berbagai jalur kebijakan di Indonesia menyediakan upaya agar rekomendasi-rekomendasi dari berbagai badan HAM internasional bisa diimplementasikan di tingkat nasional, seperti memasukkannya dalam agenda Prolegnas, RAN (Rencana Aksi Nasional) HAM, dan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional).
Kami dari Koalisi Nasional Kelompok Rentan Anti Diskriminasi (KAIN), dengan ini mendesak para pengambil kebijakan di tingkat nasional baik eksekutif dan legislatif untuk:
- Menghentikan segala bentuk ucapan, tindakan, dan segala praktik serta kebijakan yang menciptakan dan melanggengkan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok rentan di Indonesia.
- Menguatkan perlindungan terhadap kelompok-kelompok dengan tujuan perlindungan dan penikmatan hak asasi manusia secara penuh dan setara, tanpa ada diskriminasi atas dasar apa pun termasuk agama, kepercayaan, ras, etnis, keberagaman seksual, gender, jenis kelamin, usia, status kesehatan, status disabilitas, pekerjaan, serta aspek-aspek lain yang membuat seseorang rentan terhadap diskriminasi.
- Mendukung aspirasi dan inisiatif dari berbagai lapisan kelompok masyarakat sipil terkait penegakan prinsip-prinsip anti-diskriminasi dan perlindungan hak asasi manusia bagi setiap warga negara, khususnya bagi kelompok-kelompok yang memiliki kerentanan-kerentanan tertentu terhadap diskriminasi.
- Merancang undang-undang penghapusan segala bentuk diskriminasi yang komprehensif – lewat proses konsultasi yang bermakna dengan para perwakilan kelompok rentan – untuk pengakuan, perlindungan, pencegahan, dan pemulihan hak-hak korban diskriminasi.