“Saya pernah memberitakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat dan istri-istri Ahmadiyah adalah istri (milik) bersama. Tetapi ternyata informasi itu tidak benar,” kata NS, salah satu jurnalis perempuan dari Kendari dalam diskusiterbatas (FGD) di ajang Festival Media yang digelar di Benteng Rotterdam, Kota Makassar (13/9/2025).
NS menyampaikan “pengakuan dosa” berkaitan dengan pengalamannya sebagai jurnalis ketika memberitakan kasus penolakan Ahmadiyah di Konawe Selatan 15-an tahun yang lalu. Berangkat dari pengalaman pribadi inilah, NS mengajak jemaat Ahmadiyah untuk menjalin kerja sama dengan media-media di Sulawesi Tenggara.
Sebab, di Sulawesi Tenggara masih, imbuhnya, banyak informasi yang tidak benar (disinformasi) tentang Ahmadiyah. Sebagai bagian dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, NS merasa penting agar AJI mengambil peran untuk mengedukasi dengan memberikan informasi yang utuh tentang Ahmmadiyah dan mengubah perspektif publik tentang Ahmadiyah agar lebih menghargai, tidak menstigma, dan tidak menghakiminya.
FGD “Membangun Pemberitaan yang Adil” dalam Festival Media 2025 AJI bekerja sama dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) diikuti oleh 30 lebih peserta dari kalangan jurnalis, pers mahasiswa, akademisi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, dan organisasi masyaarakat sipil lainnya.

Jurnalis dari media berbagai daerah – bukan hanya dari Pulau Sulawesi, tetapi juga dari Sumatera, Jawa, Kalimantan – maupun media-media nasional, turut menyampaikan pandangannya agar media tidak terus memberitakan perbedaan keyakinan, termasuk muslim Ahmadiyah, dengan framing ataupun narasi yang provokatif yang dapat berdampak buruk bagi hak-hak warga Ahmadiyah.
Kolaborasi
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar diskusi tentang muslim Ahmadiyah. Sebagai organisasi keagamaan yang masih kerap dirundung diskriminasi dari pemerintah dan intoleransi dari sebagian umat Islam ini digelar dalam ajang Festival Media yang digelar AJI.
Dalam Festival Media 2025, muslim Ahmadiyah menjadi salah satu komunitas marginal yang terlibat memeriahkan agenda tahunan AJI. Festival Media yang kali ini diselenggarakan AJI Indonesia bekerja sama dengan AJI Makassar, sebagai tuan rumah, memberikan ruang bagi JAI menguatkan semangat kolaborasi dengan kalangan jurnalis dari berbagai wilayah di Indonesia.
Kesempatan ini dimanfaaatkan JAI untuk menggelar FGD dan pameran Al-Quran terjemahan Ahmadiyah. Kedua kegiatan JAI ini sekaligus rangkaian agenda Tasyakur “100 Tahun Ahmadiyah di Indonesia Memancarkan Islam Cinta Penuh Kedamaian” yang dapat langsung diakses secara langsung oleh kalangan jurnalis.
Ibrahim Arsyad mewakili AJI Kota Palembang menyoroti masyarakat bahkan jurnalis yang literasinya masih sangat rendah. Menurutnya, AJI menjadi wadah yang sangat membantu dirinya dan kalangan jurnalis lainnya untuk memahami dan ikut mengedukasi publik tentang pentingnya menghormati fakta keberagaman agama dan kelompok marginal lainnya.
“Jika jurnalis belum mengenal dengan baik kelompok atau organisasi keagamaan dan keyakinan, seperti Ahmadiyah, setidaknya tidak membuat berita yang memprovokasi,” ujar Ibrahim.

Cek Fakta Ahmadiyah
Sejatinya, berbagai langkah kolaborasi JAI dengan media terus dikuatkan untuk bersama membangun bangsa. Sebab, Ahmadiyah selama ini terbuka terhadap siapa saja, termasuk para peneliti, akademisi, dan kalangan jurnalis untuk bersama membangun negeri lewat aksi-aksi kemanusiaan, kesehatan, pendidikan, dan semangat kerja sama antariman muslim Ahmadiyah. Banyak media sudah langsung mengunjungi markas JAI di Parung, Bogor.
Ahmadiyah, menurut Juru Bicara Jemaaat Ahmadiyah Indonesia Yendra Budiana, bahkan memberi kesempatan bagi media-media di Indonesia melakukan cek fakta ke pusat Ahmadiyah dunia di London.
“Yang sudah cek fakta liputan ke Ahmadiyah London adalah Pimred Tempo Setri Yasra, Pimred IDN Times Uni Lubis, Pimred Liputan 6 Elin Kristianti, Wapimred Tempo Yandrie, dan Wapimred IDN Times Umi Kulsum di Jalsah International UK, 2023 dan 2024,” jelas Yendra dalam FGD yang difasilitasi oleh Tantowi Anwari yang akrab disapa Thowik dari SEJUK.
Thowik ikut mengingatkan agar para jurnalis dalam memberitakan isu-isu kelompok marginal seperti Ahmadiyah agar tetap bersetia pada Kode Etik Jurnalistik dan bersandar pada Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman (PPIK) yang pada November 2022 lalu sudah disahkan Dewan Pers.
Karena itu, Juru Bicara JAI Yendra, Mubaligh Daerah Jemaat Ahmadiyah Sulawesi Selatan Muhammad Yaqub, dan ketua organisasi sayap perempuan Ahmadiyah, Lajnah Imaillah, Daerah Sulsel, Ardiana, menyambut baik ajakan kerja sama yang dilontarkan para jurnalis peserta FGD untuk menciptakan literasi media yang jauh lebih menjunjung tinggi kemanusiaan.
Bagaimanapun, muslim Ahmadiyah di 400 wilayah di Indonesia tidak pernah lelah menghidupkan semangat cinta dan kemanusiaan sejak sebelum Indonesia merdeka. Sayangnya, karya-karya kemanusiaan Ahmadiyah tenggelam oleh kebencian yang secara politis masih dihidupkan oleh mereka yang tidak pernah secara langsung mengetahui dengan pasti dan benar tentang Ahmadiyah.
Di sisi lain, upaya-upaya Ahmadiyah di tengah masyarakat dalam berkontribusi di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan isu sosial-keagamaan lainnya belum banyak diketahui publik dan pemerintah, meskipun masyarakat telah banyak mendapatakan manfaat dari kerja-kerja kemanusiaan Ahmadiyah.

Fellowship Liputan Ahmadiyah
Dalam menggerakkan ruh “tasyakur” 100 Tahun Ahmadiyah di Indonesia Memancarkan Islam Cinta Penuh Kedamaian, muslim Ahmadiyah (JAI) bekerja sama dengan berbagai pihak yang mempunyai misi bersama membangun negeri. JAI berdialog dengan kalangan jurnalis, kalangan akademisi sekaligus tokoh agama Prof. Qasim Mathar (Guru Besar UIN Alauddin Makassar), pekerja HAM, dan organisasi masyarakat sipil yang bergerak dalam isu toleransi, Jalin Harmoni yang diwakili Christina Josefien Hutubessy untuk bersama mendorong media-media di Indonesia lebih banyak menyuarakan inisiatif-inisiatif demokrasi dari bawah yang disumbangkan oleh muslim Ahmadiyah.
Mereka adalah di antara para narasumber yang mempunyai kredibilitas dan kapasitas untuk menjadi sumber-sumber pemberitaan tentang Ahmadiyah. Selain juru bicara JAI, mubaligh Ahmadiyah daerah Sulsel, dan ketua Lajnah Imaillah Sulsel, para narasumber non-Ahmadi dalam FGD mengenal dan memahami prinsip dan praktik keagamaan maupun kehidupan muslim Ahmadiyah yang mempunyai motto Love For All Hatred For None.
“Tasyakur 100 tahun muslim Ahmadiyah di Indonesia akan terus mengajak kerja sama jangka panjang maupun jangka pendek dengan media, terutama yang di daerah-daerah. Karena itulah, kami memberi apresiasi atas upaya baik dari teman-teman media yang selama ini sudah memberitakan Ahmadiyah.”
“Untuk jangka pendek, Oktober sampai Desember 2025, JAI juga akan memberikan fellowship kepada media-media di daerah yang ingin mengangkat berbagai isu Ahmadiyah,” ungkap Yendra Budiana yang juga Sekretaris Pers JAI.
Yendra memaparkan, program fellowship liputan tentang Ahmadiyah akan diluncurkan pada 1 Oktober dan akan berjalan hingga Desember 2025.

Pameran Ahmadiyah: Mengenal Ahmadiyah Langsung dari Sumbernya
Antusiasme kalangan jurnalis, para peserta Festival Media 2025, dan publik Makassar untuk mengetahui lebih dekat Ahmadiyah tampak dari meriahnya Pameran Al-Quran Terjemahan Ahmadiyah dan Kontribusi 100 Tahun Muslim Ahmadiyah di Indonesia. Pameran tersebut digelar Ahmadiyah dari 12-14 September 2025 sebagai bagian dari acara Festival Media 2025 AJI.
Muslim Ahmadiyah sudah lama menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Inggris, 1905 dan 1917. Setelah itu, mereka menerjemahkan Al-Quran ke berbagai bahasa lainnya.
“Kini Ahmadiyah sudah menerjemahkan Al-Quran ke 78 bahasa internasional. Ini belum termasuk terjemahan Al-Quran ke bahasa-bahasa lokal, misalnya Sunda,Jawa, dan Bali, di Indonesia,” ungkap Yendra.
Tentu saja, pameran ini menjadi cara untuk menunjukkan bahwa: tuduhan Tadzkirah kitab suci muslim Ahmadiyah adalah fitnah yang sangat mudah disangkal. Dalam pameran ini Amir Daerah Jemaat Ahmadiyah Sulawesi Selatan, Asyraf Ahmad M., mencatat banyak pengunjung pameran yang ingin melanjutkan perjumpaan awalnya dengan Ahmadiyah untuk berdiskusi tentang Ahmadiyah ke markas jemaat Ahmadiyah di Kota Makassar
Para pengunjung yang mendatangi stand Pameran Al-Quran Terjemahan Ahmadiyah dan Kontribusi 100 Tahun Muslim Ahmadiyah di Indonesia, menurut Asyraf mencapai hampir 1000-an.

“Berdasarkan daftar di buku tamu pameran, setidaknya 800-an orang mengunjungi pameran kami, belum lagi mereka yang tidak mengisi daftar hadir,” ungkap Asyraf seraya berterima kasih kepada AJI Makassar yang telah memberikan JAI kesempatan mengikuti Festival Media 2025.
Bagi Asyraf, kejujuran setiap orang dalam mempersepsikan Ahmadiyah akan tampak jika mereka mendengar dan mempelajari Ahmadiyah secara langsung dari sumbernya, bukan dari pihak-pihak yang membenci Ahmadiyah tanpa melakukan tabayyun (verifikasi dan konfirmasi) ke jemaat Ahmadiyah. Harapannya, lanjut Asyraf, semakin banyak publik di Sulawesi Selatan dan Indonesia secara umum bisa mengenal dan memahami Ahmadiyah secara langsung kepada jemaat Ahmadiyah.[Thowik SEJUK]