Siaran Pers
AJI Yogyakarta Kecam Penganiayaan dan Perampasan Kamera Jurnalis Kompas TV Michael Aryawan serta kekerasan atas nama agama
AJI Yogyakarta Kecam Penganiayaan dan Perampasan Kamera Jurnalis
Kompas TV Michael Aryawan serta kekerasan atas nama agama. Kepolisian
diminta Usut Tuntas dan Tangkap Pelaku
Yogyakarta kini menjadi kota yang berbahaya bagi kebebasan umat
beragama serta keamanan pekerja pers. Penyerangan brutal sekelompok
masyarakat dalam acara kebaktian Rosario di rumah milik Julius
Felicianus di Perum YKPN Jogja Kamis (29/5) malam adalah fakta paling
nyata bagaimana kebebasan beragama yang dilindungi UU dapat dengan
mudah diberangus oleh sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan
agama.
Insiden itu menambah panjang daftar ancaman kebebasan beragama di
Jogja setelah konflik beragama paling anyar di Gunungkidul pada
perayaan Paskah beberapa waktu lalu.Tindakan brutal dan melanggar
hukum itu bermula saat digelarnya kebaktian Rosario di rumah Julianus
Felicianus di Perum YKPN Jogja Kamis (29/5) malam. Sekitar Pukul 20.00
WIB, acara yang lazim dilakukan umat Katolik itu tiba-tiba diserang
sekelompok orang berjumlah sekitar 8-10 orang.
Mereka merusak rumah tempat acara berlangsung. Saat itulah, Wartawan
Kompas TV Michael Aryawan atau yang biasa disapa Mika sedang
melaksanakan tugas jurnalistiknya di tempat kejadian. Mika lebih dulu
datang ke lokasi, sebelum pemilik rumah Julius Felicianus datang.
Namun serangan Pukul 20.00 WIB itu rupanya bukan yang terakhir. Saat
Julius tiba di rumah, sekelompok orang tersebut kembali melampiaskan
kebrutalannya dengan memukul dan menghajar Julius menggunakan besi dan
pot tanaman.
Julius mengalami luka parah dengan darah bercucuran dari kepala. Tidak
hanya Julius, Michael Aryawan yang turut memberitakan insiden itu
turut dianiaya. Mika dipukul sebanyak empat kali hingga mengalami luka
dan memar di mata kiri. Mika sejatinya sudah mengklarifikasi bahwa
dirinya adalah wartawan, namun tetap saja dihajar. Bahkan kamera
miliknya ikut dirampas.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta mengutuk tragedi yang
menghancurkan kebebasan umat beragama serta mengancam kebebasan pers
tersebut. AJI Yogyakarta juga telah melakukan koordinasi dengan Pemred
Kompas TV, Yogi Arif Nugraha dan Kepala Biro Kompas TV Daeng Tanto,
untuk mengambil langkah hukum terhadap kasus yang menimpa Mika.
UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 menyebutkan “Pers nasional
mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan
informasi”. Pasal 18 UU Pers juga menyebutkan “Dalam melaksanakan
profesi, wartawan mendapatkan perlindungan hukum”.
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan
tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan
ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana paling
lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 500.000.000 (lima ratus
juta rupiah)”.
Delapan kasus pembunuhan jurnalis itu yang kasusnya tak terselesaikan
adalah kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (jurnalis
Harian Bernas di Yogyakarta, 16 Agustus 1996), Naimullah (jurnalis
Harian Sinar Pagi di Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada 25 Juli
1997), Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September
1999), Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukan
tewas pada 17 Juni 2003), Ersa Siregar, jurnalis RCTI di Nangroe Aceh
Darussalam, 29 Desember 2003), Herliyanto (jurnalis lepas tabloid
Delta Pos Sidoarjo di Jawa Timur, ditemukan tewas pada 29 April 2006),
Adriansyah Matra’is Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua,
ditemukan pada 29 Juli 2010) dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid
Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada 18 Desember 2010).
Bertolak dari kasus di atas serta hukum yang mendasarinya AJI
Yogyakarta menyatakan :
1. Mengecam aksi penyerangan dan penganiayaan terhadap wartawan serta
penyerangan rumah tempat acara kebaktian Rosario oleh sekelompok orang
yang tidak bertanggungjawab tersebut.
2. Mendesak Polri, khususnya Polda DIY segera menangkap pelaku
penyerangan yang sebagian telah teridentifikasi identitasnya oleh
korban. Polisi sebaiknya serius menangkap pelaku kriminal tersebut dan
tidak pandang bulu, mengingat banyak kasus kekerasan atas nama agama
serta kasus kekerasan terhadap wartawan yang gagal diselesaikan
Kepolisian DIY.
Setiap tahun, jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis yang
menjalankan profesinya tidak pernah kurang dari 30 kasus. Aliansi
Jurnalis Independen Indonesia mencatat sejak Mei 2013 hingga April
2014 terjadi 43 kasus kekerasan.
3. AJI Yogyakarta juga meminta agar kamera milik Mika yang dirampas
dikembalikan dengan utuh beserta isi rekaman di dalamnya.
4. Menyerukan kepada seluruh insan pers dan masyarakat luas untuk
menyatakan perang terhadap ancaman kebebasan pers termasuk yang
dilakukan oleh masyarakat sipil dengan mengatasnamakan agama.
5. Sebagai organisasi profesi yang menjunjung tinggi pluralisme, HAM
dan demokrasi, AJI Yogyakarta menolak berbagai bentuk dan upaya
pemberangusan kebebasan beragama oleh sekelompok orang apalagi
dilakukan dengan cara-cara kriminal.
Yogyakarta, Jumat 30 Mei 2014
Ketua AJI Yogyakarta Divisi Advokasi AJI Yogyakarta
Hendrawan setiawan Bhekti Suryani