Rabu, Juli 2, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Pluralisme Indonesia dalam Ancaman

by Redaksi
03/06/2014
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Pluralisme Indonesia dalam Ancaman
Share on FacebookShare on Twitter

Keberhasilan dalam menangani fenomena intoleransi di Indonesia tidak bisa diukur menurut data statistik semata. Ini ditegaskan Romo Johanes Hariyanto (ICRP) saat memoderasi Launching & Diskusi Laporan “PLURALISME INDONESIA DALAM ANCAMAN” yang diselenggarakan atas kerjasama Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), selasa (03/06). Dalam diskusi yang digelar di Teater Utan Kayu (TUK) Jakarta Timur itu, Romo Harry menjelaskan bahwa jumlah peristiwa  intoleransi di Indonesia tahun ini bisa saja mengalami penurunan, tetapi itu tidak bisa dijadikan acuan untuk mengatakan bahwa persoalan telah selesai begitu saja. Angka bisa saja menurun, tetapi akumulasi persoalan dari mulai sikap pemerintah hingga kebijakan yang diskriminatif tidak menunjukkan adanya pencapaian negara dalam menangangi kasus-kasus tersebut. Selain itu, pemenuhan keadilan bagi para korban intoleransi  dan penegakan hukum bagi para pelaku kerap luput dari perhatian pemerintah.

Diskusi—yang juga merupakan peluncuran laporan Christian Solidarity Worldwide (CSW) tentang kondisi pluralisme di Indonesia yang tengah mengalami krisis— menghadirkan Benedict Rogers (Pimpinan CSW untuk wilayah Asia Tengah) dan Ahmad Suaedy (Koordinator the Abdurrahman Wahid Centre for Inter-Faith Dialogue and Peace-University of Indonesia (AWC–UI) sebagai narasumber. Dalam diskusi tersebut Ben (sapaan untuk Benedict Rogers) menyayangkan kebangkitan intoleransi antaragama yang terjadi di Indonesia. Terutama jika mengacu pada berbagai peristiwa yang mengorbankan para penganut kepercayaan atau agama tertentu, seperti yang dialami Ahmadiyah, Syiah dan kelompok minoritas agama lainnya. Ia juga melihat bahwa pola-pola intoleransi yang semula bersifat lokal, atau terjadi di daerah tertentu, kerap meluas dan diadopsi secara nasional oleh kalangan intoleran. Misalnya itu terjadi dalam kasus yang menimpa masyarakat Syiah dan Ahmadiyah, juga penyegelan dan penyerangan terhadap tempat-tempat ibadah agama tertentu.

Dalam laporan CSW, paling tidak terdapat lima faktor yang memperkuat kebangkitan intoleransi di Indonesia. Pertama, tentu saja berakar dari penyebaran ideologi ekstrimis yang dipropagandakan oleh negara-negara seperti Saudi Arabia, Yaman dan negara-negara Timur Tengah lainnya, serta Pakistan. Faktor lainnya adalah kelambanan pihak berwenang baik di tingkat lokal, provinsi dan nasional dalam menangani berbagai kasus intoleransi yang terjadi. Bahkan dalam beberapa peristiwa, para pejabat negara seperti Menteri misalnya, kerap memperlihatkan sikap dan pernyataan-pernyataan yang memicu intoleransi. Faktor lain adalah penerapan undang-undang dan peraturan diskriminatif yang didukung dengan faktor lemahnya penegakan hukum di tingkat aparat polisi dan pengadilan. Faktor terakhir yang tak bisa dipungkiri adalah fenomena silence majority; masyarakat Muslim sebagai mayoritas dengan populasi terbesar di Indonesia, kerap memperlihatkan keengganan dalam menyuarakan perlawanan terhadap intoleransi.

Meski gejala intoleransi semakin meningkat dan karenanya keberagaman masyarakat nampak terancam, namun Ben optimis bahwa Indonesia bisa melewati masa-masa krisis ini. Dalam pandangannya, kehadiran lembaga-lembaga atau organisasi yang merawat serta memperjuangkan semangat toleransi dan kebebasan beragama bisa mengatasi, paling tidak mengimbangi, intoleransi dan semangat ekstrimisme yang ada di masyarakat. Selain itu, forum-forum diskusi di Indonesia cukup ramai dan bisa menjadi salah satu alat untuk mengedukasi kesadaran masyarakat akan pentingnya menyuarakan perlawanan terhadap berbagai bentuk intoleransi. [Evi/SEJUK]

Previous Post

INDONESIA TANPA KEBENCIAN

Next Post

Indonesia tanpa kebencian: rekomendasi Konferensi Nasional Kebebasan Beragama/Berkeyakinan

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Indonesia tanpa kebencian: rekomendasi Konferensi Nasional Kebebasan Beragama/Berkeyakinan

Indonesia tanpa kebencian: rekomendasi Konferensi Nasional Kebebasan Beragama/Berkeyakinan

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In