Rabu, Juli 2, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Indonesia tanpa kebencian: rekomendasi Konferensi Nasional Kebebasan Beragama/Berkeyakinan

by Redaksi
03/06/2014
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Indonesia tanpa kebencian: rekomendasi Konferensi Nasional Kebebasan Beragama/Berkeyakinan
Share on FacebookShare on Twitter

Rekomendasi

Konferensi Nasional Kebebasan Beragama/Kepercayaan

INDONESIA TANPA KEBENCIAN

Jakarta, 2-3 Juni 2014

Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, UU Nomor 12/2005 tentang Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (Sipol) sudah menjamin hak setiap orang atas kebebasan beragama/kepercayaan (KBB) termasuk hak mempunyai agama/kepercayaan sesuai dengan pilihannya, hak untuk beribadah dan lain-lain. Akan tetapi, jaminan hukum dan konstitusi belum bisa dilaksanakan secara baik. Kelompok-kelompok minoritas keagamaan/kepercayaan di negeri ini belum bisa menikmati hak atas kebebasan beragama/kepercayaan. Kemudian juga, masih minimnya penegakan hukum secara adil atas kasus-kasus kekerasan/pelanggaran KBB. Aparat Penegak Hukum (APH) belum bisa bertindak independen dalam penegakan hukum tersebut, dan lebih banyak tunduk kepada tekanan masa. Juga munculnya regulasi di tingkat lokal yang bersifat diskriminatif dan cenderung melanggar hak atas kebebasan beragama/kepercayaan seperti Peraturan Walikota Malang tentang rumah ibadah yang mensyaratkan harus mendapatkan dukungan dari 90 orang warga yang tinggal maksimal 200 meter di sekitar tempat ibadah tersebut, dan lain-lain. Bahkan sekolah-sekolah negeri, yang harusnya menjadi ruang publik dialogis tempat untuk dialog kritis, sudah menjadi tempat untuk doktrinal keagamaan.  Kami juga memperhatikan maraknya persebaran hasutan kebencian yang bisa mengancam fondasi toleransi di negeri ini.

Tetapi di sisi lain, masih ada harapan terutama di tingkat lokal yaitu adanya inisiatif untuk menjaga keragaman agama/kepercayaan. Seperti inisiatif yang dilakukan oleh Bupati Wonosobo Abdul Kholiq Arief yang menginisiasi untuk membentuk forum dialog informal keagamaan/kepercayaan yang melibatkan seluruh elemen keagamaan terutama kelompok-kelompok minoritas keagamaan. Kemudian juga, menghapuskan praktek diskriminasi di dalam pelayanan publik untuk kelompok-kelompok minoritas keagamaan seperti akses untuk mendapatkan kartu identitas kependudukan, kartu keluarga, pencatatan perkawinan. Mungkin inisiatif ini merupakan model pengelolaan keragaman yang perlu dipertimbangkan dan dicontoh oleh daerah-daerah lain untuk menjaga dan mengelola keragaman.

Selama dua hari ini (2-3 Juni 2014) di Jakarta, sejumlah 118 peserta dari organisasi non-pemerintah, organisasi keagamaan/kepercayaan, pemerintah pusat/daerah, perguruan tinggi, media, lembaga negara independen dan individu telah menghadiri Konferensi Nasional KBB ini. Konferensi KBB ini bertujuan untuk  mendiskusikan isu-isu kebebasan beragama/kepercayaan yang muncul, dan mencari alternatif solusinya ke depan.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka, kami (para peserta konferensi nasional KBB ini) merekomendasikan kepada penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah, APH, dan juga masyarakat sebagai berikut:

  1. Mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan pengelolaan keragaman secara adil seperti model pengelolaan keragaman yang dilakukan oleh Kab. Wonosobo Jawa Tengah;
  2. Melakukan revisi tentang Peraturan Bersama Menteri Agama dan Dalam Negeri tentang ijin mendirikan rumah Ibadah, dan juga revisi aturan-aturan sejenis di tingkat lokal;
  3. Membentuk mekanisme yang transparan dan partisipatif untuk meninjau ulang (review) aturan-aturan di daerah yang melanggar konstitusi/peraturan-peraturan yang lebih tinggi oleh pemerintah pusat (Depdagri);
  4. Menyediakan pendidikan KBB untuk Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Jaksa, Hakim, Polisi dan Advokat;
  5. Membekali aparat keamanan dengan kapasitas yang memadai untuk mengantisipasi ancaman hasutan kebencian bekerjasama dengan kekuatan masyarakat yang relevan. Disamping itu,  masyarakat perlu menyadari bahaya ujaran kebencian, karena itu penting memasukkan dalam kode etik larangan hasutan kebencian dalam kode etik lembaga masyarakat sipil seperti sekolah dan lain-lain.
  6. Mendorong dialog antara APH, masyarakat, dan pimpinan-pimpinan keagamaan/kepercayaan untuk mencegah dan mencari solusi permasalahan keagamaan;
  7. Menghapuskan aturan-aturan keagamaan yang diskriminatif dan anti keragaman di sekolah-sekolah negeri;
  8. Mengembalikan fungsi sekolah sebagai pemersatu, penyemai kebangsaan dan penguat rasa kebangsaan.
  9. Memfasilitasi kebebasan berekspresi melalui media cetak, siar, dan online untuk kepentingan masyarakat umum dalam melindungi keberagaman umat beragama

Previous Post

Pluralisme Indonesia dalam Ancaman

Next Post

Inilah Pemimpin Daerah Pembela Minoritas

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Inilah Pemimpin Daerah Pembela Minoritas

Inilah Pemimpin Daerah Pembela Minoritas

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In