Delapan perempuan yang menduduki kursi kabinet di pemerintahan Jokowi-JK merupakan langkah maju untuk Indonesia. Namun hal itu belum cukup. Pemerintah mesti menerapkan kebijakan yang adil gender di setiap kementriannya.
Feminis yang juga aktivis, Dewi Chandraningrum mengatakan, kebijakan adil gender di setiap kementrian diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan perempuan di Indonesia. Menurut Dewi, penanganan persoalan perempuan tidak cukup hanya diserahkan kepada Kementrian Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) seperti selama ini. “Ini seperti menaruh persoalan menggunung yang dialami perempuan hanya dalam satu kotak, lalu tugas negara selesai sampai di situ, ” ujar Dewi yang juga dosen di Universitas Muhammadiyah Surakarta ini.
Dewi menambahkan Indonesia perlu mengadopsi langkah-langkah yang diterapkan di negara-negara maju seperti Uni Eropa. Di sana negara secara serius memperhatikan gender vocal point yang merupakan formulasi dari National Women Missionary, yang mengharuskan kebijakan adil gender pada setiap sektor kementerian. Karena itu setiap menteri di negara-negara tersebut tidak cukup hanya mengetahui perspektif jender tetapi juga dituntut untuk menerapkan kebijakan adil jender.
Senada dengan dewi, komisioner Komnas Perempuan Neng Dara Affiah juga mendesak negara menerapkan kebijakan adil jender di setiap kebijakannya. Untuk itu, ia meminta pemerintah menseriusi perumusan undang-undang Keadilan dan Kesetaraan Jender. Undang-undang ini harus juga memberi penekanan terhadap pemberdayaan perempuan sebagai salah satu faktor kunci dalam perumusan berbagai kebijakan. Menurut Neng Dara, hal tersebut sangat mendesak mengingat keterlibatan perempuan di hampir seluruh sektor pekerjaan, terutama mereka yang menetap di desa-desa, sangat diperlukan.
Baik Dewi dan Neng Dara mengapresiasi langkah Jokowi mengangkat 8 perempuan dalam kabinetnya. Meski menurut Neng Dara, jumlah yang ideal adalah 30 persen sebagaimana diterapkan di negara-negara Skandinvia. Meski begitu, menurut Neng Dara, jumlah saat ini cukup istimewa, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim lainnya yang masih saja memperdebatkan keterlibatan perempuan di dalam jajaran pemerintahan. [Evi/SEJUK]
Editor: Budhi Kurniawan