Ketua AJI Kupang Alex Dimu menegaskan bahwa LGBT adalah warga negara yang mempunyai hak-hak dasar yang harus dihormati. Mereka bagian dari kita. Karena itu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sangat mengecam seluruh pemberitaan yang merendahkan kemanusiaan kelompok LGBT.
“Dengan mengacu pada UU Pers No. 40 tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik, pemberitaan-pemberitaan media tentang LGBT banyak sekali yang melanggar prinsip-prinsip jurnalistik,” kata Alex dalam Training Komunikasi, Dokumentasi dan Advokasi KBB yang digelar Komunitas Peace Maker Kupang (KOMPAK) dan Solidaritas Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Sobat KBB) di Ima Hotel Kupang (29/2/2016).
Ia juga mendorong teman-temannya, jurnalis di Kupang, yang juga hadir dalam kegiatan tersebut untuk tidak memilih narasumber yang justru memojokkan keberadaan LGBT.
Pada kesempatan yang sama, mewakili Peace Journalist Community Kupang (PJCK) Marthen Bana menganjurkan pentingnya menerapkan jurnalisme damai agar media tidak menjadi alat propaganda yang mempertajam konflik, baik yang berbasis pada alasan-alasan agama dan keyakinan maupun orientasi seksual yang berbeda.
Merespon beberapa pertanyaan dari peserta training yang terdiri dari para korban dan pendamping kelompok minoritas agama, keyakinan, LGBT, dan disabilitas dari Nusa Tenggara Timur (NTT) tentang kurangnya perhatian media-media di Kupang dalam menyuarakan kelompok minoritas agama di NTT, jurnalis Timor Express yang menjadi narasumber utama diskusi tentang media ini menyampaikan bahwa media tempatnya bekerja dan PJCK berkomitmen dalam menciptakan situasi yang harmoni di NTT.
“Media seperti pedang bermata dua, bisa mempertajam konflik; tetapi sekaligus bisa meredamnya. Karena itu selain jurnalis harus bisa menentukan narasumber yang bersikap imparsial, pemberitaannya juga harus bertujuan membantu menyelesaikan konflik secara damai,” pungkasnya di penghujung acara training yang digelar 27-29 Februari 2016. (Thowik SEJUK)