Oleh Tim SEJUK
Pengejaran orang-orang yang diduga teroris jaringan M. Syarif (pelaku peledakan bom bunuh diri di Cirebon bulan lalu) banyak mengisi pemberitaan TV ONE bulan Mei. Berita pengejaran itu umumnya memiliki narasumber tunggal yaitu keterangan Densus 88. Gambar dari berita-berita tersebut juga secara vulgar menampilkan operasi penangkapan, penggerebekan, dan penggeledahan rumah-rumah orang yang diduga teroris di sejumlah tempat di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pada 4 Mei, TV ONE mengabarkan penangkapan Mushola dan rekan-rekannya, orang yang diduga perakit bom Cirebon di Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Berita ini menampilkan Boy Rafli Amar dari Humas Mabes Polri sebagai narasumber.
Berita berjudul Densus 88 Tangkap Jaringan Bom Cirebon, mengabarkan bagaimana Datasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri menangkap terduga teroris Ishak Andriana. Ia diduga termasuk jaringan pelaku bom bunuh diri di Mapolresta Cirebon, M. Syarif pada 7 Mei. Penangkapan ini adalah hasil keterangan Mushola yang berhasil ditangkap di Tegal.
Densus 88 juga menangkap sepuluh tersangka teroris yang diduga terkait dengan aksi bom bunuh diri di Masjid Adz Dzikra ke Mapolresta Cirebon. Polri juga memaparkan 5 orang yang masih dalam tahap pencarian yang termasuk jaringan bom bunuh diri Cirebon. Hal itu diungkapkan dalam berita berjudul Polisi Paparkan Jaringan Bom Cirebon pada 19 Mei.
Beberapa contoh berita tersebut di atas menggambarkan bagaimana berita di televisi, khususnya di TV ONE tidak menerapkan disiplin verifikasi dalam pemberitaan. Narasumber selalu datang dari pihak polisi, dan keterangan dari polisi tidak digali lebih dalam melalui verifikasi di lapangan, atau konfirmasi dari narasumber di luar kepolisian yang berkompeten di bidang ini. Berita-berita tersebut juga minim konteks serta secara jelas lebih mengutamakan gambar operasi penggerbekan, penangkapan dan sebagainya.
Lebih jauh, pertanyaan mendasar dalam mengamati pemberitaan semacam itu adealah apakah layak disebut sebagai berita? Pun hal itu jika masih bisa ditolerir, tentu itu bukan berita yang memenuhi unsur kode etik jurnalistik, khususnya pasal 3 yang isinya: