Meledaknya kasus Meliana yang berakibat pada perusakan dan pembakaran belasan rumah ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara (Sumut), 2016, dan pemenjaraan terhadap dirinya dengan tuduhan penodaan agama disebabkan oleh maraknya pelintiran kebencaian (hate spin) bernuansa agama yang beredar di media sosial (Whatsapp). Hate spin kembali berulang pada kasus-kasus kebebasan beragama atau berkeyakinan di daerah lainnya.
Dampak dari hate spin yang cepat tersebar di era digital, di Facebook dan Whatsapp, terutama, adalah memprovokasi massa melakukan aksi-aksi persekusi, seperti yang menimpa Ahmadiyah Sintang, Kalimantan Barat (3/9/2021), dan yang teranyar penyerangan dan pembakaran 6 rumah milik umat dan pemimpin Buddha serta pembakaran 1 toko dan beberapa unit kendaraan bermotor di Mareje, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, saat suasan Idul Fitri (3 Mei lalu).
Ketegangan antaragama kerap muncul di Sumut, terutama saat pemilihan kepala daerah yang tidak luput dari penggunaan politik identitas. Hal tersebut menunjukkan, provinsi yang secara demografi dihuni oleh 66,3% penduduk beragama Islam dan yang terbesar lainnya 26,9% Kristen dan 4,31% Katolik ini belum menjadi wilayah dengan kehidupan beragama masyarakatnya toleran dan harmonis.
Indeks Kerukunan Umat Beragama yang dirilis Kementerian Agama tahun 2021 tidak menempatkan Sumut sebagai salah satu dari 10 daerah dengan tingkat kerukunan umat beragama yang terbaik. Indeks Kota Toleran 2021 yang diluncurkan SETARA Institute pada Maret 2022 lalu juga tidak meletakkan satu pun dari daerah di Sumut sebagai 10 kota paling toleran di Indonesia.

Media: Ancaman atau Peluang Suarakan Keberagaman?
Tantangannya, ketika kehidupan beragama, termasuk juga etnis, di Sumut secara umum belum lepas dari ancaman ketegangan, sementara problem digital yang kerap dimanfaatkan kelompok intoleran untuk menyebarkan hate spin semakin liar di media sosial.
Padahal, keterpaparan orang muda terhadap media sosial yang sangat tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi kecenderungan pandangan keberagaman, sebab menurut GlobalWebIndex (2021) dampak media sosial terhadap kondisi psikologis Gen Z paling terasa. Sehingga, mereka sangat mudah terpengaruh oleh postingan-postingan yang mengaduk atau menyeret sentimen keagamaan dan identitas mereka.
Terlebih lagi, menurut riset “Neurosensum Indonesia Consumers Trend 2021: Social Media Impact on Kids” oleh Neurosensum, 87% anak-anak Indonesia sudah mengenal media sosial sebelum menginjak usia 13 tahun. Bahkan, 92% dari mereka yang lebih dini mengakses media sosial berasal dari rumah tangga berpenghasilan rendah.
Harapan terbesar ada pada media-media mainstream yang dianggap masih kredibel dalam menyampaikan informasi (kebenaran). Problemnya, publik Indonesia disuguhkan berita yang sensasioanal dan mengejar viral, sehingga banyak beredar framing dan tone pemberitaan isu keberagaman yang bias dengan sentimen identitas tertentu yang tampak kian vulgar.
Mengacu analisis konten pemberitaan yang dilakukan Remotivi yang bekerja sama dengan Intrernational Media Support (IMS) terhadap media daring dan televisi (Komunitas Agama Marginal dalam Media di Indonesia: Sebuah Kajian Awal, 2021) maupun riset UNTAR-SEJUK-Kemenristekdikti (2017-2019), keduanya sama-sama menyimpulkan bahwa liputan isu keberagaman tidak banyak mewakili suara-suara kelompok rentan.
Media lebih memberi tempat bagi narasumber elit seperti para pejabat, aparat, dan tokoh agama yang mewakili organisasi-organisasi keagamaan dari kelompok mayoritas. Pemberitaan media daring dalam isu keberagaman cenderung menjadikan kelompok minoritas sebagai objek, dengan mengedepankan sensasi.
Suasana diskusi workshop mahasiswa (persma dan aktivis medsos) di Padang, Sumbar (2021)
Undangan Workshop & Beasiswa Liputan
Terhadap itu semua, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan riedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF), Kementerian Hukum dan HAM RI dan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) di Medan berkepentingan melibatkan orang muda untuk membangun media yang ramah kelompok minoritas. Karena itu kami mengundang rekan-rekan jurnalis kampus untuk terlibat aktif dalam workshop dan beasiswa liputan yang akan digelar pada 10–13 Juni 2022 di Medan.
Kegiatan ini akan digelar dengan protokol kesehatan yang ketat. Hanya rekan-rekan mahasiswa yang menyerahkan hasil rapid test antigen negatif (biaya tes akan diganti panitia) yang bisa terlibat. Jaga jarak serta penggunaan hand sanitizer dan keharusan masker diganti secara rutin sebelum sampai 4 jam pemakaian adalah di antara protokol yang akan diberlakukan.
Seperti workshop pers mahasiswa SEJUK yang sudah-sudah, proses diskusi, debat, perjumpaan dengan komunitas-komunitas agama atau kepercayaan yang terdiskriminasi maupun yang menginspirasi akan mengiringi pengalaman bersama menggumuli keberagaman. Pengalaman langka ini akan diolah oleh setiap peserta menjadi karya-karya jurnalistik tentang toleransi dan inklusi.
Nama Kegiatan
Workshop dan Beasiswa Liputan: Bermedia untuk Meneguhkan Keberagaman di Sumatera Utara
Tempat dan Waktu
Waktu penyelenggaraan: 10–13 Juni 2022
Lokasi workshop akan diinformasikan langsung kepada peserta terpilih.
Kepesertaan
Yang terlibat dalam kegiatan ini adalah jurnalis kampus yang berada di Sumut, Aceh, dan Riau. Jumlah peserta yang tergabung dalam workshop pers mahasiswa di Medan ini 20 orang.
Panitia menanggung transportasi dan akomodasi peserta workshop dari luar kota.
Beasiswa liputan dan produksi konten
Panitia memberi beasiswa terbatas kepada masing-masing peserta untuk liputan keberagaman. Sepuluh dari dua puluh peserta workshop akan mendapatkan beasiswa liputan keberagaman.
Cara Daftar
Untuk bergabung dalam workshop, sila perhatikan langkah-langkah berikut:
- Penyelenggaraan workshop: 10-13 Juni 2022
- Pendaftaran dikirim ke: bit.ly/SEJUKPERSMASUMUT2022
- Pendaftaran paling akhir dikirim 31 Mei 2022, pkl. 24.00
- Peserta-peserta terseleksi diumumkan 5 Juni 2022 di IG: @kabarsejuk, Twitter: @KabarSEJUK, dan FB: Sejuk
- Pelaksanaan beasiswa liputan keberagaman: 20 Juni – 20 Juli 2022
Informasi lebih lanjut hubungi IG: @kabarsejuk, FB: Sejuk atau Twitter @KabarSEJUK.
Pendukung
Workshop dan Beasiswa Liputan: Bermedia untuk Meneguhkan Keberagaman di Sumatera Utara didukung Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Demikian undangan sekaligus kerangka acuan Workshop dan Beasiswa Liputan: Bermedia untuk Meneguhkan Keberagaman di Sumatera Utara ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 10 Mei 2022
Hormat kami,
Ahmad Junaidi
Direktur SEJUK