Oleh Tim SEJUK
Tindakan kekerasan dan pembatasan terhadap kebebasan beragama, berkeyakinan, dan berekspresi masih sering terjadi di Indonesia. Sikap dan tindakan intoleran beberapa kelompok agama mainstream terhadap pihak atau kelompok minoritas belum tampak surut di bulan pembuka tahun 2011 ini. Gambaran faktual tersebut terekam dalam pemantauan liputan media cetak dalam isu keberagaman yang dilakukan tim Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) sepanjang Januari 2011. Media cetak yang dimonitoring selama periode ini adalah media mainstream yang terdiri dari The Jakarta Post, Kompas, Republika, Indo Pos, Media Indonesia, Rakyat Merdeka, Koran Tempo, Majalah Tempo, dan Majalah Gatra.
Isu Kebebasan Beragama Sepi dari Perhatian Media
Dalam beberapa hal, hasil monitoring tersebut mengkonfirmasi asumsi pihak-pihak yang selama ini merasakan keprihatinan terhadap media-media di negeri ini yang memberikan porsi sangat minim dalam memberitakan persoalan-persoalan seputar keberagaman dan, kalaupun meliput isu tersebut, cenderung bias. Dari hasil pantauan tim SEJUK, sepanjang Januari ini beberapa media cetak memang memberitakan situasi keberagaman, baik yang terjadi di Indonesia maupun dunia Internasional. Namun, beberapa kasus keberagaman seperti yang menimpa jemaat Ahmadiyah dan persidangan-peridangan kasus Gereja HKBP Ciketing, Bekasi, yang pada Januari ini digelar hampir di setiap hari Senin dan Kamis, tidak memperoleh tempat di media cetak. Hanya The Jakarta Post yang pada 31 Januari 2011 menurunkan berita tentang perusakan kantor sekretariat dan mesjid Ahmadiyah di Makassar, Sulawesi Selatan yang terjadi pada Sabtu, 29 Januari 2011.
Di bawah ini beberapa kasus yang diliput oleh media-media cetak yang dipantau tim SEJUK dan bagaimana mereka mengemasnya dalam berita. Koran Tempo, Rabu, 16 Januari 2011, memberitakan demonstrasi yang dilakukan oleh sekitar 20-an pemuda dari Gerakan Pemuda Islam yang menolak dan menuntut bubar konferensi bertema