“Ya, Pak. Kami ingin sekali merayakan Idul Adha di kampung halaman” harap Tohir (48), salah satu korban yang dulu mengalami luka sangat kritis dalam penyerangan terhadap warga Syiah Sampang 26 Agustus 2012. Hal itu ia sampaikan Selasa kemarin (8/10/2013) di kantor Media Group Kedoya, Jakarta Barat. Tohir dengan bahasa Indonesia yang tidak lancar merespon Abdul Kohar, Kepala Pemberitaan Media Indonesia, yang mencoba ikut meneguhkan semangat rekonsiliasi dan perdamaian yang tengah diupayakan masyarakat Sampang, seraya menanyakan kepada para juru islah dan korban perihal keinginan pengungsi di Rusunawa Sidoarjo di hari raya Idul Adha.
Para juru islah dan korban berkunjung ke kantor Media Group dan sebelumnya Kompas (3 Oktober 2013) dalam rangka menyosialisasikan upaya-upaya perdamaian untuk memulangkan para pengungsi Syiah Sampang ke kampung halamannya kepada para pekerja media. Oleh jajaran redaksi dan editor Media Indonesia, Metro TV, begitupun Kompas, kedatangan mereka disambut dengan hangat dan sepenuhnya mendukung inisiatif islah yang dibangun dari bawah ini.
Mohammad Bakir, Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas, berujar, “Saya ini orang Madura. Saya tidak mengerti mengapa sampai terjadi konflik Syiah dengan Sunni. Padahal selama ini kebiasaan beragama orang-orang NU di Madura menyatu dengan tradisi Syiah. Misalnya membaca Barzanji dan membuat bubur di bulan Syura (Tajin Syuro) sebagai bentuk penghormatan kepada Hasan & Husein, cucu Nabi Muhammad, yang dijadikan sebagai imam bagi mazhab Syiah.” Karena itulah Bakir memastikan bahwa Kompas akan terus mengawal islah sampai para pengungsi Syiah bisa kembali ke tanah kelahirannya.
Pada kesempatan yang sama KH. Nur Tamam, pimpinan Lembaga Persatuan Umat Islam (LPUI) Madura, memberikan penjelasan sejauh mana strategi dan kordinasi gerakan islah di masyarakat Sampang dilakukan, “Gerakan ini di bawah sepengetahuan dan instruksi Prof. Abdul A’la sebagai Ketua Tim Rekonsiliasi Sampang bentukan pemerintah. Jadi tidak benar kalau pemerintah Kabupaten Sampang dan Provinsi Jawa Timur menilai gerakan islah ini dianggap liar. Islah ini didasarkan pada kemauan dan kesadaran warga Sampang untuk menghentikan permusuhan. Mereka sudah kecapean saling benci satu sama lain. Mereka ingin kembali hidup damai.”
Sementara, Saningwar, salah satu juru islah dari Sampang, menegaskan dengan penuh optimis, baik ketika di Kompas maupun di Media Group, “Kalau hari ini juga pengungsi Syiah Sampang kembali ke kampung, dijamin akan diterima dengan baik oleh warga, tetangga-tetangganya, di Sampang, yang sebetulnya juga banyak yang satu kerabat, di antara mereka masih saudara.” Di sisi lain, pihak para pengungsi juga sudah dengan legowo memaafkan tetangga ataupun saudara-saudaranya yang dulu menyerang dan mengusir mereka. Sebab, bagi mereka kejadian ini sekadar salah paham yang kemudian dipanas-panasi pihak luar yang punya kepentingan. “Ini pak Tohir, sudah dengan sangat tulus memaafkan saudara-saudaranya yang dulunya menyerang dan mencelakainya,” Saningwar menambahkan.
“Semoga pemerintah pusat langsung turun tangan agar kami bisa segera pulang. Dan melalui islah ini kehidupan persaudaraan berikutnya menjadi berkah,” demikian Iklil Al-Milal, kakak Tajul Muluk, memerikan harapannya agar Media Group dan media-media lainnya bisa berhasil membuka hati pemimpin negeri ini, Presiden SBY. “Ke depannya, kami dan semua pihak di Sampang pun akan sama-sama mawas diri dan mengoreksi diri,” pungkasnya.
Pak Tohir, mewakili para pengungsi Syiah, terus berharap ada keajaiban untuk bisa merayakan Idul Adha di Kampung halamannya. Selama berada di Jakarta, bersama-sama juru islah ikhtiarnya untuk pulang dari pengungsian ia lakukan dengan mengunjungi Wantimpres (Albert Hasibuan), Jusuf Kalla (PMI), kediaman Said Aqil Siradj (Ketua Umum PBNU), serta ke Kompas dan Media Group. (Thowik SEJUK)
Sumber foto: Tribunnews.com