Kamis, Juli 3, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Pertahankan Tradisi Leluhur, Hidup Selaras Alam

by Redaksi
21/02/2014
in Uncategorized
Reading Time: 3min read
Share on FacebookShare on Twitter

 

Kehidupan Suku Uud Danum sangat terkait dengan hutan. Hutan adalah kantor sekaligus tempat ibadah bagi mereka. Karena itu kelestarian hutan sesuatu yang mutlak bagi suku yang masih mempertahankan kepercayaan Kaharingan itu.

HERIYANTO, Pontianak

BUKAN emas bukan pula berlian yang dianggap penting bagi masyarakat Suku Dayak Uud Danum di Kalimantan Barat, melainkan hutan belantara yang masih asri. Mengapa hutan sebegitu penting bagi mereka? Selama ini masyarakat Uud Danum memiliki hubungan erat dengan hutan. Hutan telah memberi banyak kemurahan. Mulai dari buah-buahan, binatang buruan, air, rotan, hingga bahan bangunan.

Sebagai ucapan terimakasih, masyarakat Uud Danum membalasnya dengan menjaga hutan dari berbagai gangguan. Perlindungan hutan ditandai dengan membangun hutan larangan atau dalam bahasa setempat disebut hurung haras himbak. Ini adalah hutan yang mereka jaga dan tidak boleh ditebang. ”Kami jaga hutan ini untuk melindungi makhluk hidup serta tumbuhan di dalamnya,” kata Rafael Syamsuddin, Ketua Paguyuban Uud Danum.

Di Kalimantan Barat, permukiman Uud Danum tersebar di Kecamatan Ambalau dan Serawai di Sintang serta di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Persebarannya kebanyakan mengikuti aliran sungai, seperti Sungai Embalau, Jengo Noi, Mentomoi, Serawai, Melawi. Sebelum memeluk agama yang diakui negara, masyarakat adat Uud Danum menganut kepercayaan Kaharingan. Kaharingan adalah religi suku atau kepercayaan tradisional suku Dayak. Istilah kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah Danum Kaharingan (air kehidupan). Maksudnya agama suku atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang hidup dan tumbuh secara turun-temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak di Kalimantan.

Antropolog dari Universitas Tanjungpura, Profesor Emeritus Syamsuni Arman Ph.D mengatakan, masyarakat Uud Danum menjalani kehidupan dengan mempedomani tatanan kehidupan yang terkandung dalam cerita ”Kolimoi” dan ”Tahtum”. Dalam kedua cerita ini para tokohnya memberi petunjuk atau keteladanan bagaimana bertingkah laku yang baik, berbicara yang baik, dan bekerja dengan baik. Perbuatan baik harus dikerjakan agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.

”Cerita Kolimoi dan Tahtum ini lantas mewujud menjadi norma-norma adat yang mengatur hubungan antara sesama. Selain itu lahir pula ritual adat untuk mendapat perlindungan dan berkah dari Tuhan,” jelas Syamsuni Arman. Masyarakat Uud Danum memiliki kebijakan lokal berkaitan dengan berbagai hal, mulai dari soal hutan, kehidupan liar, burung-burung, ikan, dan orangutan. Mengapa kebijakan lokal seperti ini ada di kalangan Uud Danum? “Kehidupan mereka sangat terkait dengan alam sekitarnya. Karena itu apa yang ada kaitannya dengan sumber hidup mereka harus diatur dalam kebijakan lokal ini,” ujar Syamsuni Arman.

Hutan larangan atau hurung haras himbak merupakan salah satu bentuk kebijakan lokal tersebut. Penjagaan hutan ini dilakukan agar hutan terus terjaga kelestariannya dan bisa terus dimanfaatkan.  Menurut Rafael, perlindungan hutan ini ditandai dengan membangun Tojahan atau tempat ibadah di dalam kawasan hutan larangan. Bentuknya berupa pondok kecil yang dilengkapi patung, tempat bebatuan, sesajian, dan lain-lain. Tojahan bernilai religius karena diyakini dijaga roh-roh halus yang dapat membantu manusia.

Misalnya di lokasi air terjun dan puncak perbukitan yang indah. Bisa juga di pinggir sungai yang menjadi sumber ikan dan binatang buruan. Atau pada lokasi yang menjadi sumber madu, damar, buah-buahan dan jamur. ”Kalau di situ ada tojahan, tak boleh itu masyarakat menebang pohonnya. Apalagi sampai merusaknya,” ujar Rafael.

Menurut Rafael ada timbal balik antara manusia dan keberadaan hutan. Jika hutan terjaga dengan baik, maka hutan akan memberikan banyak hal pada manusia. Namun sebaliknya jika hutan dibabat habis maka manusia pula yang akan menerima dampaknya. Selain hilangnya sumberdaya hutan, hilangnya hutan juga dipercaya akan menimbulkan bencana.

”Jika manusia menjaga hutan, maka manusia akan mendapatkan hasil dari alam. Jika manusia merusak alam, maka manusia juga akan menerima hasil berupa bencana,” kata Rafael.

Suku Uud Danum mempercayai kehidupan surgawi selain kehidupan duniawi. Mereka juga meyakini bahwa di lokasi tojahan  ada roh-roh baik yang bisa dimintai bantuan untuk menyampaikan permintaan mereka kepada Tuhan, yang dalam kepercayaan Uud Danum disebut Jahtak Mohotallak atau Tuhan yang Maha Esa. “Roh-roh itu adalah pembantu Tuhan. Merekalah yang menyampaikan permintaan kami pada Tuhan,” kata Rafael.

Tokoh masyarakat Uud Danum, Legak, mengungkapkan, berkenaan dengan kehidupan liar, ada tradisi di mana masyarakat tidak boleh membunuh satwa yang dagingnya pantang dimakan. Sebut saja primata sejenis kelempiau yang sangat berjasa dalam memberi tanda kepada manusia akan adanya bahaya dan terbitnya matahari pagi.

Sementara hewan yang bisa dimakan terbatas pada satwa buruan berupa babi hutan, rusa, kijang, dan kancil. Namun masyarakat dilarang memburunya secara berlebihan. “Secukupnya saja, sesuai kebutuhan,” kata Legak.

Kearifan dalam memanfaatkan alam juga tercermin dalam pengolahan ladang. Untuk menyuburkan tanah, masyarakat melakukan ladang berpindah dengan cara membiarkan bekas ladangnya selama 7-10 tahun agar menjadi hutan kembali. Setelah ladangnya menjadi hutan, barulah mereka menggarapnya kembali. ”Sistem ini  memberi kesempatan bagi alam untuk memulihkan diri,” katanya.

Upaya masyarakat menyuburkan tanah juga dilakukan dengan menanam berbagai jenis pohon seperti tengkawang, karet, dan lain-lain. Karena itu masyarakat Uud Danum memiliki banyak kebun yang berisi berbagai pepohonan. Namun kini, ada satu ancaman yang mengintai kelestarian wilayah Uud Danum. Yakni, derasnya investasi perkebunan kelapa sawit yang mengancam sumber daya alam di wilayah mereka. Mereka khawatir masuknya investasi skala besar ini akan merusak cagar budaya, pola hidup, serta kelestarian flora dan fauna yang erat hubungannya dengan budaya dan kehidupan mereka. (*)

 

 

Previous Post

Kaharingan dan Kepunahan Agama Nenek Moyang

Next Post

Ancaman Terbesar Datang dari Perkebunan Kelapa Sawit

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Hari Ini, Hari Perdamaian Internasional

Ancaman Terbesar Datang dari Perkebunan Kelapa Sawit

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotspace Privat Event Jakarta, Bukan Tindak Pidana!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In