Minggu, Juli 6, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Geger Pacinan, Angkat Sejarah Sekutu Tionghoa-Jawa yang Terlupakan

by Redaksi
21/05/2014
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Geger Pacinan, Angkat Sejarah Sekutu Tionghoa-Jawa yang Terlupakan
Share on FacebookShare on Twitter

 

Dok.Timlo.net/ Daryono
Bedah Buku “Geger Pacinan”. Dok. Timlo.net/Daryono

Solo — Persekutuan antara masyarakat Tionghoa dan Jawa selama ini sering dipinggirkan dari sejarah. Padahal, realitas koalisi masyarakat Tionghoa dengan Jawa menjadi kekuatan ampuh melawan penjajah pada abad 18, tepatnya era Kerajaan Mataram Kartasura.

Persekutuan Tionghoa dan Jawa yang tidak banyak terungkap itulah yang coba ditampilkan dalam Buku Geger Pacinan karya RM Daradjadi, seorang sejarawan otodidak yang juga Pembina Yayasan Suryosumirat, Mangkunegaran.

Buku tersebut dibedah di Balai Soedjatmoko, Minggu (15/12). Hadir dalam bedah buku itu, dua sejarawan yakni Andreas Susanto dan Didi Kwartanadi. Selain itu dalam bedah buku yang dimoderatori sejarawan muda Heri Priyatmoko itu, hadir pula penulis buku Geger Pacinan, RM Daradjadi.

Geger Pacinan, 1740-1743, berawal dari pembantaian masyarakat Tionghoa oleh VOC yang menelan korban 10.000 orang pada 1740. Jumlah korban yang sangat fantastis kala itu mengingat populasi warga Tionghoa saat itu berjumlah 15.000 orang. Terjadinya pembantaian itu kemudian membuat reaksi dan gejolak komunitas Tionghoa di luar Batavia yang saat itu tersebar di sepanjang Pulau Jawa.

Adalah Khe Pan Chiang, yang kemudian orang Jawa memanggilnya Khe Panjang, yang memimpin pasukan Tionghoa dari Batavia hingga ke Jawa Tengah. Di sepanjang perjalannya dari Batavia,  Khe Panjang mendapat dukungan komunitas-komunitas Tionghoa dalam menggelorakan perlawanan terhadap VOC.

Perjuangan Khe Panjang ini kemudian disambut Raja Kerajaan Mataram Kartasura waktu itu yakni Paku Buwana II (PB II). Koalisi warga Tionghoa yang  dengan masyarakat Jawa yang direpresentaskan PB II itu terbukti mampu menghancurkan benteng VOC di Semarang.

Namun, saat VOC mendatangkan pasukan tambahan dari Sulawesi Selatan, PB II kemudian merasa tidak yakin menang dan berbalik mendukung VOC. Kecewa dengan sikap PB II, laskar Tionghoa kemudian mengangkat Raden Mas Garendi, cucu Amangkurat III, menjadi Sunan Mataram dengan gelar Sunan Kuning.

Dari pelariannya di Ponorogo, PB II dengan bantuan VOC kemudian menyerang Sunan Kuning yang sudah bertahta di Kerajaan Kartasura. Atas serangan tersebut, Sunan Kuning akhirnya kalah dan hanya bertahta selama 6 bulan. Kemudian PB II kembali ke Kartasura dan memindahkan kerajaannya ke Surakarta yang saat ini menjadi Keraton Kasunanan Surakarta.

Meski kalah, laskar Tionghoa ternyata tidak menyerah. Dari penelusuran Daradjadi dibukunya itu, ditemukan banyak kelenteng di sepanjang Jawa Tengah yang berkaitan dengan laskar Khe Panjang. Diantaranya kelenteng Cu Hwie Kong di Rembang, kelenteng Tay Kak Sie di Semarang serta Kelenteng Tek Hay Kiong di Tegal.

Ditemui Timlo.net, usai bedah buku, Daradjadi mengatakan melalui buku tersebut, dirinya ingin menyampaikan pesan bahwa warga Tionghoa dan Jawa memiliki sejarah kebersamaan.

“Sejarah kebersamaan inilah yang harus kita pelihara,” ujarnya.

Sementara, Sejarawan Didi Kwartanadi mengungkapkan dalam sejarah nasional, koalisi antara Tionghoa dengan Jawa nyaris tidak pernah ditampilkan. Apa yang disampaikan Daradjadi dalam bukunya diharapkan dapat menjadi penyusunan sejarah nasional di kemudian hari.

 

Sumber:  http://www.timlo.net/baca/68719522754/geger-pacinan-angkat-sejarah-sekutu-tionghoa-jawa-yang-terlupakan/

Foto: Timlo.net by Daryono: Bedah Buku “Geger Pacinan”

 

 

 

Previous Post

GKR Hemas: Papua Ingin Perdamaian, bukan Penindasan

Next Post

GKR Hemas: Hormati Agama Lokal

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
GKR Hemas: Papua Ingin Perdamaian, bukan Penindasan

GKR Hemas: Hormati Agama Lokal

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotspace Privat Event Jakarta, Bukan Tindak Pidana!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperjuangkan Akses yang Setara untuk Perempuan Disabilitas lewat Anggaran yang Inklusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In