Membawa harmoni dalam keberagaman masyarakat merupakan semangat yang diusung SEJUK sejak semula lembaga ini didirikan. Melalui semangat itu pula muncul inisiatif untuk menerjemahkan buku “Reporting on Religion : A Primer on Journalism’s Best Beat” yang ditulis Diane Connolly dan diterbitkan oleh Religion Newswriters Association (RNA ) di Amerika pada 2006 silam. Buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul, “Mewartakan Agama: Panduan Peliputan Terbaik” ini diluncurkan SEJUK pada Jumat (17/10) di fx Sudirman, Jakarta. Acara yang dikerjasamakan dengan Friedrich Naumann Stiftung für die Freiheit (FNF) tersebut merupakan rangkaian dari “Pekan Kebebasan” atau “Freedom Week” yang digelar di 8 Negara Asia tempat kantor-kantor cabang FNF berdiri. Kehadiran buku ini dalam versi bahasa diharapkan bisa menjadi panduan bagi para jurnalis dalam meliput isu-isu yang berkaitan dengan agama secara tepat dan berimbang.
Peluncuran buku tersebut menghadirkan Dewan Eksekutif The International Association of Religion Journalists (IARJ) Endy M. Bayuni , Komisioner Komnas Perempuan Masruchah, dan Yoseph Adi Prasetyo dari Dewan Pers sebagai pembicara. Pada kesempatan tersebut Yoseph atau yang biasa disapa Stanley menerangkan bahwa terdapat lebih dari 700 pengaduan disampaikan kepada Dewan Pers terkait dengan pemberitaan yang menyinggung persoalan SARA. Stanley menyatakan bahwa fenomena ini menunjukkan kualitas pemberitaan media kita yang tidak begitu menggembirakan dalam meliput berbagai kasus terkait agama. Sementara itu Endy Bayuni menyatakan bahwa buku ini sangat penting untuk memberikan contoh positif perihal peliputan isu-isu keberagaman agama. Selain itu, buku ini juga semestinya dijadikan panduan bukan hanya untuk para jurnalis tetapi juga untuk seluruh jajaran redaksi. Karena, dalam pandangan Endy, selama ini kekurangan para jurnalis dalam meliput isu-isu agama adalah perspektif keberagaman yang belum terbangun secara kokoh dalam diri mereka dan juga dalam pribadi para petinggi redaksi. Akibatnya, pemberitaan seputar agama seringkali berdampak negatif terhadap harmoni di masyarakat. Kapasitas buku ini yang bukan hanya memberikan perspektif yang berkeadilan tetapi juga menjabarkan teknik-teknik peliputan yang “benar” menjadikannya penting untuk dibaca oleh para jurnalis dan para awak media.
Pada kesempatan yang sama SEJUK juga menggelar pameran karya-karya foto essai terbaik dalam Lomba Foto Essai dengan tema “Freedom in Harmony” yang sebelumnya diadakan SEJUK untuk mahasiswa-mahasiswa di seluruh Indonesia. Pemenang pertama lomba tersebut adalah Dyan Cahyaningtyas, mahasiswi dari Universitas Terbuka Surabaya yang memotret harmoni keberagaman di lingkungan pemakaman almarhum Gusdur. Sementara juara ke-2 diraih oleh Riska Hasnawaty dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan juara ke-3 dimenangkan oleh Dieqy Hasbi Widhana dari Universitas Jember. Selain ketiga pemenang tersebut, lomba ini juga memberikan apresiasi kepada 5 peserta dengan karya yang dinilai inspiring dan lekat dengan harmoni dalam keberagaman masyarakat. Lima pemenang terbaik tersebut adalah: Hamdani Alif dan Ghafuur Eka Ferianto (keduanya mahasiswa Universitas Brawijaya Malang), Djonet Sugiarto mahasiswa Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, Muhamad Mizanul Haq mahasiswa Universitas Hasanudin Makassar dan Firmansyah mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Erik Prasetya selaku juri untuk kompetisi ini berpandangan bahwa karya-karya mereka yang masuk sebagai delapan terbaik dapat menjadi coñtoh karya fotografi yang bagus dalam memotret “Freedom in Harmony” di masyarakat. “Kita patut mengapresiasi para parafotografer muda yang telah berhasil melampaui kegagapannya dalam memotret tema yang masih belum populer di dalam dunia fotografi ini,” demikian disampaikan Erik dalam kurasinya untuk pameran foto para pemenang. Dalam pameran yang digelar selama tiga hari (17-19/10) di lantai 3 gedung fx tersebut ditampilkan juga karya-karya para jurnalis foto yang disertakan dalam ajang Diversity Awards SEJUK bulan Mei lalu. [Evi/SEJUK]