Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang bertato dan merokok, menjadi pemberitaan hangat di media. Banyak media mengupas sisi personalitas Menteri Susi ketimbang segudang prestasi yang dimiliki perempuan pemilik Susi Air ini.
Komisioner Komnas Perempuan Neng Dara Affiah menilai cara media mengekspos sisi personal Susi merupakan wujud dari maskulinitas media yang masih dihidupi oleh cara pandang patriarkal. Neng Dara yakin bahwa persoalan rokok dan tatoo, tidak akan menjadi sorotan yang demikian hebohnya bila itu dilakukan oleh menteri laki-laki.
Sementara itu, pemipin redaksi Jurnal Perempuan Dewi Candraningrum menilai pemberitaan bernada patriakial terhadap menteri Susi sebagai efek dari politik bahasa. Menurut Dewi, Tatoo memiliki konteks pemakaian yang berbeda-beda. Secara kultural misalnya, tradisi tatoo masih berlaku pada masyarakat Papua dan Irian. Dewi juga menyinggung tatoo yang dipakai ibu-ibu pejabat pada alis mereka.
“Jadi, tatoo seperti apa yang dianggap tidak baik? Dan kalaupun tidak baik, lantas mengapa?” Tanya dewi. Menurut dewi, tatoo ini bukanlah persoalan yang berkaitan dengan posisi dan fungsi seseorang dalam pemerintahan.
Dewi juga mengaku senang Menteri Susi menjadi media darling. Menurutnya, sosok Susi Pudjiastuti bisa memupus mitos mengenai perempuan baik-baik yang selama ini dimaknai oleh sebagian besar masyarakat. “Kini kita bukan sekedar mengenal perempuan baik-baik, melainkan perempuan dengan kinerja yang baik !” tegasnya ! [Evi/SEJUK]
Editor: Budhi Kurniawan