Kamis, Juli 3, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Kisah Miris Pengungsi Syiah Sampang Sambut Ramadan

by Redaksi
23/06/2015
in Uncategorized
Reading Time: 3min read
Kisah Miris Pengungsi Syiah Sampang Sambut Ramadan
Share on FacebookShare on Twitter

Fully Syafi

TEMPO.CO, Sidoarjo – Rumah susun berlantai lima di Puspo Agra, Sidoarjo, Jawa Timur, pagi itu tampak sepi. Puluhan sepeda ontel dan sepeda motor terparkir rapi di halaman depan. Sepintas hanya terlihat dua-tiga bocah berlarian.

Keadaan sama terlihat di bagian dalam. Kamar-kamar di setiap lantai pada umumnya tertutup rapat. Hanya belasan dari puluhan kamar yang terbuka. Sesekali terlihat satu dua perempuan keluar, menyapu di depan kamar.

“Ya kayak gini keadaannya kalau puasa,” kata Muhammad Zeini, 24 tahun, saat menemani Tempo berkunjung ke tempat pengungsi Syiah Sampang, Jumat, 19 Juni 2015. Zeini tak lain adalah satu dari ratusan pengungsi.

Didampingi Tajul Muluk, pemimpin Syiah Sampang yang baru dua hari ini berada di tempat pengungsian, Zeini mengatakan tak ada kegiatan khusus dalam menyambut bulan suci Ramadan tahun ini. “Seperti biasanya saja.”

Zeini mencontohkan kegiatan Ramadan yang biasa dilakukan adalah salat berjemaah, tarawih, dan tadarus. “Kalau yang tua solat di rusun. Tapi kalau perempuan muda dan laki-laki solat berjamaah di masjid,” kata dia.

Tak jauh dari rusun, sekitar 50 meter, berdiri sebuah masjid. Selama ini pengungsi memanfaatkan masjid tersebut untuk beribadah. “Kami salat berjamaah bareng dengan warga,” kata pemuda yang mengaku tengah menyelesaikan kuliah di Malang ini.

Tak lama kemudian, saat matahari semakin meninggi, satu per per satu kamar terbuka. Ratusan pengungsi mulai keluar beraktivitas. Perempuan sibuk menjemur pakaian. Para suami dan pemuda lajang berkumpul bersama di lantai dasar sembari melihat bocah-bocah bermain.

Di rusun ini tercatat ada 315 jiwa dari 74 keluarga. Mereka termasuk anak-anak pengungsi yang belajar atau nyantri di pesantren di Jepara, Jawa Tengah, dan Bangil, Pasuruan. “Saat ini anak-anak pada pulang semua,” kata dia.

Memasuki bulan suci Ramadan, pengungsi mengeluhkan besaran jaminan hidup (jadup) bulanan dari pemerintah sebesar Rp 709.000 per jiwa. “Semua kebutuhan pokok naik semua saat puasa dan jelang Lebaran.”

Untuk sehari-hari pengungsi merasa uang itu belum cukup untuk hidup layak. Demi menambah penghasilan, sebagian pengungsi bekerja mengupas kulit kelapa di pasar terdekat. Penghasilan pun tak menentu, maksimal Rp 50 ribu.

Sampai hari kedua Ramadan, di luar bantuan uang jaminan hidup, tak ada bantuan dari pemerintah ataupun dari warga sekitar untuk pengungsi. “Takjil pun nggak ada,” keluh Zeini.

Tajul Muluk, yang awalnya hanya mendengarkan obrolan kami, akhirnya angkat bicara. Dia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan kasus Sampang. Tajul memberikan contoh keseriusan pemerintah dalam memperlakukan pengungsi Rohingnya. “Pemerintah saja bisa memenuhi kebutuhan pengungsi dari luar, tapi bagaimana dengan kami (pengungsi Syiah Sampang),” kata Tajul.

Karena itu Tajul berharap kepada pemerintahan Presiden Jokowi agar segera memulangkan pengungsi Syiah ke kampung halamannya masing-masing. “Di sini memang aman, tapi di sini bukan tanah kelahiran kami,” kata Tajul.

Tajul juga meminta kepada pemerintah agar benar-benar menegakkan hukum. “Tanpa pandang bulu. Setiap warga negara berhak hidup termasuk di kampung asalnya,” terangnya.

Pengungsi Syiah Sampang sudah sejak dua tahun ini berada di Rusun Puspa Agro, terhitung per 20 Juni 2013. Sebelumnya mereka tinggal di GOR Sampang selama sembilan bulan. Bila mereka tidak dipulangkan, Lebaran tahun ini menjadi Lebaran ketiga yang pengungsi Syiah Sampang rayakan di Rusun Puspa Agro. [NUR HADI]

Tags: Headline
Previous Post

Dua tahun berlalu, komunitas Syiah yang terusir paksa masih dalam situasi tak pasti

Next Post

Rancangan UU Perlindungan Umat Beragama: Jalan Keluar atau Sumber Masalah Baru?

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Pemberitaan Janggal Okezone tentang Permintaan Maaf Menteri Agama

Rancangan UU Perlindungan Umat Beragama: Jalan Keluar atau Sumber Masalah Baru?

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotspace Privat Event Jakarta, Bukan Tindak Pidana!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In