Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas) audiensi di Komnas Perempuan (22/4/2016)
Pemkab dan FKUB Aceh Singkil Sumber Intoleransi
Kamis 21 April 2016 Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Aceh Singkil menjatuhi hukuman terhadap Hotma Uli Natanael Tumangger alias Wahid Tumangger 6 (enam) tahun penjara atas perbuatan yang tidak dilakukannya.
Kendati dalam persidangan tidak pernah dihadirkan satu pun alat bukti seperti senjata atau proyektil peluru yang membuktikan Wahid Tumangger melakukan perbuatan yang dituduhkan terhadapnya, vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Singkil itu sama dengan tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum. Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua As’ad Rahim Lubis,SH.MH tidak mempertimbangkan blokade dan rentetan tembakan TNI yang membuat kedua kubu (kelompok penyerang dan jemaat gereja Aceh Singkil) mundur, ketika massa hendak melakukan pembakaran dan perusakan gereja GKPPD Dangguran pada 13 Oktober 2015.
Sementara itu, sehari sebelumnya, Rabu 20 April 2016, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh Singkil menyampaikan kepada 13 panitia pendirian rumah ibadah bahwa proses perijinan pembangunan gereja-gereja di Aceh Singkil sebelumnya tidak berlaku dan harus kembali mengulang dari awal. Dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya, pihak FKUB dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil terus berubah-ubah kebijakannya dalam mempersulit panitia pendirian rumah ibadah Aceh Singkil mengurus perijinan.
Ketentuan-ketentuan yang sengaja menyulitkan 13 panitia pendirian rumah ibadah di antaranya jumlah tanda tangan yang bertambah dari ketentuan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) tentang Pendirian Rumah Ibadah; keharusan mendapat persetujuan dan rekomendasi tidak saja dari kecik (lurah atau kepala desa), camat, bupati, MPU dan FKUB tetapi juga KUA, BPN dan PU yang sama sekali tidak relevan; dan jumlah gereja yang diminta mengurus perijinan dari 13 gereja menjadi 8 dan menyusut menjadi 5 kemudian bisa berubah lagi jumlahnya, tinggal 4.
Dalam dunia pendidikan, setelah laporan Kado Paskah dari Aceh untuk Anies Baswedan yang dipublikasi www.sejuk.org (26/3/2016), Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama Aceh Singkil belum banyak menghapus praktik-praktik diskriminasi terhadap peserta didik yang harus mengikuti pelajaran agama Islam.
Selama ini, semua peserta didik di Aceh Singkil, baik yang Muslim maupun non-Muslim harus mengikuti pelajaran agama Islam, baca tulis Arab dan al-Quran agar bisa naik kelas dan lulus sekolah. Hal tersebut bisa dibuktikan dari rapot dan ijazah siswa-siswi yang bersekolah di Aceh Singkil. Karena itu pula, sudah berpuluh-puluh tahun sejak Indonesia merdeka, tidak ada guru pelajaran agama Kristen yang mengajar Pelajaran Agama Kristen untuk peserta didik yang beragama Kristen.
Padahal, jika menilik kehidupan sehari-hari masyarakat di Aceh Singkil cukup harmonis meskipun berbeda agama. Selain karena gereja atau undung-undung yang digunakan beribadah didirikan di wilayah yang mayoritas warganya beragama Kristen dan Katolik, banyak pula di antara penduduk Aceh Singkil yang beragama Kristen atau Katolik masih ada hubungan keluarga atau saudara dengan yang beragama Islam.
Tetapi, kebijakan-kebijakan diskriminatif dan restriktif Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil, baik dalam hal pemberian ijin rumah ibadah maupun pendidikan agama bagi peserta didik di sekolah-sekolah negeri di Aceh Singkil, justru menunjukkan ketidakpedulian dan ketidakpatuhan Pemkab Aceh Singkil dan Pemerintah Pusat yang berkewajiban dalam menciptakan perdamaian di Aceh Singkil dan menjamin hak-hak setiap warga negaranya untuk bebas, aman dan nyaman menjalankan agama dan mendirikan rumah ibadah.
Mengacu pada pertimbangan-pertimbangan di atas itulah Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas) dan Posko Kemanusiaan Lintas Iman menyatakan:
- Menuntut peradilan yang adil dan independen untuk Wahid Tumangger;
- Menuntut Komisi Yudisial mengusut Majelis Hakim PN Singkil yang terlibat dalam proses pengadilan terhadap Wahid Tumangger secara tidak independen sehingga memberikan keputusan hukum yang tidak adil;
- Bersama dengan tim hukum PGI akan melakukan banding atas putusan pengadilan terhadap Wahid Tumangger yang dinilai tidak memenuhi unsur keadilan;
- Menuntut Pemerintah Pusat cq Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama melalui Pemerintah Daerah memfasilitasi pemberian ijin pendirian gereja di Kabupaten Singkil;
- Menuntut Kementerian Agama Pusat hingga Aceh Singkil untuk menghapus kebijakan diskriminasi pendidikan agama di seluruh sekolah atau satuan pendidikan Aceh Singkil;
- Menuntut Kementerian Agama Pusat hingga Aceh Singkil untuk menyediakan guru pelajaran agama non-Muslim untuk peserta didik non-Muslim di seluruh sekolah atau satuan pendidikan Aceh Singkil;
- Mengajak publik secara luas dan masyarakat Aceh Singkil secara khusus untuk senantiasa membangun kehidupan yang harmonis dan saling menghargai perbedaan agama dan keyakinan di Aceh Singkil.
Jakarta, Jumat 22 April 2016
Forcidas, Aceh Singkil
Posko Kemanusiaan Lintas Iman
Kontak:
- Ketua Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas) Boas Tumangger 082276939999/082364029999
- Tokoh masyarakat Muslim Kecamatan Suro, Aceh Singkil, Ramli Manik 082122747164
- Ketua Komnas HAM M. Imdadun Rahmat 08159548906
- Penasihat Hukum Wahid Tumangger Jhony Nelson Simanjutak 08122650690/081218989854
- Posko Kemanusiaan Lintas Iman: Ilma Sovri Yanti 087838703730 dan Woro Wahyuningtyas 085292223747
- Sekretaris Eksekutif Bidang Perdamaian dan Keadilan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Henrek Lokra 081315757709