Kamis, Juni 19, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

LGBT dan Grasak-Grusuk Grindr

by Redaksi
04/10/2016
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
LGBT dan Grasak-Grusuk Grindr
Share on FacebookShare on Twitter

rio-cover

Oleh: Rio Tuasikal

Niat pemerintah untuk memblokir aplikasi kencan Grindr mulai berbuah aksi. Jumat (30/10/2016) lalu, teman saya yang gay mengatakan sudah tidak bisa mengakses aplikasi tersebut. Dari dia pula, saya mengetahui bahwa pihak Grindr telah memikirkan upaya pemerintah itu, dan menganjurkan penggunanya memakai VPN untuk mengakses Grindr lewat server lain.

Teman saya menyatakan komunitas LGBT tidaklah bodoh. Bahwa mereka akan selalu menemukan cara untuk tetap berkomunikasi dengan sesama, baik itu lewat Grindr, Blued, Hornet, dan aplikasi sejenisnya.

Memang bagus kalau komunitas LGBT bisa tetap terhubung dan menjadi dirinya sendiri. Tapi ini bukan soal seberapa internet-savvy seorang gay untuk mengakses aplikasi itu. Bukan soal seberapa solid komunitas LGBT akan mencari jalan keluar. Bukan soal VPN. Masalah sebenarnya adalah pemerintah melakukan sensor dunia maya, diperparah dengan bias terhadap warganya.

Dalam hemat saya, pemerintah melakukan 3 kekeliruan ketika memblokir Grindr. Kesalahan pemerintah ini adalah melanggar kebebasan sipil, salah sasaran, dan menerapkan standar ganda.

Sebuah negara demokrasi, yang menghormati kebebasan sipil dan wilayah privat, tidak berhak membatasi sebuah aplikasi kencan. Romantika adalah urusan warga, bukan urusan negara. Terlepas dari apapun yang dilakukan warga dalam aplikasi itu, dari cari teman sampai jual produk, biarkan jadi urusan warga. Kewajiban negara adalah membenahi urusan publik: menghapus kemiskinan, memberantas korupsi, mengurangi macet. Mohon dicatat, warga tidaklah membayar pajak supaya aparatur mengurusi kencan, moral, atau selangkangan.

Hal kedua adalah pemerintah menggunakan jalan pintas memblokir aplikasi kencan demi apa yang disebut “memberantas prostitusi anak”. Pemblokiran ini sebenarnya tidak menyelesaikan masalah. Sebab prostitusi anak bisa dilakukan lewat aplikasi apa saja –mau Facebook, Twitter, Grindr, Blogger, Whatsapp, Friendster, atau fax sekalipun. Ibarat pisau yang bisa digunakan untuk banyak hal, kalaulah ada yang menggunakannya untuk membunuh, apa kita harus melenyapkannya dari seluruh dunia? Tidak.

Kesalahan ketiga menurut saya merupakan pangkal masalahnya: bias negara. Pemerintah–memang sudah sejak di dalam pikiran–memandang LGBT sebagai suatu penyakit dan salah. Padahal, WHO telah mencoret homoseksualitas dari daftar penyakit jiwa sejak 1990,  juga Kemenkes melakukan hal yang sama terhadap PPDGJ III sejak 1993.

Di samping itu, kita semua tahu, sejumlah kasus prostitusi anak dilakukan juga oleh orang heteroseksual. Artinya, tak ada hubungan prostitusi dengan orientasi seks. Mau homoseksual atau heteroseksual, prostitusi anak adalah prostitusi anak. Pemerintah seharusnya hanya memakai seragam kedinasan mereka dan meninggalkan jaket moralnya di rumah. Satu-satunya alat yang harus digunakan pemerintah adalah hukum, bukan dasar suka tidak suka.

Pemblokiran Grindr dan jajaran aplikasi lainnya menunjukkan kemalasan pemerintah dalam mengurai akar utama prostitusi anak. Akhirnya pemerintah hanya menjadikan Grindr sebagai kambing hitam, dan LGBT sebagai musuh bersama. Sedih melihat pemerintah berlindung di bawah ketiak moral hanya untuk menutupi fakta bahwa dia tidak becus mengurusi tata negara.

*Penulis adalah penerima fellowship “Better Journalism for LGBTI” dari AJI-UNDP

Tags: #Homoseksual#Kebebasan#LGBThighlight
Previous Post

NU ANZ Kecam Senator Australia yang Meminta Hentikan Kehadiran Imigran Muslim

Next Post

Ceramah Karlina Supelli Berpikir dan Bertindak Masuk Akal

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post

Ceramah Karlina Supelli Berpikir dan Bertindak Masuk Akal

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In