Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid mengungkapkan bahwa perempuan lebih bersedia tidak radikal oleh karena jumlah perempuan yang intoleran lebih sedikit dari laki-laki.
Hal tersebut ia sampaikan dalam peluncuran Laporan Survei Nasional: ‘Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslim Indonesia dan Halaqah Perempuan untuk Perdamaian’ yang digelar di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan Senin (29/1/2018) siang.
“Kecenderungan intoleran di kalangan perempuan, 55 persen perempuan yang intoleran lebih sedikit dibanding laki-laki yang mencapai 59,2 persen” papar Yenny mengacu pada temuan survei yang dikerjasamakan Wahid Foundation dengan UN Women dan dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Perempuan cenderung bersikap moderat ketika dihadapkan dengan pertanyaan survei seputar pandangan konservatif tentang gender. Secara umum masih terdapat pro dan kontra terhadap beberapa pandangan yang terkait dengan konservatisme gender, misalnya pandangan mengenai laki-laki boleh poligami dan istri harus taat pada suami. Data menunjukkan bahwa sebanyak 83,3 persen perempuan bersikap moderat terhadap konservatisme gender dan 73,4 persen perempuan bersikap moderat terhadap pernyataan bias gender.
Fakta-fakta lain yang juga dipaparkan dalam diskusi ini adalah potensi toleransi dan intoleransi terhadap kelompok yang disukai dan tidak disukai. Mayoritas laki-laki dan perempuan bersikap intoleran terhadap kelompok yang tidak disukai. Dibanding tahun 2016 angka intoleransi meningkat dari 66,0 menjadi 69,3. Kendati demikian, dukungan terhadap gerakan anti-radikal yang tidak berempati terhadap radikalisme cenderung masih mendominasi hasil survei yaitu sebesar 54,1 persen.
Selain Yenny, turut hadir dalam kesempatan ini Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Puan Maharani, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembesie dan Ketua UN Women Sabine Machl.
Bagi Yenny, perempuan jauh lebih memberikan ruang pada pandangan dan sikap toleran. Sehingga, perjuangan perempuan dalam menciptakan perdamaian bukanlah perjuangan kita saja (para aktivis), tetapi perjuangan perempuan Indonesia. Optimisme tersebut merupakan potret dari temuan survei nasional yang dilaksanakan dengan melibatkan 1.500 responden laki-laki dan perempuan di 34 Provinsi di Indonesia serta 1.200 responden khusus perempuan.
“Survei ini menghasilkan dua temuan penting. Pertama, peran perempuan merupakan aktor strategis dalam upaya penguatan toleransi dan perdamaian. Kedua, penguatan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan agenda strategis dalam upaya penguatan toleransi dan perdamaian di kalangan perempuan,” tegas Yenny.[]
Penulis: Felicia
Editor: Thowik