Rabu, Juli 2, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Gender dan seksual

PEREMPUAN TERORIS: PELAKU ATAU KORBAN?

by Thowik SEJUK
12/01/2019
in Gender dan seksual
Reading Time: 2min read
PEREMPUAN TERORIS: PELAKU ATAU KORBAN?
Share on FacebookShare on Twitter

Prof. Musdah Mulia mengungkapkan penyebab perempuan terjerumus dalam gerakan terorisme karena rendahnya kesadaran literasi. Sehingga perempuan dengan mudah terbelenggu dalam indoktrinasi.

Konsep sami’na wa-atha’na, sambung Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, menjadikan perempuan begitu saja mematuhi doktrin-doktrin terorisme tanpa sedikitpun sikap kritis.

“(Dalam ajaran mereka) perempuan tidak boleh keluar rumah, tapi untuk terorisme perempuan keluar rumah,” ujar Musdah membeberkan inkonsistensi yang diterima begitu saja oleh perempuan.

Berbagai problem sosial yang terkait dalam terorisme dan penting sekali diakhiri adalah perkawinan anak, poligami dan rendahnya kesehatan reproduksi yang ditanamkan di kalangan mereka.

Hal tersebut disampaikan Musdah Mulia dalam peluncuran dan diskusi buku “Perempuan dan Terorisme: Kisah Perempuan dalam Kejahatan Terorisme” karya Leebarty Taskarina di Gramedia Matraman, Jakarta (12/1/2019).

Buku ini menawarkan perspektif yang berbeda tentang perempuan yang terlibat dalam aksi dan jaringan terorisme. Bagi Leebarty perempuan adalah korban, bukan pelaku.

“Mereka tidak sadar bahwa dirinya adalah korban,” kata Leebarty.

Leebarty Taskarina (tengah), Prof. Musdah Mulia, dan Didik Novi Rahmanto (paling kanan)

Perempuan terseret dalam terorisme karena suaminya. Konsep sami’na wa-atha’na memaksa perempuan hanya mematuhi suaminya. Mereka mengikuti saja perintah suaminya, ditinggal pergi, diminta pindah dari satu rumah ke rumah lainnya.

“Awalnya tidak menyesal menjadi mujahidah. Sebab ibu adalah madrasatul ‘ula, mengajarkan anak-anak menjadi mujahid” paparnya mencatut salah satu kisah dalam bukunya.

Sementara di masyarakat mereka mendapat stigma sebagai istri buronan, DPO terorisme. Masyarakat kemudian menganggapnya sebagai perempuan teroris. Padahal, lanjut Leebarty, mereka menjadi teroris adalah dampak dari suami saja.

Cara pandang baru Leebarty tentang perempuan dalam pusaran terorisme sebagai korban, bukan pelaku, diapresiasi Kepala Satgas Penindakan BNPT, AKBP Didik Novi Rahmanto. Meskipun dalam perspektif hukum adalah pelaku, tetapi jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas dan menyeluruh dalam penanggulangan terorisme, perempuan yang terlibat dalam terorisme adalah korban.

Meski dalam beberapa kasus, sambung Didik, perempuan tidak hanya sebagai pendukung, tapi terlibat langsung, kombatan, patroli sampai mengeksekusi tahanan. Namun begitu, mereka “dikorbankan.” Sejak ISIS, perempuan dilibatkan agar berada di garis depan terorisme.

Untuk itu, Didik menjelaskan langkah yang ditempuh BNPT, penanggulangan atau pencegahan terhadap perempuan dilakukan dengan mengembalikan perempuan yang terlibat terorisme ke masyarakat. Harus ada proses “detoks” agar mereka keluar dari zona kumparan terorisme.

“Perempuan menjadi teroris karena dampak dari narasi-narasi kekerasan,” ujar Didik. [ ]

Tags: #BNPT#ISIS#LeebartyTaskarina#MusdahMulia#PerempuanDanTerorisme#TerorismeDidikNoviRahmanto
Previous Post

Kontroversi artis VA, Komnas Perempuan: Media jangan eksploitasi perempuan yang dilacurkan

Next Post

Menggereja bersama LGBT

Thowik SEJUK

Thowik SEJUK

Related Posts

Jangan Biarkan PPHAM Berjuang dalam Ancaman

Jangan Biarkan PPHAM Berjuang dalam Ancaman

23/05/2025
Perempuan, 16HAKTP

Peringati 16HAKTP, Aliansi Perempuan Indonesia Melakukan Aksi Menggugat Negara

25/11/2024
Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

16/09/2024
Transgender

Merayakan Pride Month Merayakan Diri Sendiri

03/09/2024
Next Post

PENGURUS

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In