Saripati khotbah Pdt. Stephen Suleeman MA., dalam Ibadah Minggu Advent IV yang merujuk Mikha 5:2-5a. Khotbah disampaikan Pdt. Stephen Suleeman pada 23 Desember 2018 di Gereja Komunitas Anugerah (GKA), Jakarta, dengan melibatkan kalangan LGBT.
Ini merupakan ikhtiar agar gereja bisa menerima dan ikut bergumul dalam berbagai tantangan kemanusiaan yang dihadapi LGBT.
I.
Firman Tuhan yang disampaikan pada Nabi Mikha ketika Israel mengalami krisis adalah upaya Mikha memberi peringatan pada Israel bahwa mereka akan dihancurkan.
Israel pun kemudian dikalahkan dan dibuang ke Babilonia.
Lalu, Nabi Mikha mengabarkan tentang seorang perempuan yang akan melahirkan bayi yang kelak bertindak melepaskan mereka, Israel, dari penjajahan. Sang bayi akan mematahkan Asyur dan mengembalikan Israel dari pembuangan.
II.
Kata-kata para Nabi dari Perjanjian Lama membangkitkan negara-negara Amerika Latin pada praksis “teologi pembebasan”. Mereka terinspirasi bagaimana Allah selalu berpihak pada orang-orang tertindas, termarginalkan.
Ini pula yang kemudian menginspirasi orang-orang kulit hitam pada “teologi hitam”, karena mereka mengalami penindasan dari orang-orang kulit putih. Di sana muncul Martin Luther King Jr berjuang untuk kesetaraan dan hak-hak warga kulit hitam. Obama pun menjadi presiden kulit hitam pertama di Amerika. Tentu saja, teologi hitam belum selesai.
Sebelumnya juga muncul gerakan perempuan. Sehingga, tahun 1920 gerakan perempuan di Amerika dan Eropa mendapatkan hak sosial dan politik: perempuan punya hak pilih.
III.
1970-an baru muncul teologi feminis: perempuan setara dengan lelaki. Setelah itu muncul teologi feminis kulit hitam. Di Asia muncul teologi dalit.
Peradaban berkembang lebih manusiawi. Orang-orang disabilitas di luar negeri diperhatikan. Pemerintah memberikan fasilitas, seperti orang-orang buta (netra) kini bisa ikut menonton.
IV.
Apakah nubuat Mikha sampai Indonesia?
Di sini, disabilitas disembunyikan (keluarganya). Gedung, transportasi serta fasilitas publik lainnya belum bisa diakses secara mudah.
LGBT?
Kampus-kampus di Indonesia harus bebas dari LGBT! Kalaupun LGBT diterima di gereja, paling diletakkan di tengah jemaat. Tidak bisa aktif menjadi majelis gereja, apalagi menjadi pendeta.
Tidak ada gereja di Indonesia yang mau belajar dari pesan Nabi Mikha dan perkembangan peradaban manusia. Di luar negeri, misalnya di Amerika, banyak gereja yang memperjuangkan hak-hak LGBTIQ plus. Gereja ikut melawan homofobia.
Maka dari itu, mari bersama meresapi dan mengamalkan nubuat Nabi Mikha untuk Indonesia dan dunia yang lebih ramah menghadirkan syalom Allah. []