“Sudah saatnya disabilitas mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dengan warga yang lain. Jadi, ketersediaan rumah sakit (RS) inklusi adalah keharusan,” ujar aktivis dan pendamping isu anak dan disabilitas Ilma Sovry Yanti.
Ilma juga mendorong agar melalui tata kelola RS inklusi mampu memberikan dukungan bagi pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam mengakss pelayanan kesehatan dan peningkatan sumber daya manusia-manusia Indonesia. Hal tersebut ia sampaikan dalam webinar peluncuran buku “Menjadi Rumah Sakit Inklusi” (15/10).
Acara yang menghadirkan para penyusun buku Menjadi Rumah Sakit Inklusi yang di antaranya Verdina Puspita Rani, S.Psi, Slamet Thohari, Ilma Sovri Yanti, Sunarman Sukamto, dan Rita Hudmani Panggabean ini bertujuan untuk menyosialisasikan buku yang memberikan panduan bagi pelayanan kesehatan yang inklusif di seluruh RS di Indonesia.
Buku yang merupakan kerja bersama disabilitas dengan nondisabilitas ini, lanjut Ilma, diterbitkan oleh Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia (PELKESI). Beriringan dengan proses penyusunan buku ini, sambung perempuan yang merupakan inisiator program Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD), tengah dilakukan juga uji coba pada empat rumah sakit anggota PELKESI, yakni RS. HKBP Balige, Sumatera Utara, RS. Imanuel Bandung, RS. Kristen Lende Moripa Sumatera Barat, dan RS. Woodward, Palu, Sulawesi Tengah. Keempat rumah sakit ini akan menjadi contoh atau miniatur penerapan pelayanan kesehatan yang “aksesibel,” ramah dengan ragam disabilitas sesuai dengan kondisi masing-masing rumah sakitnya.
Dosen Universitas Brawijaya, Malang, Slamet Thohari sangat berharap agar RS dan tenaga kesehatan bisa lebih sadar untuk tidak melakukan diskriminasi dan pengabaian akses kesehatan bagi disabilitas.
“Buku ini menjadi panduan bagi rumah sakit seluruh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan yang nondiskriminatif, sehingga mengurangi gap yang selama ini terus terjadi antara disabilitas dengan warga nondisabilitas lainnya,” ungkap pria disabilitas yang kini duduk sebagai Ketua Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN).
Bagian pertama dari buku yang terdiri dari 5 bab ini, menurut keterangan pria yang akrab disapa Amex, memberikan semacam kerangka berpikir dan perspektif umum sebelum membahas tentang rumah sakit dan layanannya.
Bab kedua, lanjut Slamet Thohari, berisi gambaran dasar yang lebih spesifik tentang landasan ide dan gagasan rumah sakit inklusi, termasuk pemaparan riset Indonesian Corruption Watch (ICW) yang memberikan gambaran kondisi rumah sakit di Indonesia.
Bab tiga berisi paparan secara rinci tentang langkah-langkah penting yang bisa menjadi rujukan pihak RS ketika hendak menerapkan pelayanan inklusif dan secara bertahap mewujudkan rumah sakit inklusi. Secara komprehensif bab ini menjelaskan standar pelayanan, mulai dari akses ke RS, hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, manajemen komunikasi efektif, sasaran keselamatan pasien, manajemen fasilitas dan keselamatan pasien, hingga pelayanan dan asuhan pasien.
Sedangkan bab keempat memaparkan langkah Pelkesi yang telah mengupayakan implementasi rumah sakit inklusi dengan mengadakan lokakarya, mentoring, dan memberi dukungan terhadap proyek percontohan rumah sakit Inklusi di empat lokasi, yakni: RSU HKBP Balige-Sumatera Utara, RS Immanuel-Bandung, RS Kristen Lende Moripa Sumba Barat-Nusa Tenggara Timur, dan RS Bala Keselamatan Woodward Palu-Sulawesi Tengah. Dari empat rumah sakit percontohan tersebut, didapatkan gambaran lapangan yang lebih detail bagaimana proses implementasi Rumah Sakit Inklusi.
Bab lima memberi penguatan pada prinsip yang harus selalu digarisbawahi, yakni pelayanan kesehatan untuk semua. Bab penutup ini menegaskan ulang kondisi umum pelayanan RS di Indonesia berdasarkan riset ICW untuk mengingatkan kembali bahwa pekerjaan rumah (PR) Indonesia masih panjang untuk mewujudkan RS inklusi.
“Dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan kini rumah sakit-rumah sakit di Indonesia memiliki semacam panduan layanan kesehatan yang inklusi. Sehingga disabilitas mendapatkan layanan kesehatan yang setara,” tutup Slamet Thohari.[]
Penulis: Rifah Zainani
Cover: Audit pelayanan akses wisata untuk disabilitas di Dermaga Muara Kamal menuju ke Kepulauan Seribu (30/9/2018)