Dalam mengangkat fakta kebinekaan yang cenderung meminggirkan komunitas rentan, maka jurnalis tak cukup sekadar melaporkan. Para pekerja media, dari reporter sampai editor, harus lebih sensitif dan berpihak pada kemanusiaan dengan mengadvokasi kasus-kasus diskriminasi dan intoleransi yang menimpa kelompok minoritas.
Hal tersebut disampaikan reporter Harian Kompas Vina Oktavia yang mengajak 20 jurnalis dari Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan agar memberi perhatian terhadap kelompok marginal.
Ini sekaligus menjawab Rifka Aprilia, yang mewakili disabilitas Lampung, yang berharap agar media tak hanya memberitakan kegiatan seremonial atau mengangkat inspirasi yang berlebihan tentang disabilitas. Sebab, pemberitaan seperti itu bisa terjatuh pada framing mengasihani.
Padahal, fungsi media adalah megedukasi publik dan menagih tanggung jawab negara (watchdog) supaya memartabatkan manusia, bukan merendahkannya.
“Kami tidak ingin berita yang mengasihani. Inspirasi yang berlebih-lebihan tentang disabilitas dalam pemberitaan, justru tidak memperlakukan kami sama dan setara dengan lainnya,” ujar Rifka Aprilia dalam Training & Story Grant Jurnalisme Keberagaman yang digelar SEJUK bekerja sama dengan AJI Bandar Lampung, 16-18 Desember 2022.
Mengingat ruang politik yang semakin rumit dan sempit, perempuan disabilitas netra ini menitipkan mimpi-mimpi komunitasnya agar media mampu mendorong masyarakat dan pemerintah yang lebih inklusif.
Alih-alih melaporkan dengan angle “charity based” yang mengasihani, jurnalis dan media harus banyak mengangkat disabilitas yang menekankan “human rights based.” Karena itu, penting sekali media menagih tanggung jawab negara untuk menyelenggarakan dan menjamin pemenuhan fasilitas dan pelayanan publik yang aksesibel.
Dalam kegiatan yang didukung Kedutaan Norwegia, selain Rifka, hadir pula perwakilan Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS), Samuel Tanjung, minoritas gender dan seksual dari Gaylam Lampung, Michelle, dan Koordinator Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Ezra Dwi Lestari.
“Saya sangat berharap kawan-kawan jurnalis dan media di Lampung mengangkat nasib kami, perempuan nelayan pembudidaya udang maupun nelayan tangkap, yang mengalami diskriminasi, karena kami tidak dianggap sebagai nelayan,” pinta Ezra.
Pembedaan negara sangat tampak, karena nelayan laki-laki mendapat berbagai bantuan maupun subsidi. Sebaliknya, lanjut Ezra, nelayan perempuan tak dapat mengaksesnya. Salah satu penyebabnya, kolom pekerjaan di KTP tertulis Mengurus Rumah Tangga, bukan nelayan.
Training yang bertema Membangun Ruang Aman di Media untuk Kelompok Marginal di Tahun-tahun Politik ini membekali para peserta dengan diskusi sexual orientation, gender identity and expression, and sex characteristic (SOGIESC) yang dibawakan Khanis Suvianita, aktivis senior di GAYa Nusantara Surabaya dan mahasiswi doktoral Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) UGM Yogyakarta. Media dan Perempuan oleh Shinta Maharani, Ketua AJI Yogyakarta, Kebebasan Beragama dan Demokrasi di Indonesia dalam Data oleh Saidiman Ahmad, Manager Program Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), HAM dan Kebebasan Beragama oleh Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Panduan Meliput Keberagaman disampaikan Ahmad Junaidi (Direktur SEJUK) dan tema digital security oleh Dian Wahyu Kusuma Ketua AJI Bandar Lampung.
8 peraih story grant keberagaman
Story grant liputan keberagaman menjadi bagian tidak terpisahkan dari training di Lampung. Setelah proses coaching, tiga mentor story grant yang terdiri dari Oyos Saroso (Pendiri AJI Bandar Lampung dan Pemimpin Redaksi Teraslampung.com), Shinta Maharani (Ketua AJI Yogyakarta dan jurnalis TEMPO), dan Ahmad Junaidi (Direktur SEJUK) memilih 8 proposal yang berhak diteruskan untuk diproduksi sebagai feature keberagaman:
1. Andi Apriadi – Status ‘Anak Bram’ di Lampung (Metro TV)
2. Derri Nugraha – RS & Puskesmas Menolak Layanan ODHIV/ODHA di Bandar Lampung (Konsentris.id)
3. Kiki Novilia – Anak-anak Khilafatul Muslimin (Tribun Lampung)
4. Lutfi Yulisa – Talangsari dan Diskriminasi terhadap Keluarga Korban (Metrolampungnews)
5. Mita Rosnita – Transgender Objek Kampanye Menjelang Pemilu (Sriwijaya Post)
6. Silviana – Pemilu 2024: Transpuan Membutuhkan Ruang yang Nyaman dan Bebas (IDN Times)
7. Tinus Ristanto Eka Putra – Pendampingan Hukum pada Terdakwa Kasus Narkotika (Kirka.co)
8. Vina Oktavia – Kekerasan Seksual terhadap Anak Disabilitas (Kompas.id)
Informasi proses story grant keberagaman berikutnya, SEJUK akan menghubungi kedelapan jurnalis terpilih. []