Indeks perbudakan global yang dirilis oleh Walks Free pada tahun 2023 menempatkan Indonesia sebagai negara yang masih mempraktikkan perbudakan modern, Indonesia berada di peringkat 10 dari 27 negara di kawasan Asia Pasifik, dan peringkat 62 dari 160 negara secara global. Salah satu korban dari perbudakan modern adalah pekerja rumah tangga (PRT) yang hingga kini tidak memiliki payung hukum untuk melindungi hingga menjamin hak dasar mereka.
Dua puluh tahun koalisi masyarakat sipil memperjuangan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) namun masih tertahan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurut salah satu politisi yang mendorong pengesahan RUU PPRT, Eva Sundari, seluruh wakil di DPR sudah menyetujui pengesahan RUU PPRT, hanya saja Ketua DPR Puan Maharani masih menahan RUU PPRT, sedangkan semua undang-undang harus melalui ketua DPR.
“Sedihnya ketika kita berharap diselesaikan justru DPR menjadi masalah, 20 tahun di DPR dilempar-lempar, pada tahun ke 18 di baleg, 1 tahun sudah selesai kemudian di bamus dijegal selama 3,5 tahun dari juli 2020 sampai maret 2023. Kita upayakan sampai ke Jokowi pada 18 Januari 2023, lalu 21 maret 2023 ditetapkan sebagai UU inisiatif DPR, tapi sampai sekarang masih ditunda” ujar Eva dalam konferensi pers Seruan Lintas Iman untuk RUU PPRT yang diselenggarakan secara daring pada 19 Maret 2023.
Sedangkan, masa waktu untuk memperjuangkan pengesahan RUU PPRT ini tinggal 4 bulan, jika Puan tak juga menyepakati RUU ini harus dibawa ke Bamus DPR RI dan dibahas dalam rapat paripurna DPR RI, maka RUU ini akan diperjuangkan kembali dari awal lagi di masa pemerintahan yang baru, yang artinya memulai semua prosesnya dari nol. Kondisi ini akan sangat melelahkan dimana para PRT harus membuat draft baru RUU PRT.
Berbagai upaya telah diupayakan, Koalisi Sipil untuk RUU PPRT juga akan melakukan serangkaian aksi di beberapa kota di Indonesia. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kemarahan pada Puan yang tak juga bergerak padahal sudah ditunggu banyak perempuan di depan DPR setiap hari.

Tokoh Lintas Iman Serukan Pengesahan RUU PPRT Segera
Tokoh agama lintas iman juga menyerukan dukungan agar disegerakan pengesahan RUU PPRT, diwakili Alissa Wahid (Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), pendeta Gomar Gultom (Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), romo Marten Jenarut Pr (Sekretaris Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau, Konferensi Wali Gereja Indonesia), dan Nazarudin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta).
“PRT adalah kelompok yang dilemahkan oleh sistem, maka kita perlu memperbaiki sistem ini, kita tahu kasus-kasus yang terungkap di media massa, hak-haknya disandra, tidak memiliki jaminan kesehatan jaminan keselamatan,” Ujar Alissa Wahid.
Menurut Alissa PRT RUU PPRT hadir untuk menjamin agar masyarakat bertindak sesuai aturan bukan moral, UU PPRT dibutuhkan untuk membangun masyarakat baru agar melihat hak PRT adalah melekat, kualitas sebuah bangsa juga dilihat bagaimana bertindak pada kelompok lemah, salah satunya PRT.
Romo Marten mewakili gereja Katolik menyampaikan urgensi pengesahan RUU PPRT karena adanya relasi kuasa antara pekerja dengan majikan, dan relasi kuasa ini memprihatinkan dan mengkhawatirkan, PRT menjadi kelompok rentan akan tindakan diskriminatif, kekerasan, kesewenang-wenangan, minim kesejahteraan dari majikan.
“Gereja katolik Indonesia berangkat dari 1 prinsip bahwa setiap orang bermartabat, maka semua pihak punya kewajiban sosial, moral, dan hukum untuk memberikan penghormatan kepada PRT. Harkat martabat kemanusiaan harus dihormati dan dijunjung tinggi,” ujar Romo Marten.
Pendeta Gomar Gultom menyinggung dengan tidak disahkannya RUU PPRT, Indonesia tengah mempraktikkan perbudakan modern karena banyak PRT yang mengalami kekerasan, hidup terlunta, dan mengalami hal-hal yang tak wajar di luar kemanusiaan.
”Saya mengajak masyarakat Indonesia mendorong parlemen sesegera mungkin membahas dan mengesahkan UU PPRT. Sebab, kalau pada periode DPR sekarang ini UU tidak tembus, (saya) khawatir periode akan datang makin sulit karena akan dimulai dari awal lagi,” kata pendeta Gomar.