Media melalui narasi pemberitaannya masih banyak yang belum berpihak kepada kelompok keberagaman dalam masyarakat. Tak hanya itu saja, representasi dan akses kelompok keberagaman dalam media juga masih sangat minim.
Hal itu tercermin dari media seringkali menceritakan sisi negatif yang justru membuat informasi tentang kelompok keberagaman menjadi semakin simpang siur. Minimnya keberpihakan media terhadap kelompok keberagaman membuat langgengnya stigma yang melahirkan diskriminasi bahkan kriminalisasi yang terus terjadi.
“Permasalahannya akses ke kelompok keberagaman ini sangat sedikit bagi awak media, berdampak pada minimnya keterwakilan dan perspektif yang berpihak pada kelompok keberagaman,” kata Aditya Ramadhan, Redaktur Pelaksana radarbanten.co.id.
Tim advokasi Yayasan Bina Muda Gemilang, Rian Wulandari juga mengatakan bahwa banyak informasi yang dimiliki oleh organisasi-organisasi masyarakat yang seharusnya diberitakan. Namun, keterbatasan akses terhadap media membuat informasi itu tidak terekspos.
“Teman-teman tidak punya akses ke media untuk memberikan data terbaru temuan kami yang sangat penting untuk menjadi perhatian media dan disebarkan ke khalayak luas,” kata Rian Wulandari.
Riset Remotivi “Komunitas Agama Marginal dalam Media di Indonesia: Sebuah Kajian Awal,” tahun 2021, terhadap media daring dan televisi mengkonfirmasi penelitian Universitas Tarumanagara (UNTAR) dan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) yang didukung Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terhadap media-media siber, tahun 2018 dan 2019, menyimpulkan: media cenderung menjadikan kelompok minoritas sebagai objek pemberitaan yang mengedepankan sensasi. Betapa era disrupsi sangat memengaruhi bisnis media yang tidak selalu satu rel dengan prinsip-prinsip jurnalistik.
Padahal media memiliki peranan yang besar dalam menyuarakan keberagaman dalam masyarakat. Kerja-kerja jurnalistik seharusnya bisa menghadirkan optimisme dalam peran edukasi serta penjaga yang mengabarkan keberagaman dan memihak kelompok yang terpinggirkan.
Atas dasar berbagai permasalahan tersebut, SEJUK bekerja sama dengan Internews Media dan Aliansi Pers Mahasiswa Serang (APMS) berupaya membangun kerja sama antara media di Banten dan beberapa perwakilan kelompok keberagaman. Upaya tersebut dilakukan dengan kunjungan media ke Banten News dan Radar Banten pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Kunjungan media ini bertujuan untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran keberagaman jurnalisme di kalangan editor dan komunitas marginal di Banten. Selain itu, terbangun juga perjumpaan serta terjalinnya kerja sama antara media dan komunitas marginal di Banten dalam menciptakan ruang aman yang ramah keberagaman di media.
Redaktur Banten News, TB Ahmad Fauzi (Kijing) mengatakan bahwa media memiliki peranan sangat penting dalam menciptakan kesetaraan semua masyarakat di hadapan hukum maupun dalam lingkungan sehari-hari.
“Equality before the law bisa diciptakan melalui media yang punya keberpihakan terhadap korban, kelompok keberagaman, kelompok minoritas lainnya. Sangat penting dari media menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesetaraan dan perlakuan yang sama dalam kehidupan sehari-hari,” kata Kijing.
Petugas lapangan dari komunitas Himpunan Waria Batam (HIWABA), Jenny Rosa mengatakan bahwa kelompok keberagaman selama ini sudah ditelantarkan oleh pemerintah. Banyak hak-hak dasar mereka yang tidak dipenuhi oleh negara yang diskriminatif.
Salah satu kelompok keberagaman yang dimaksud adalah teman-teman transpuan yang hingga mereka meninggalpun negara masih tidak mau memberikan BPJS yang sudah mereka bayarkan setiap bulannya.
“Banyak sekali kasus di lapangan yang sangat penting untuk diangkat media. Harapannya dari kunjungan media ini, kalo ada kejadian di lapangan saya bisa meminta dan memberikan informasi dengan teman-teman media,” kata Jenny. (Shafa)