Rabu, Juli 2, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Ahmadiyah, Terorisme dan NII

by Redaksi
28/04/2011
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Djohan Effendi
Mantan Menteri Sekretaris Negara RI era Presiden Abdurrahman Wahid

 

Dalam beberapa bulan terakhir ini masyarakat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang sangat menghebohkan. Mulai dengan kasus pengucilan terhadap warga Jemaat Ahmadiyah, sebuah organisasi yang mengusung prinsip “cinta bagi semua orang dan tiada kebencian bagi siapapun”, hanya karena dianggap sebagai penganut aliran sesat. Dan hal ini diamini oleh kalangan petinggi negara, di pusat dan di beberapa daerah. Mereka dinista sebagai manusia Indonesia yang hak-hak sipil mereka sebagaimana dijamin oleh konstitusi seolah-olah sudah tercerabut. Mereka merupakan warga negara yang tertindas yang tidak mendapatkan kedudukan setara dengan warga negara lain walaupun mereka adalah pembayar pajak yang patuh, nenek moyang mereka adalah penduduk asli Nusantara ini, dan sebagian mereka sudah hidup sebelum RI lahir.

Heboh Ahmadiyah itu disusul oleh heboh terorisme, pemboman di beberapa tempat, bahkan terjadi di mesjid. Ditambah lagi oleh heboh pencucian otak oleh gerakan yang disinyalir sebagai pendukung cita-cita NII (Negara Islam Indonesia). Tapi anehnya reaksi organisasi-organisasi Islam tidak sedahsyat reaksi terhadap Ahmadiyah. Mengapa? Pertanyaan ini mengusik pikiran kita.

Boleh jadi bagi berbagai kalangan organisasi-organisasi Islam di negeri kita “kesesatan” Ahmadiyah Qadian menyangkut aspek “ushuliyyah” atau akidah, terutama berkenaan dengan konsep “khatamun nabiyyin“, karena perbedaan tafsir. Padahal rukun iman mereka sama dengan rukun iman kaum Sunni, begitu juga dalam praktek ibadah. Sedangkan perbedaan organisai-organisasi Islam dengan pelaku terorisme dan kalangan NII hanyalah berkenaan dengan masalah pemahaman dalam aspek “furu’iyah” atau masalah cabang, bukan akidah agama, khususnya dalam masalah “fiqh siyasah” atau fikih politik.

Dilihat dari segi cita-cita politik agaknya ada kesamaan ideologis antara kalangan radikal yang menginginkan pelaksanaan syariat Islam, pelaku terorisme dan pendukung ide NII. Bahkan, dalam perspektif ideologis, terdapat kesamaan ideologis dengan partai-partai Islam yang pada saat amandemen UUD masih menginginkan pemberlakuan kembali Piagam Jakarta khususnya menyangkut tujuh kata yang dihapuskan, “dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluknya”. Tentu saja kesamaan ideologis itu juga dapat dilihat dari berbagai Pemerintah Daerah yang memprakarsai kelahiran apa yang disebut sebagai perda-perda syariah.

Berdasarkan hal di atas tidaklah mengherankan, apalagi organisasi-organisasi Islam dan partai-partai Islam kelihatannya bersikap setengah hati dalam menentang tindakan kelompok radikal, ideologi organisasi Islam transnasional, pemahaman agama mereka yang dianggap pelaku terorisme, dan kalangan NII. Padahal kelompok-kelompok ini tegas-tegas menolak ideologi negara, Pancasila, dan menolak bahkan mengkafirkan demokrasi – walaupun mereka hanya bisa hidup dan berkembang di negara-negara demokrasi. Itu berbeda dengan sikap mereka terhadap Ahmadiyah yang sama sekali tidak membahayakan dan mengancam negara.

Menyimak fenomena di atas kita bisa berkesimpulan bahwa pemberantasan terorisme dan ideologi anti-Pancasila tidak akan kunjung berhasil apabila tidak ada sikap tegas dari kalangan organisasi dan partai Islam. Apalagi kalau organisai semacam MUI, NU, dan Muhammadiyah tidak bersikap tegas dan bergerak secara terencana dan terorganisasi melawan paham dan tindakan yang ingin mengganti ideologi negara dan mengubah RI menjadi negara yang berdasarkan agama.

Kalau hal ini yang terjadi tidaklah terlalu salah kalau muncul anggapan bahwa perbedaan antara kelompok radikal, penganut paham yang mendukung terorisme dan kalangan NII dengan organisasi, partai, dan pemda-pemda yang memberlakuan perda syariah hanyalah perbedaan cara. Yang pertama melalui perjuangan ilegal dan kekerasan, sedangkan yang kedua melalui perjuangan konstitusional dan parlementer.

Previous Post

Jurnalisme Damai Hindari Kekerasan

Next Post

Siapa Membandel; Siapa Bertobat?

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post

Siapa Membandel; Siapa Bertobat?

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In