Penghargaan yang sangat tinggi disampaikan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Dinas Pendidikan Aceh Singkil atas respon yang sangat cepat terhadap laporan berjudul Kado Paskah dari Aceh untuk Anies Baswedan yang dibuat Thowik.
Dari laporan pada link https://sejuk.org/2016/03/26/kado-paskah-dari-aceh-untuk-anis-baswedan/ (26/3/2016) inilah pihak Kemendikbud yang mendaku Staf Ahli bagian Media menyebarkan pesan atau broadcast di media sosial bahwa laporan itu tidak berdasar. Hal tersebut diperkuat dengan surat bantahan yang ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan Aceh Singkil H. Yusfit Helmy S.pd dengan melampirkan Surat Pernyataan Kepala Sekolah yang isinya membantah semua isi laporannya Thowik. (Kedua surat tersebut dilampirkan di bawah.)
Sebagaimana dilaporkan Thowik sebelumnya di www.sejuk.org, siswa-siswi dari SD sampai SMA yang beragama Kristen dan Katholik di sekolah-sekolah Aceh Singkil terpaksa belajar pelajaran agama Islam agar bisa lulus karena sekolah tidak menyediakan guru pelajaran agama Kristen dan Katholik.
Bermula dari polemik yang terus bergulir itulah pemerhati isu perlindungan anak Ilma Sovri Yanti mencemaskan nasib anak-anak di Aceh Singkil. Mengacu pada Undang-undang Perlindungan Anak, Ilma yang aktif di Posko Kemanusiaan Lintas Iman menegaskan bahwa salah satu hak anak adalah memperoleh pengajaran agama sesuai yang diyakini peserta didik. Hak tersebut dijamin pula dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Th. 2003.
“Pasal 12 UU Sisdiknas menyatakan, setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama,” ujar Ilma yang juga bekerja mendampingi kelompok paling rentan dari korban kekerasan atas nama agama dan keyakinan, dalam hal ini anak-anak.
Dorong Pemerintah Memenuhi Hak-hak Anak
Hal senada disampaikan Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM Jayadi Damanik. Menurutnya setiap anak mempunyai hak asasi manusia, dalam konteks kebebasan beragama dan berkeyakinan, yang sama yang harus dijamin oleh negara sesuai dengan agama atau keyakinan yang dianut orang tuanya masing-masing sampai anak itu dewasa.
“Karena itu, negara harus memastikan agar setiap anak mendapat bimbingan agama dari orang dewasa sesuai dengan agama yang dianut orang tuanya”, Jayadi memberikan penekanan.
Dalam pengertian itulah, anak-anak tidak boleh dipengaruhi dengan cara paksa, baik di sekolah maupun di luar sekolah, untuk mengikuti pengajaran agama yang tidak sesuai dengan agama orang tuanya.
Sementara itu, menyikapi polemik yang beredar sejak diunggahnya laporan SEJUK dari Aceh Singkil, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mendorong pemerintah menghapus segala bentuk tindakan intoleransi terhadap agama minoritas di lingkungan sekolah.
“Proses pembelajaran di sekolah-sekolah Aceh Singkil tidak boleh lagi ada diskriminasi,” tutur Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Pdt. Henrek Lokra.
Untuk itulah, sambung Lokra, diharapkan negara menjalankan tanggung jawab konstitusionalnya dalam menjamin siswa dan siswi untuk mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan keyakinan yang dianut peserta didik.
Usulan Nilai Pelajaran Agama untuk Kelulusan Siswa
Ketua Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas) Boas Tumangger mengapresiasi respon cepat Kemendikbud dan Dinas Pendidikan dalam upayanya membangun komunikasi dengan jemaat gereja-gereja Aceh Singkil. Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) H. Yusfit Helmy langsung menghubungi Boas Tumangger untuk mencari jalan keluar menyelesaikan polemik.
Melalui komunikasi yang baik inilah Boas sangat berharap kepada Kadisdik agar segera dipersiapkan langkah yang tepat menjelang Ujian Nasional dan kenaikan kelas bagi peserta didik yang beragama Kristen dan Katholik. Karena itu Kadisdik harus bisa menjawab kekhawatiran para jemaat mengingat sampai sekarang masih dibiarkan sekolah-sekolah SD sampai SMA di Aceh Singkil tidak memberikan guru pelajaran agama yang seiman bagi siswa-siswi Kristen atau Katholik sehingga terpaksa mengikuti ujian pelajaran agama Islam untuk bisa naik kelas atau lulus sekolah.
“Dalam waktu yang sangat mepet ini kami mengusulkan kepada Dinas Pendidikan agar penilaian terkait bidang studi agama untuk kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik Kristen dan Katholik diserahkan kepada masing-masing pengurus gereja,” demikian harapan besar Boas mewakili jemaat gereja-gereja di Aceh Singkil supaya usulannya dikabulkan. (Thowik SEJUK)
Kontak pihak-pihak terkait:
Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas):
Boas Tumangger 082276939999/ 082364029999; Lesdin Tumangger 081362218546
Komnas HAM Koordinator desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Jayadi Damanik 081386072754, 085885833892, 085925158188
Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Pdt. Henrek Lokra 081315757709
Aktivis perlidungan anak korban kekerasan atas nama agama dan keyakinan Ilma Sovri Yanti 087838703730
Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Singkil telp: 0658-21162
Kadisdik Kab. Aceh Singkil, H. Yusfit Helmy S.pd (081265401987)
Kakanwil Kemenag Kab. Aceh Singkil, H. Daud Sakeh (08126903159)