Rabu, Juli 2, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Sudah Dikafirkan, Negara juga Menyingkirkan

by Thowik SEJUK
24/09/2017
in Uncategorized
Reading Time: 1min read
Sudah Dikafirkan, Negara juga Menyingkirkan
Share on FacebookShare on Twitter

 

Intoleransi dan diskriminasi terus dialami masyarakat adat Sunda Wiwitan. Perbedaan agama para penghayat dengan yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia menjadi alasan terjadinya berbagai aksi dan kebijakan yang tidak toleran.

Selain kasus ancaman eksekusi terhadap tanah masyarakat adat yang beberapa waktu lalu mencuat ke publik, masalah diskriminasi hak-hak administrasi kependudukan (Adminduk) juga bertahun-tahun masih ditanggung kelompok Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan. Pola diskriminasi atas hak-hak Adminduk bukan hanya dengan mempersulit pemberian KTP dan penulisan Sunda Wiwitan pada kolom agama di KTP elektronik, bahkan negara sampai menerbitkan akkta nikah palsu untuk para penghayat Sunda Wiwitan.

“Ada akte (nikah) yang dicantumkan nama ibu dan bapak ternyata akta palsu, bukan akte beneran”, ungkap Lasmini (18) salah seorang penghayat Sunda Wiwitan (17/9).

Ada lingkaran diskriminasi dalam persoalan Adminduk. Ketiadaan akta nikah ataupun pemberian akta nikah palsu kemudian menyulitkan anak-anak para penghayat yang sudah dewasa untuk mendapatkan KTP atau e-KTP. Dari sanalah masyarakat adat Sunda Wiwitan terhalang dari akses hak-hak dasar mereka: pendidikan, kesehatan, ekonomi dan seterusnya. Terlebih hak dan kemerdekaan beragama atau berkeyakinan.

 

Perwakilan agama-agama lokal dari Kaharingan (Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan), Noulu (Pulau Seram), Marapu (Sumba Barat) dan Kejawen menghadiri puncak Seren Taun Sunda Wiwitan (13 dan 14/9/2017)

Kebijakan negara yang diskriminatif inilah yang turut melanggengkan sikap dan tindakan intoleransi di masyarakat terhadap agama lokal Sunda Wiwitan, seperti stigma “kafir” yang kerap mereka terima. Pangkalnya, menurut Lasmini, adalah ketidakmauan negara mengakui eksistensi AKUR Sunda Wiwitan. Akibatnya, nasib para penghayat Sunda Wiwitan sampai sekarang tidak diperlakukan secara setara dan adil sebagaimana warga negara lainnya.

“Negara tidak mengakui karena, katanya, Sunda Wiwitan bukan agama,” protes Lasmini yang bergiat dalam menghidupkan kebudayaan dan tradisi luhur Sunda Wiwitan. []

Tags: #Adminduk#AgamaLokal#AktaNikahPalsu#Diskriminasi#Intoleransi#SundaWiwitan
Previous Post

Pancasila sebatas Slogan dan Derita Sunda Wiwitan

Next Post

Kereta Perdamaian akan Meluncur ke Surabaya

Thowik SEJUK

Thowik SEJUK

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Kereta Perdamaian akan Meluncur ke Surabaya

Kereta Perdamaian akan Meluncur ke Surabaya

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In