Intoleransi dan diskriminasi terus dialami masyarakat adat Sunda Wiwitan. Perbedaan agama para penghayat dengan yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia menjadi alasan terjadinya berbagai aksi dan kebijakan yang tidak toleran.
Selain kasus ancaman eksekusi terhadap tanah masyarakat adat yang beberapa waktu lalu mencuat ke publik, masalah diskriminasi hak-hak administrasi kependudukan (Adminduk) juga bertahun-tahun masih ditanggung kelompok Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan. Pola diskriminasi atas hak-hak Adminduk bukan hanya dengan mempersulit pemberian KTP dan penulisan Sunda Wiwitan pada kolom agama di KTP elektronik, bahkan negara sampai menerbitkan akkta nikah palsu untuk para penghayat Sunda Wiwitan.
“Ada akte (nikah) yang dicantumkan nama ibu dan bapak ternyata akta palsu, bukan akte beneran”, ungkap Lasmini (18) salah seorang penghayat Sunda Wiwitan (17/9).
Ada lingkaran diskriminasi dalam persoalan Adminduk. Ketiadaan akta nikah ataupun pemberian akta nikah palsu kemudian menyulitkan anak-anak para penghayat yang sudah dewasa untuk mendapatkan KTP atau e-KTP. Dari sanalah masyarakat adat Sunda Wiwitan terhalang dari akses hak-hak dasar mereka: pendidikan, kesehatan, ekonomi dan seterusnya. Terlebih hak dan kemerdekaan beragama atau berkeyakinan.
Perwakilan agama-agama lokal dari Kaharingan (Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan), Noulu (Pulau Seram), Marapu (Sumba Barat) dan Kejawen menghadiri puncak Seren Taun Sunda Wiwitan (13 dan 14/9/2017)
Kebijakan negara yang diskriminatif inilah yang turut melanggengkan sikap dan tindakan intoleransi di masyarakat terhadap agama lokal Sunda Wiwitan, seperti stigma “kafir” yang kerap mereka terima. Pangkalnya, menurut Lasmini, adalah ketidakmauan negara mengakui eksistensi AKUR Sunda Wiwitan. Akibatnya, nasib para penghayat Sunda Wiwitan sampai sekarang tidak diperlakukan secara setara dan adil sebagaimana warga negara lainnya.
“Negara tidak mengakui karena, katanya, Sunda Wiwitan bukan agama,” protes Lasmini yang bergiat dalam menghidupkan kebudayaan dan tradisi luhur Sunda Wiwitan. []