Jumat, Juli 4, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Agenda

Menengok Disabilitas Intelektual yang Ditelantarkan Hak-haknya

by Redaksi
09/09/2021
in Agenda, Disabilitas
Reading Time: 7min read
Beasiswa Liputan SEJUK: Suarakan Hak-hak Disabilitas Intelektual
Share on FacebookShare on Twitter

Tidak tampak perbedaan fisik Deri Herdian dengan pemuda lainnya. Lelaki kelahiran Bandung, 8 November 1994, ini adalah disabilitas intelektual.

Sabtu (4/9), di hadapan 20 jurnalis dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, kedua tangan Deri asyik menganyam cempal atau jampel, tatakan atau kain untuk mengangkat peralatan masak yang masih panas. Ia mampu menyelesaikan cempal dalam waktu 40-an menit, dari mulai menggunting atau memotong kain perca sampai menganyam hingga tuntas.

“Biasanya ya sehari dia bisa menyelesaikan satu cempal. Tergantung moodnya sih, karena anak dengan disabilitas intelektual seperti Deri moodnya naik-turun,” ugkap Elly Yulia, pendamping sekaligus guru Deri.

2014 lalu Deri lulus dari SMA Sekolah Luar Biasa (SLB) di Bandung. Oleh orang tuanya Deri dititipkan lagi di kelas karya di sekolah yang sama, SLB BC YLPLAB Wartawan, untuk mengaktifkan keterampilan tata boga dan tata busana. Sebab, IQ Deri 60-70. Meski fisik Deri dewasa, lanjut Elly, cara bicara dan berpikirnya seperti anak SD. Usia biologisnya 27, usia mental masih anak-anak.

Deri cukup beruntung. Sebagai disabilitas intelektual, banyak prestasi yang dicapai Deri. Ia kerap meraih juara dalam lomba-lomba yang terkait kognitif maupun motorik di kalangan disabilitas intelektual.

“Deri juara cerdas cermat tingkat sekolah, juara azan, baca doa, baca surat-surat pendek (Al-Quran). Prestasi terbaiknya di bidang tata busana yang bisa menghasilkan uang sendiri,” sambung Elly yang sore itu berkesempatan melakukan dialog dengan kalangan jurnalis dalam Workshop & Story Grant Jurnalisme Keberagaman Menyuarakan Hak Disabilitas Intelektual yang digelar Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan Special Olympics Indonesia (SOina) yang didukung Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) dan Kementerian Hukum dan HAM RI.

Selain Deri, disabilitas intelektual lainnya yang hadir: Christopher Antonio Hartan (Tangerang) dan Rahmatul Jannah (SLB Bekasi). Orang tua keduanya sama-sama berprofesi pengemudi ojek online. Rahma adalah perempuan disabilitas intelektual yang pernah bertanding bola di Thailand.

Deri Herdian, disabilitas intelektual dari Bandung, memamerkan karya-karyanya: tas dengan sulaman, cempal, dan keset kain perca (4/9)

Mereka hadir bersama pendampingnya masing-masing. Peran para pendamping sangat penting dalam proses pengembangan diri disabilitas intelektual. Mereka harus dapat mengarahkan potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap orang dengan disabilitas intelektual melalui “assessment” melihat kebiasaan atau kegemaran sehari-hari untuk kemudian melatih dan meningkatkan kemampuan mereka.

Dari interaksi disabilitas intelektual bersama pendampingnya dengan kalangan jurnalis ini memunculkan kesadaran dan sensitivitas tentang tantangan-tantangan media yang tidak cukup hanya memberitakan, melainkan ikut mengadvokasi. Jurnalis sekaligus editor IDN Times Vanny El Rahman menyadari tanggung jawab media untuk lebih banyak lagi memberikan informasi tentang berbagai tantangan dan hambatan yang dialami disabilitas dalam mengakses pelayanan publik dan hak-haknya agar mereka, terutama lagi disabilitas intelektual, bisa lebih mandiri.

“Ke depan, berita yang kita buat harus mampu mengedukasi dan mengampanyekan lebih luas lagi tentang disabilitas intelektual,” harap Vanny.

Perempuan Disabilitas Intelektual Rentan Alami Kekerasan Seksual

Perempuan disabilitas intelektual seperti Rahma menghadapi kerentanan yang lebih rumit ketimbang Deri, Christop, dan lelaki disabilitas intelektual lainnya. Di masyarakat, perempuan disabilitas intelektual mengalami diskriminasi berlapis. Sehingga, mereka menghadapi banyak hambatan perilaku sosial.

“Secara sosial perempuan disabilitas intelektual rentan terhadap perundungan seperti body shaming sampai stigma. Mereka juga kesulitan untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya. Sulit mempertahankan diri dan melawan dari ancaman kekerasan seksual,” papar Direktur Bidang Organisasi SOina Ine Kharisma Setia Widhy yang menjadi pemateri workshop jurnalis yang digelar di Gading Serpong, 3-5 September 2021.

Karena itu, Ine memberi penekanan, disabilitas intelektual membutuhkan pendamping seumur hidup dan semakin bertambah lagi kompleksitas yang dialami jika mereka adalah perempuan. Bagaimana jika ibu dari perempuan disabilitas intelektual meninggal? Siapa yang mendampingi saat mereka mandi, menjaga kesehatan reproduksi, terlebih ketika mereka memasuki masa pubertas, dan seterusnya?  

Maka, untuk mengingatkan fungsi edukasi dari media, dalam kegiatan yang dilakukan dengan protokol kesehatan ini Ine dengan tegas menaruh harapan terhadap para jurnalis agar dalam pemberitaan tidak lagi menggunakan diksi cacat, tuna, keterbelakangan, dan diksi-diksi lain yang merendahkan dan mendegradasi martabat manusia.

Mewakili organisasi SOina, yang tidak hanya bergerak memperjuangkan hak-hak olahraga warga disabilitas intelektual, tetapi juga masuk ke pendampingan dan sosialisasi peningkatan kemandirian mereka, Ine juga mendorong para jurnalis peserta workshop SEJUK untuk bersama-sama menyuarakan lebih mendalam (human interest) apa yang diperjuangkan oleh disabilitas intelektual, keluarganya, dan pendamping atau relawan.

“Dalam memberitakan disabilitas intelektual, media harus menjadikan mereka sebagai subjek, bukan objek lagi sehingga para pembaca atau pemirsa memahami betul persoalan sebenarnya yang dihadapi disabilitas intelektual,” tutur Ine.

Menabur Optimisme

Dalam workshop yang melibatkan 10 jurnalis perempuan dan 10 jurnalis laki-laki ini SEJUK dan SOina menghadirkan narasumber yang membongkar dosa-dosa media dalam memberitakan disabilitas. Direktur SEJUK Ahmad Junaidi memaparkan bahwa pemberitaan tentang disabilitas masih banyak yang bukan saja menguatkan stigma, tetapi malah mendegradasi martabat manusia.

Berdasarkan monitoring yang dilakukan pengajar komunikasi dan jurnalistik di Universitas Tarumanagara ini, kecenderungan media di Indonesia tidak berhenti memproduksi berita dengan tone diskriminatif dan mengasihani. Bahkan, sambung mantan editor The Jakarta Post yang akrab disapa Alex ini, media sengaja membuat judul-judul sensasional dan eksploitatif.

Amran Siregar mewakili Asia Pacific Special Olympics menyampaikan materi tentang disabilitas intelektual

“Berita-berita tentang disabilitas cenderung menguatkan streotip dan stigma. Banyak yang nadanya mengasihani. Sayangnya, ini dilakukan oleh media-media nasional yang mempunyai pengaruh besar,” sesal Junaidi.

Daniel Awigra membawakan perspektif hak asasi manusia (HAM) agar dalam melihat dan memberitakan persoalan disabilitas intelektual, media juga mempunyai sensitivitas yang kuat untuk menagih tanggung jawab negara dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak disabilitas. Deputy Director Human Rights Working Group (HRWG) ini mengajak peserta workshop untuk mendorong media memeriksa sejauh mana akses disabilitas mendapat perhatian dari pemerintah, baik daerah maupun pusat.

“Harus dikawal, apakah aturan yang sudah ada, Undang-Undang No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sudah diterapkan, apakah anggaran pemenuhan akses disabilitas memadai atau setiap tahunnya tidak pernah bertambah, bahkan, terus berkurang?” ajak Awi, yang pernah menjadi jurnalis di Riau Mandiri, supaya media mampu mengambil peran pengawasan.

Sementara Executive Producer Kompas TV Budhi Kurniawan menawarkan panduan-panduan dalam memberitakan disabilitas. Aturan dan panduan pemberitaan disabilitas sudah ada. Sayangnya, tidak banyak yang tahu kalau Dewan Pers mempunyai pedoman khusus buat media dalam memberitakan disabilitas yang, menurut Budhi, sudah cukup rinci karena menyertakan diksi-diksi yang harus dan tidak boleh digunakan.

Menyaksikan antusiasme peserta workshop, Amran SIregar pemateri yang memperkenalkan keberadaan dan kerja-kerja SOina di Indonesia dan gerakan kemunculannya di Amerika Serikat menebalkan optimisme perihal perubahan-perubahan pemerintah dan masyarakat yang lebih positif dalam menghormati dan memberdayakan disabilitas intelektual agar menjadi lebih mandiri dan berprestasi.

Pakar disabilitas intelektual yang aktif di Asia Pacific Special Olympics ini dalam workshop, yang seluruh pihak yang terlibat di dalamnya telah melewati tes antigen negatif, mengajak semua pihak, terutama media yang menurutnya mempunyai pengaruh besar dalam mengubah bangsa Indonesia untuk terus memartabatkan manusia dan menghidupkan semangat inklusi.

“Media, kalian para jurnalis, adalah agen perubahan. Saya sangat optimis jika mulai saat ini kita bersama-sama mendorong para jurnalis agar mulai menggunakan diksi atau kata-kata yang tidak merendahkan. Mari dorong media anda supaya dalam pemberitaannya mulai banyak melibatkan kelompok disabilitas intelektual dan mengingatkan pemerintah agar menerbitkan kebijakan-kebijakan inklusif serta menerapkan aturan-aturan yang sudah baik,” kata Amran.

Proses coaching proposal liputan jurnalisme keberagaman bertema disabilitas

Bagi Indah Ayu Putri, jurnalis muda Fokus Cirebon, berkesempatan mengikuti workshop ini adalah pengalaman yang sangat berarti. Ia merasa bisa belajar lebih khusus tentang disabilitas dan mengetahui secara mendalam disabilitas intelektual.

“Saya baru mengetahui ragam disabilitas. Apalagi disabilitas intelektual ini, saya baru tahu,” ujar jurnalis yang masih menempuh studi di salah satu kampus swasta di Cirebon, Jawa Barat.

Peraih Beasiswa Liputan

Selain bertujuan menguatkan perspektif atau pemahaman jurnalis tentang disabilitas intelektual serta peningkatan sensitivitas untuk menghapus stigma dalam pemberitaan, workshop selama 3 hari ini memberi kesempatan kepada 10 peserta untuk menerapkan bekal yang sudah mereka peroleh untuk diterapkan dalam liputan-liputannya.

Panitia memberi beasiswa liputan jurnalisme keberagaman khusus mengangkat tema disabilitas. Berdasarkan seleksi tim SEJUK dan SOina, berikut penerima Story Grant Jurnalisme Keberagaman: Menyuarakan Hak Disabilitas Intelektual

1. Ari Kristiono (Mediaini.com) – Program Penguatan Ekonomi di Rumah Disabilitas Semarang

2. Astuti Parengkuh (Solider.id) – Melihat Sanggar Sebagi Wadah Belajar Alternatif di Akar Rumput untuk Anak Difabel di Solo

3. Bimo Aria Fundrika (Suara.com) – Kemandirian Ekonomi Orang dengan Disabilitas Intelektual Terutama Selama Pandemi

4. Debbie Sutrisno (IDN Times – Bandung) – Pendidikan yang Memandirikan Disabilitas Intelektual di Kab. Bandung

5. Ika Yuniati (Solopos.com) – Kesadaran Orang Tua dan Minimnya Akses Kesehatan Disabilitas Intelektual di Tengah Pandemi

6. Iriene Natalia (Kbr.id) – Pemenuhan Akses Fasilitas Publik pada Altet Difabel

7. Iwan Arifianto (Tribun Jateng) – Relawan Semarang Hapus Stigma Negatif Terhadap Disabilitas Intelektual

8. Khoirul Muzakki (Tribun Jateng) – Pentingnya Pendidikan Kespro untuk Anak Disabilitas Intelektual.

9. Noni Arnee (Serat.id) – Melihat Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual pada Anak Disabilitas Intelektual

10. Vanny El Rahman (IDN Times – Jakarta) – Kesehatan Mental pada Disabilitas Intelektual dan Minimnya Akses Psikolog

Selamat bagi para peraih beasiswa liputan jurnalisme keberagaman.

***

Keterangan cover: penari down syndrome bersama Kak Seto setelah tampil dalam peringatan Hari Anak Nasional di Bandung, Juli 2018.

Tags: #BeasiswaLiputan#DisabilitasIntelektual#JurnalismeKeberagaman#SpecialOlympics
Previous Post

Ironis, Penyegelan Masjid Ahmadiyah Sintang Dilakukan Jelang HUT Kemerdekaan

Next Post

Konsolidasi Orang Muda Indonesia Timur untuk Merawat Hak Dasar Kelompok Rentan

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Penulisan Ulang Sejarah oleh Penguasa: Membungkam Perempuan yang Kritis

Penulisan Ulang Sejarah oleh Penguasa: Membungkam Perempuan yang Kritis

30/05/2025
Hari Kebangkitan Bangsa: Kebangkitan Orang Muda untuk Melawan Segala Bentuk Kekerasan 

Hari Kebangkitan Bangsa: Kebangkitan Orang Muda untuk Melawan Segala Bentuk Kekerasan 

24/05/2025
pelatihan komunitas Pekanbaru Riau Sumbar

‘No Viral, No Justice’ Tak Selalu Adil bagi Komunitas Rentan

21/01/2025
Komunitas Kreatif Dukung Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Komunitas Kreatif Dukung Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

19/11/2024
Next Post
Konsolidasi Orang Muda Indonesia Timur untuk Merawat Hak Dasar Kelompok Rentan

Konsolidasi Orang Muda Indonesia Timur untuk Merawat Hak Dasar Kelompok Rentan

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotspace Privat Event Jakarta, Bukan Tindak Pidana!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In