Kemenag kesulitan ciptakan kesepahaman antar kubu Sunni dan Syiah.
SURABAYA – Rekonsiliasi konflik warga Syiah dengan warga Sampang sudah terbentuk. Lebih dari sebulan pasca pembentukan tersebut, sampai kini belum ada upaya signifikan yang dihasilkan. Ironisnya, pengungsi Syiah yang sekarang ini berada di Rusunawa Puspa Agro banyak yang mengeluh mengenai nasib mereka.
Humas Ahlul Bait Indonesia (ABI) Jatim, Ali Ridho mendesak pemerintah dan tim rekonsiliasi segera menuntaskan segala macam perselisihan yang masih tersisa, sehingga sesegera mungkin warga Syiah diperbolehkan pulang ke kampung halamannya. “Mereka sudah merindukan kampung halaman, tak satupun yang ingin berlama-lama di sini,” ujarnya, Rabu (4/9).
Menurutnya, hidup di pengungsian memang tidaklah nyaman bagi warga Syiah, meskipun dibantu dengan berbagai fasilitas dan kebutuhan. Ditambah pada hari raya Idul Fitri kemarin mereka warga Syiah yang berada di pengungsian tidak diperbolehkan untuk pulang. Padahal menurut Ali, saat ini sudah ada kesadaran tetangga-tetangga di sekitar kampung halaman untuk menerima warga Syiah kembali.
“Kita sebenarya sudah rukun dengan para tetangga dan warga di kampung halaman kita. Tapi memang ada satu hal yang menghalangi kami diperbolehkan kembali ke kampung halaman,” terangnya.
Belum adanya kesepakatan kapan warga Syiah bisa pulang kembali ini disinyalir akibat kelompok ulama Basrah (penentang Syiah) belum mau untuk menerima mereka dengan tangan terbuka. Bahkan syarat harus meningggalkan ajaran Syiah disebut-sebut sebagai salah satu syarat yang terlalu dipaksakan.
“Yang kami minta pemerintah segera menyelesaikan ini, agar para pengungsi bisa pulang,” kata Ali tanpa mau menyebut kebenaran syarat itu.
Beberapa kendala yang dikeluhkan pengungsi di Rusunawa, menurut Ali seperti jumlah kamar yang disediakan Pemprov Jatim tidak sesuai kuota pengungsi yang jumlahnya sekitar 170 kepala keluarga (KK), sehingga satu kamar bisa dihuni sampai dua KK. Selain itu, kebutuhan logistik juga sering terkendala, khususnya bagi kebutuhan susu untuk balita.
“Mereka sudah berusaha menyesuaikan tapi tetap tidak nyaman, karena merasa jauh dari rumah, kerabat, dan keluarga yang ada di kampung halaman,” jelasnya.
Sementara itu, menteri Agama Suryadarma Ali saat berkunjung di Surabaya berjanji akan membantu menyelesaikan permasalahan konflik itu secepatnya. Namun ia mendesak antara kedua pihak mau mengedapankan sikap saling menghargai dan memaafkan apa yang terjadi dalam konflik itu.
“Sampai sekarang masih sulit membangun kesepahaman antara mereka berdua (Syiah dan Basrah), saya belum bisa memastikan sampai kapan mereka bisa kembali (ke kampung halaman),” terangnya, Rabu (4/9).
Kesulitan untuk menciptakan kesepahaman antara keduanya ini diakui Suryadharma lebih karena masih adanya sikap tidak mau menerima kesalahan yang lain, bahkan terkesan masih ada dendam yang belum bisa dilupakan. Bahkan menurutnya, masalah konflik itu bukan sekedar pertentangan antara penganut Syiah dan Sunni lagi, melainkan pertentangan antara warga Sampang dengan pengikut Tajul Muluk.
Suryadarma juga mengklaim para ulama Sampang dan ulama Syiah sebenarnya juga sama-sama menginginkan konflik itu bisa berakhir. Syarat yang disebut-sebut harus bertaubat atau melepaskan ajaran Syiah untuk bisa kembali ke kampung halamannya pun sudah tidak ada lagi.
“Kita usahakan terus dilakukan dialog, kita minta semua pihak bisa saling menghargai untuk bisa tuntaskan ini,” jelasnya.
Suryadarma menjamin, bila sudah tercipta sikap saling menghargai antara keduanya, pemerintah akan langsung memulangkan warga Syiah ke kampung halaman. Pemerintah pun sudah siap pula mendanai pembangunan rumah atau pemukiman baru mereka yang telah hancur. “Asalkan mereka sudah saling menghargai,” syaratnya. jib
Foto: SEJUK
Berita dari Surabaya Post Online: