JAKARTA–MICOM: Maraknya aksi penolakan di sejumlah daerah terhadap jemaat Ahmadiyah merupakan sikap intoleran atau tidak bertoleransi terhadap antarpemeluk kepercayaan.
Menurut Ketua Divisi Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla, peran pemerintah dibutuhkan dalam melindungi setiap warga negaranya dan peran media massa dalam menyuarakan kebebasan beragama.
“Permasalahan Ahmadiyah saat ini berkaitan erat dengan konstruksi negara Indonesia yang berdasarkan Bhineka Tunggal Ika. Sudah menjadi kewajiban negara untuk melindungi setiap warganya untuk menjalankan kegiatan keagamaan dan atau kepercayaannya, meski setiap orang bilang Ahmadiyah sesat,” kata Ulil, dalam bincang-bincang antara Serikat Jurnalis untuk Keberagamaan (SEJUK) dan Media Indonesia di kantor Media Indonesia, Selasa (8/3).
Gejala yang timbul di tengah masyarakat saat ini, lanjut Ulil, adalah sikap intoleran atau tidak adanya rasa toleransi. Jika ini berkembang terus, akan ‘memenjarakan’ setiap orang, termasuk partai politik, polisi, dan pelaku media.
Dicontohkannya, media gencarnya berita tentang kalangan tertentu. Karena takut kehilangan pangsa pasarnya, media enggan menyuarakan kebebasan pluralisme beragama di Indonesia. Ini berarti sangat terikat dan mengungkung rasa kebebasan.
“Untuk itu, setiap stakeholder harus melakukan peran atau tugasnya dengan benar. Media Indonesia selaku salah satu stakeholder besar di Indonesia memiliki andil dalam membangun Indonesia,” tukasnya.
Selain itu, permasalahan lainnya dalam keberagamaan adalah berkaitan dengan pembangunan rumah ibadah. Meski undang-undang telah mengatur tentang mendirikan rumah ibadah, ini bisa dihambat dengan alasan yang tidak genuin atau mendasar yakni karena tidak suka.
“Bisa jadi mereka diprovokasi untuk menghalang-halangi mendirikan tempat ibadah. Ini sebagai tantangan konstitusional dan politis bagi pemerintah. Bila dapat mengatasi permasalahan ini, Indonesia bisa jadi negara kuat. Ini permasalahan kecil, namun bisa berakibat besar bila tidak ditangani sebab kita bisa terjebak dalam labirin keagamaan,” ungkap Ulil.
Senada dengan Ulil, koordinator SEJUK Junaidi mengungkapkan pentingnya peran media dalam menyuarakan hak-hak kelompok minoritas. Selain kebebasan beragama, media juga tetap terus menyuarakan HAM, perempuan, dan multipluralisme.
Sementara itu, Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kamsion bersepakat tentang pentingnya media untuk terus menegakkan Idealisme dan Pluralisme. Ideologi pers memang harus pada pluralisme.
“Masyarakat tidak menerima kaum minoritas ini karena mereka kurang mengenalnya. Tugas pers memberi ruang untuk memperkenalkan minoritas ini. Sebagai contoh, Media Indonesia memiliki rubrik anak untuk memperkenalkan tentang berbagai hal, yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris kepada anak-anak,” ungkapnya. (*/OL-11)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com/read/2011/03/03/208589/18/1/Ulil-Abshar-Pers-Harus-Terus-Suarakan-Pluralisme
Foto: Doc. SEJUK