Jemaat Ahmadiyah dipaksa salat Jumat tidak boleh lebih dari 10 orang di depan Masjid Al-Hidayah yang disegel Satpol PP kendati sudah mempunyai IMB (24/2/2017)
Jumat siang (17/3/2017) diagendakan pertemuan antara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)-Depok dengan jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Depok di Balaikota Depok. Hal yang sangat janggal ketika jajaran Pemkot Depok yang terdiri Sekda Pemkot Depok, Ketua Kesbangpol, Ketua FKUB, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Depok, BIN, Kodim, Intel Polresta, Kepala Satpol PP, dan Kemenag serta melibatkan Ketua MUI, satu suara agar pertemuan itu tidak melibatkan pendamping JAI Depok.
Dari Ahmadiyah diwakili Mubaligh JAI Depok Farid dan Tim Hukum JAI Fitri. Pendamping JAI Depok terdiri dari Yayasan Satu Keadilan Bogor, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) dan SEJUK.
Karena permintaan Pemkot Depok dan seluruh peserta, kecuali dari pihak JAI, agar para pendamping JAI tidak mengikuti pertemuan yang alasannya adalah rapat internal membahas masalah keamanan Kota Depok, maka Pak Farid pun dengan tegas mengatakan JAI tidak akan mengikutinya jika tidak didampingi tim advokasi. Sebab, JAI Depok maupun kasus diskriminasi terhadap JAI di wilayah lainnya sering mendapatkan pengalaman berulang di mana JAI diposisikan dalam pertemuan-pertemuan sebagai “tertuduh” yang harus mematuhi seluruh kesepakatan sepihak yang dibuat pemerintah, tanpa mengakomodir suara atau kepentingan JAI.
Pertemuan yang merupakan buntut dari penyegelan Masjid Al-Hidayah Jemaat Ahmadiyah Sawangan, Depok, oleh Satpol PP pada 23 Februari 2017 lalu, pun dibatalkan. Pertemuan akan diagendakan ulang secepatnya oleh Pemkot Depok, tetapi JAI tetap pada posisi menolak ikut pertemuan berikutnya jika format rapat sama seperti itu.
Pada kasus penyegelan yang tidak ada dasar hukumnya terhadap masjid JAI Sawangan, apabila yang akan dibahas dalam pertemuan itu bukanlah masalah hukum, demikian alasan mereka, mengapa Pemkot Depok sudah terlebih dahulu “menyegel secara ilegal” masjid Ahmadiyah Sawangan dengan tidak ada surat resmi penyegelan yang berketetapan hukum? Apalagi jika alasannya adalah keamanan, maka tidak perlu dilakukan rapat yang melibatkan JAI Depok. Sebab, sudah menjadi tanggung jawab Pemkot Depok dan aparat kepolisian menjalankan amanat konstitusi agar negara menjamin segenap warganya untuk beragama dan berkeyakinan serta menjalankan ibadah secara aman dan nyaman, tanpa terkecuali.
Terlebih, apa yang salah dengan jemaat yang beribadah di masjid Ahmadiyah secara damai tanpa mengganggu dan membahayakan warga lainnya? Logika dan dasar hukum mana yang melarangnya?
Jika mengacunya pada Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Ahmadiyah, maka selama tidak ada upaya penyebaran penafsiran maupun penyebaran kegiatan keagamaan yang dianggap menyimpang oleh JAI Depok kepada masyarakat luas, tidak ada alasan perlakuan diskriminatif dan restriktif Pemkot Depok dengan menyegel masjid Ahamadiyah yang menjadi tempat beribadah jemaat sebagai warga negara Indonesia.
Karena itu, pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri dan Kapolri harus segera hadir menegur dan menindak tegas bawahannya yang berlaku tidak sesuai aturan hukum tertinggi: UUD 1945. Negara harus memulihkan hak jemaat Ahmadiyah Depok agar kembali dapat beribadah di Masjid Al-Hidayah yang sudah mengantongi IMB.[]