Kamis, Juli 10, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

GURU BACARITA: NARASI DAMAI DARI MALUKU UNTUK INDONESIA

by Redaksi
22/08/2018
in Uncategorized
Reading Time: 6min read
GURU BACARITA: NARASI DAMAI DARI MALUKU UNTUK INDONESIA
Share on FacebookShare on Twitter

Peserta Program Guru Bacarita, Yayasan Cahaya Guru di Ambon (Foto dari Facebook Budhy Munawar Rachman)

Tak ada yang tak mengakui bahwa peristiwa konflik sosial 1999-2004 di Maluku meninggalkan luka dan trauma yang mendalam. Susah, sengsara, takut, sedih, juga kehilangan harta benda dan orang-orang terkasih. Membicarakan semua ini tentu tak mudah, seperti mengorek luka lama yang tak ingin terulang walau sebatas ingatan. Tetapi Yayasan Cahaya Guru (YCG) Jakarta, Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) Maluku, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Ambon dan didukung oleh The Asia Foundation (TAF) membicarakannya bersama para guru SMP dalam acara Guru Bacarita: Kebinekaan dalam Kearifan Lokal yang berlangsung di SMPN 9 Ambon, Senin (13/8).

Kegiatan ini tidak berhenti sekadar mengakui rasa sakit karena Maluku memiliki segudang kearifan untuk pulih, punya hal-hal baik yang jadi modalitas untuk tak berlama-lama hidup dalam keterpurukan. Inisiatif-inisiatif damai pun muncul dari ruang-ruang kelas. Pendidikan tak sekadar agar siswa berprestasi tapi juga agar mereka siap hidup dan menjawab tantangan sosial kemasyarakatan. Sebagian besar inisiatif yang muncul erat kaitannya dengan kearifan-kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat Maluku terutama sikap hidup orang basodara.

Narasi-narasi damai ini didokumentasikan dan akan diolah oleh Yayasan Cahaya Guru dan LAPPAN untuk menjadi sumber belajar guru-guru dimana pun berada. Maka hati pun rasa hangat, sehangat jabat erat saat nyanyikan Gandong seolah ingin mengatakan, “Cukup kami saja. Tak perlu tempat lain di Indonesia alami konflik dulu baru mengerti arti manisnya hidup orang basodara.”

Guru Bacarita adalah upaya untuk menjadikan pengalaman guru-guru di Ambon sebagai sumber belajar yang menguatkan dirinya sekaligus menjadi inspirasi bagi guru-guru lain. Acara ini menjadi ruang perjumpaan para guru dari berbagai latar belakang untuk berbagi cerita pengalaman mereka menyintas konflik sosial di Maluku pada 1999-2004 dan inisiatif-inisiatif damai yang dilakukan sekolah demi masa depan anak. Pendekatan yang digunakan adalah ‘bacarita’ untuk memberi ruang seluas-luasnya bagi para guru menjadi sumber belajar satu sama lain. Saatnya kini guru menjadi rujukan keragaman, kebangsaan dan kemanusiaan.

Retas Sekat Prasangka Rajut Harmoni Perjumpaan

Guru Bacarita adalah upaya untuk menjadikan pengalaman guru-guru di Ambon sebagai sumber belajar yang menguatkan dirinya sekaligus menjadi inspirasi bagi guru-guru lain. Acara ini menjadi ruang perjumpaan para guru dari berbagai latar belakang untuk berbagi cerita pengalaman mereka menyintas konflik sosial di Maluku pada 1999-2004 dan inisiatif-inisiatif damai yang dilakukan sekolah demi masa depan anak. Pendekatan yang digunakan adalah ‘bacarita’ untuk memberi ruang seluas-luasnya bagi para guru menjadi sumber belajar satu sama lain.

Selain melakukan diskusi, dalam program yang diselenggarakan di Ambon pada 13-14 Agustus 2018 ini guru-guru juga diajak melakukan kunjungan rumah ibadah. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membuka ruang perjumpaan bagi para guru untuk mengenal keragaman yang ada di sekitarnya dan berdialog dalam rangka meretas prasangka dan merajut harmoni perjumpaan. Ada empat rumah ibadah yang dikunjungi para guru yaitu Masjid Raya Al-Fatah, Gereja Maranatha, Vihara Swarna Giri Tirta dan Pura Siwa Stana Giri.

“Saya lahir dan besar di sini. Sering lewat depan Masjid Al-Fatah, tetapi baru sekali ini masuk ke dalamnya dan bisa berdiskusi seperti ini,” kata salah seorang guru yang beragama Kristen. Saat berada di sana, para guru langsung ditemui dan diantar oleh Pengurus Masjid Al-Fatah dan Imam Besar Masjid Al-Fatah. Mereka memperkenalkan Islam yang ramah dan terbuka, juga banyak berbagi kisah kerja sama dan tolong-menolong antara umat Muslim dan umat Nasrani di kota Ambon. “Di bangunan Masjid Jami itu, dulu biasanya saudara-saudara kita dari Amahusu yang datang untuk labur kapur. Untuk renovasi masjid Al-Fatah pun, banyak saudara kita yang Nasrani memberikan bantuan,” kata mereka.

Di Gereja Maranatha, para guru diterima oleh Ketua Klasis GPM Kota Ambon, pdt. N. J. Rutumalessy. Di sini pun menjadi kali pertama bagi guru-guru yang beragama Islam dan Hindu menginjakkan kaki mereka di gereja. “Kerusuhan tidak semuanya adalah kehancuran. Di sana juga ada berkah dimana orang Maluku mengalami dan belajar membangun lagi hubungan-hubungan yang dulu sudah ada,” kata beliau optimis. Menurutnya, perdamaian bukan kerja satu orang, tetapi kerja banyak orang di Maluku dimana eksistensi masing-masing tidak dipertahankan, justru membaur dalam kerja-kerja bersama yang menghidupkan. Ia juga mengingatkan bahwa generasi yang saat ini dididik para guru memikul trauma kerusuhan, sehingga peran guru sangatlah penting karena damai bukanlah program tetapi seharusnya menjadi pilihan hidup.

Dari gereja Maranatha, para guru menuju Vihara Swarna Giri Tirta. Di tempat ini, pemandangan Teluk Ambon dapat dinikmati dalam ketenangan. Pak Uya dari Walubi banyak menuturkan kisah-kisah baik kepada para guru walau iapun mengakui bahwa konflik 1999-2004 meninggalkan kesedihan yang sangat mendalam. Menurutnya, setiap kita perlu berhati-hati dalam menuturkan sejarah dan memberi perhatian lebih untuk membangun generasi ini. “Modal utama adalah kejujuran dan komitmen,” ujarnya. Di tempat ini para guru menyadari bahwa ada kelompok-kelompok yang kerap terlupakan saat berbicara konflik dan perdamaian, walau ternyata peran mereka sebenarnya tidak kecil untuk turut merawat situasi damai di Maluku.

Rumah Ibadah terakhir yang didatangi adalah Pura Siwa Stana Giri dan diterima oleh PHDI Kota Ambon. “Saat konflik berlangsung, saya datang ke Crisis Center GPM dan tanyakan apakah saya boleh membantu dan dipersilakan untuk turut serta. Saat terlibat, saya tahu bahwa yang dibantu bukan hanya komunitas Kristen saja,” demikian salah satu tuturan Pengurus PDHI untuk menggambarkan relasi-relasi antarumat beragama di Ambon saat peristiwa konflik yang sesungguhnya tetap bakusayang. Di sini para guru juga belajar tentang keragaman dalam agama Hindu dan dititipkan pesan agar siswa-siswa beragama Hindu di sekolah-sekolah bisa mendapatkan guru agama juga.

Yang khas dari kegiatan Kunjungan Rumah Ibadah di Ambon adalah narasi-narasi yang terjadi tidak terbatas pada simbol ataupun ritual, tetapi lebih banyak cerita tentang inisiatif-inisiatif untuk menghadirkan Maluku yang damai dan kehidupan orang basodara yang seperti semula. “30 tahun saya di sini, tidak pernah tahu tentang gereja, vihara dan pura. Saya senang sekali dapat kesempatan ini”, komentar pak Musa Uca, guru MTs Hasyim Asyari di akhir acara. Lebih banyak perjumpaan. Mungkin itu yang diperlukan para guru untuk meretas sekat prasangka dan merajut harmoni perjumpaan agar hidup orang basodara pulih lagi demi masa depan anak-anak Maluku.

Aktivitas Keragaman Guru Bacarita di SMP Negeri 9 Ambon (Foto dari Facebook Laila Dwitari Tuasikal)

Tentang Guru Bacarita

Keterbatasan perjumpaan dengan ‘liyan’ merupakan salah satu penyebab kita gagap bersikap dalam situasi-situasi konflik yang erat kaitannya dengan kebinekaan yang ada. Oleh karena itu, pengalaman pengelolaan keragaman masyarakat Ambon dalam menyintas konflik adalah hal yang penting dimaknai dalam dunia pendidikan, termasuk menggali kearifan-kearifan lokal yang berada dibalik penyelesaian berbagai situasi pelik.

Guru perlu mendengar dan didengar!  Pengalaman Maluku menyintas konflik sosial dan persoalan kebinekaan perlu dimaknai dalam dunia pendidikan. FGD Guru Bacarita: Narasi Damai dari Maluku untuk Indonesia merupakan ruang yang dibuka bagi para guru untuk berbagi pengetahuan, pengalaman dan inisiatif baik dalam merawat keragaman dan menghadirkan perdamaian di Maluku.

Cerita-cerita baik tersebut perlu digali lebih dalam untuk mengenali dan menemukan potensi diri, potensi lingkungan (termasuk nilai-nilai yang bersumber dari kearifan lokal) dan bagaimana menggunakan keduanya untuk perbaikan dan kebaikan. Pada saatnya, cerita-cerita baik ini tidak sekadar menguatkan para guru di Maluku tetapi menjadi sumber belajar bagi lebih banyak orang untuk bergerak bersama bagi keragaman, kebangsaan dan kemanusiaan.

Ada dua agenda besar yang dilakukan dalam kegiatan ini yaitu Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD, Focus Group Discussion) dan Kunjungan Rumah Ibadah. FGD Guru Bacarita adalah aktivitas hari pertama dimana para guru berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka saat konflik Maluku serta inisiatif-inisiatif yang dilakukan di sekolah maupun di masyarakat untuk merawat keragaman dan menghadirkan perdamaian. Sedangkan di hari kedua, kunjungan Rumah Ibadah dimaksudkan untuk membuka ruang perjumpaan bagi para guru untuk mengenal keragaman yang ada di sekitarnya dan berdialog dalam rangka meretas prasangka dan merajut harmoni perjumpaan. Ada empat rumah ibadah yang akan dikunjungi para guru yaitu masjid, gereja, vihara dan pura.

Guru Bacarita adalah upaya untuk menjadikan pengalaman guru-guru di Ambon sebagai sumber belajar yang menguatkan dirinya sekaligus menjadi inspirasi bagi guru-guru lain. Acara ini menjadi ruang perjumpaan para guru dari berbagai latar belakang untuk berbagi cerita pengalaman mereka menyintas konflik sosial di Maluku pada 1999-2004 dan inisiatif-inisiatif damai yang dilakukan sekolah demi masa depan anak. Pendekatan yang digunakan adalah ‘bacarita’ untuk memberi ruang seluas-luasnya bagi para guru menjadi sumber belajar satu sama lain.

Walikota Ambon Apresiasi Guru Bacarita

Walikota Ambon, Richard Louhenapessy membuka Pertemuan Guru Kebinekaan dengan tema Guru Bacarita: Kebinekaan dalam Kearifan Lokal yang berlangsung di SMPN 9 Ambon, Senin (13/8). Saat membuka acara, Walikota mengakui bahwa kegiatan Guru Bacarita penting di tengah bangsa yang sedang mempersiapkan diri merayakan Proklamasi Kemerdekaan yang ke-73. Dimana sejak awal, para Pendiri Bangsa ini telah menyadari keragaman adalah anugerah sekaligus potensi unik yang diberikan Tuhan kepada bangsa ini sehingga kita memiliki Bhinneka Tunggal Ika.

Perjalanan pengelolaan kebinekaan menurutnya memang tidak selalu berjalan mulus. Oleh karena itu, Walikota apresiasi penyelenggaraan Program Guru Bacarita di kota Ambon.

Walikota Ambon bersama Yayasan Cahaya Guru dalam Guru Bacarita (Foto dari Facebook Diskominfo – Amq)

“Mengapa guru? Karena dari guru semangat kemerdekaan diharapkan untuk ditransfer kepada anak-anak didik, calon pemimpin masa depan,” kata beliau. Ia juga mengatakan bahwa program ini penting untuk menumbuhkan solidaritas sosial satu sama lain apalagi ketika dikorelasikan denga kearifan lokal Maluku.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Ambon, Fahmy Sailatalohy menyatakan dukungannya untuk kegiatan-kegiatan yang mempersiapkan guru dan siswa berhadapan dengan persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan. Menurutnya, kota Ambon sudah memiliki beberapa contoh baik. Salah satunya adalah program Pela Pendidikan yang dilakukan bersama oleh SMPN 9 Ambon dan SMPN 4 Salahutu. Ia berharap sekolah-sekolah lain juga melakukan hal yang sama dalam rangka pengembangan hubungan keagamaan, sosial kemasyarakatan yang terkait erat dengan pendidikan. []

Dilaporkan: George Sicillia, Yayasan Cahaya Guru

 

Tags: #Gandong#GuruBacarita#Kebinekaan#KonflikAmbon#KonflikMaluku#LAPPAN#YayasanCahayaGuru
Previous Post

INI ALASAN JIHADIS KELUAR DARI KELOMPOK TERORIS

Next Post

Peserta Workshop Pers Mahasiswa Makassar: Jurnalisme Keberagaman di Tahun Politik

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Peserta Workshop Pers Mahasiswa Makassar: Jurnalisme Keberagaman di Tahun Politik

Peserta Workshop Pers Mahasiswa Makassar: Jurnalisme Keberagaman di Tahun Politik

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperjuangkan Akses yang Setara untuk Perempuan Disabilitas lewat Anggaran yang Inklusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pendidikan Multikultur Kalbar: Siswa Toleran Beda Budaya [1]

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In