FGD Media Siber dan Keberagaman di Surabaya, kerjasama SEJUK, AJI Surabaya dan Universitas Tarumanagara (14/9)
Sekretaris AJI Surabaya Eben Haezer mencemaskan media siber di Indonesia yang cenderung mengejar kecepatan dalam memberitakan ketimbang bersetia pada prinsip verifikasi maupun melakukan konfirmasi narasumber-narasumber kunci. Celakanya, verifikasi media siber yang lemah, sambung jurnalis Harian Surya yang medianya mempunyai versi siber ini, juga terjadi dalam pemberitaan isu-isu keberagaman.
Kecemasan Eben didasarkan pada berita-berita konflik di Jawa Timur seperti kasus Syiah Sampang, Ahmadiyah, LGBT dan terorisme atau bom Surabaya. Selain media siber sangat gemar memberitakan konflik, dalam memproduksinya juga lebih mengutamakan kecepatan dan klick bait yang tidak mempertimbangkan dampak negatif pemberitaan bagi masyarakat Indonesia yang beragam.
Banyaknya jurnalis-jurnalis yang baru tamat kuliah yang dilepas tanpa dibekali prinsip dan etika jurnalistik maupun perspektif oleh medianya menambah mutu jurnalisme media siber semakin terpuruk.
“Di Surya ada pelatihan rutin bagi wartawan,” ujar Eben mencoba menunjukkan dan mengajak sesama rekan wartawan mengatasi situasi di atas ketika diskusi terbatas (FGD) Media Siber dan Keberagaman di Kota Surabaya (14/9).
Kegelisahan yang sama disampaikan jurnalis IDN Times Vanny El Rahman, Ketua AJI Jember Friska Kalia, jurnalis Tempo Kukuh S Wibowo dan peserta aktif FGD lainnya yang mayoritas adalah jurnalis media siber. Mereka menyayangkan pemberitaan media siber yang tidak peka terhadap keberagaman dan membuat suasana tidak kondusif. Sebab, menurut mereka, banyak media siber yang hanya berorientasi pada bisnis, sehingga pemberitaannya mengejar kecepatan, demi menjaring klik, asal heboh dan mengabaikan fungsi edukasi.
Ahmad “Alex” Junaidi mempresentasikan hasil riset media siber dan jurnalis dalam meliput isu keberagaman (14/9)
Kegiatan yang didahului dengan pemaparan dua hasil penelitian tentang “kecenderungan media siber dalam memberitakan isu keberagaman” (2017) dan “jurnalis media siber dalam memberitakan isu keberagaman” (2018) yang dipresentasikan Direktur Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) sekaligus editor Thejakartapost.com Ahmad Junaidi digelar untuk mengevaluasi dan mengembangkan prinsip-prinsip dan mutu jurnalisme di media siber terkait isu keberagaman. FGD ini berjalan berkat kerjasama antara AJI Surabaya dengan SEJUK yang didukung Universitas Tarumanagara (UNTAR) dan Kemenristekdikti.
“FGD serupa dilakukan sebelumnya di Medan dan dua kali di Jakarta,” kata pria yang akrab disapa Alex yang juga pengajar di UNTAR, Jakarta.
Setelah terlibat dalam FGD di Surabaya ini, salah satu pendiri SEJUK Andy Budiman menyampaikan pentingnya SEJUK dan jaringannya lebih banyak melibatkan media siber dalam mengembangkan ruang-ruang yang mampu memperkaya para jurnalis dengan perspektif dan keterampilan teknis untuk meningkatkan mutu jurnalisme sebagai penangkal hoax dan ujaran kebencian.
“Dari FGD tadi kita mendapati berbagai masalah terkait standar mutu jurnalisme dan sikap etik ketika memberitakan isu keberagaman. Sehingga, memperbanyak ruang untuk menyegarkan kembali ide-ide dasar jurnalisme dalam perspektif keberagaman sangat dibutuhkan,” tutup mantan produser Liputan6 & host talkshow SCTV dan eks-editor Deutsche Welle ini.[]
Sumber kedua foto di atas: Miftah Faridl, Ketua AJI Surabaya