Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Kritik Guru Besar UIN Makassar Qasim Mathar pada MUI: Berhentilah Berfatwa!

by Thowik SEJUK
08/11/2018
in Uncategorized
Reading Time: 4min read
Kritik Guru Besar UIN Makassar Qasim Mathar pada MUI: Berhentilah Berfatwa!
Share on FacebookShare on Twitter

Kedua dari kiri ke kanan: Prof. Dr. Ahmad M. Sewang, Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Abdul Basith, Prof. Dr. M. Qasim Mathar dan PB JAI Mahmud Mubarik dalam seminar nasional di UIN Alauddin Makassar (7/11)

Rektor UIN Alauddin Makassar Prof. Dr. Musafir Pababari MSi menegaskan bahwa perguruan tinggi bukan area untuk sesat dan menyesatkan. Kampus adalah area akademis-epistemologis, bukan kajian teologis doktriner.

Pernyataannya ini merespon pihak-pihak yang menuntut agar UIN Alauddin Makassar tidak menggelar seminar tentang Ahmadiyah di kampusnya. Sebaliknya, Rektor UIN Alauddin ini berpendapat, penting membangun kerjasama dengan Jemaat Ahmadiyah Ahmadiyah (JAI) agar peran akademis dalam penelitian dan pengabdian kampus, terkhusus bagi dosen dan mahasiswa, menjadi lebih berkembang.

“Seminar tentang Ahmadiyah ini untuk menambah wawasan, bukan untuk mengurusi keyakinan masing-masing,” ujarnya ketika membuka Seminar Nasional yang secara khusus mendiskusikan tentang Ahmadiyah dengan mengambil tema “Islam Agama Perdamaian: Merawat Kerukunan, Keragaman dan Persatuan” dalam rangka Milad ke-53 UIN Alauddin Makassar, Kamis (7/11) di Aula UIN Alauddin.

Tugas lembaga akademis, tambahnya, adalah bagaimana mengupayakan Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin yang dapat merawat kerukunan dan persatuan di tengah perbedaan paham keagamaan.

“Kontroversi tentang Ahmadiyah saya anggap sudah selesai,” tegasnya.

MUI bisa menjadi teladan perdamaian

Berlaku sebagai narasumber, Guru Besar UIN Alauddin Makassar Prof. Dr. M. Qasim Mathar menggarisbawahi bahwa teladan perdamaian lebih penting daripada seruan tentang perdamaian. Karena itu ia menantang Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar menjadi rumah bagi seluruh paham Islam yang berbeda-beda, sehingga perdamaian dan persatuan dapat tercipta.

Prof. Dr. M. Qasim Mathar

Qasim Mathar mengaku sudah bosan dengan fatwa atau seruan MUI. Saat ini fatwa-fatwa MUI pun menurutnya tidak berwibawa. Akibatnya, MUI banyak ditinggalkan umat.

“Berhentilah berfatwa. MUI harus mulai masuk ke Syiah, Ahmadiyah atau berkumpul dengan berbagai paham Islam dalam satu rumah,” ujarnya mengajak MUI agar menjadi teladan bagi praktik Islam yang benar-benar mampu menciptakan kerukunan dan persatuan di tengah realitas Islam Indonesia yang beragam.

Dalam seminar yang terselenggara sebagai bentuk kerjasama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Alauddin Makassar dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) ini, selain mengkritik MUI, Qasim Mathar juga menantang Sunni, Syiah dan Ahmadiyah yang merupakan tiga paham Islam terbesar di dunia agar mulai saling berjumpa untuk membicarakan perdamaian dan persatuan.

Baginya, Islam rahmatan lil-‘alamin yang menghadirkan perdamaian hanya dapat terwujud apabila orang-orang dan organisasi dalam Islam mengenyampingkan absolutisme teologinya dan tidak mengkultuskan para pemimpinnya masing-masing.

“Harapan pada Islam damai terjadi ketika absolutisme dan pensakralan terhadap kyai, ulama, imam (Syiah) dan huzur (Ahmadiyah) tidak terus dipertahankan,” tuturnya di hadapan 300-an akademisi dan publik yang menghadiri seminar nasional ini.

Jajaran akademisi UIN Alauddin Makassar dari Rektor beserta rektorat hingga dekanat dan Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan jajaran pengurus JAI (7/11)

Kontribusi Ahmadiyah pada bangsa ini

Sementara itu, narasumber berikutnya, Prof. Dr. Ahmad M. Sewang memprihatinkan sulitnya membangun ukhuwah Islamiyah (persatuan Islam) di tengah perbedaan mazhab, ketimbang ukhuwah basyariyah (solidaritas kemanusiaan) dan ukhuwah wathaniyah (persatuan bangsa).

Sehingga, pemimpin teras Ikatan Masjid-Mushalla Indonesia Muttahidah ini mendorong kalangan akademis UIN dan umat Islam secara umum supaya lebih terbuka dalam memandang Ahmadiyah yang berbeda dengan mazhab lainnya.

“Kita harus bisa berbeda dan membiasakan perbedaan. Kita tidak bisa hidup sendirian. Kita harus hidup bersama dalam perbedaan,” tegas Ahmad Sewang.

Seminar nasional ini rangkaian kerjasama Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang dibangun dengan beberapa kampus di Sulawesi. Hal tersebut ditempuh sebagai implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam Penelitian (literatur keagamaan) dan pengabdian kepada masyarakat.

Untuk itu, pada Selasa (6/11) digelar “gala dinner” dan penandatanganan kerjasama (MoU) antara JAI Makassar dengan UIN Alauddin Makassar, STAIN Majene Sulbar, STKIP Pembangunan Indonesia Makassar dan Institut Parahikmah Indonesia (IPI) Makassar.

Bagi Ahmadiyah sendiri meski kerap mendapat perlakuan tidak adil oleh negara dan dianiaya kelompok-kelompok radikal, namun Pengurus Besar JAI Mahmud Mubarik memastikan jemaat selalu konsisten berkontribusi dalam bidang intelektual serta kerja-kerja sosial dan kemasyarakatan terhadap bangsa ini, bahkan sejak masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Maka tidaklah mengejutkan jika dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, Bung Karno sangat memuji tafsir al-Quran karya Ahmadiyah.

“WR. Supratman pencipta lagu Indonesia Raya adalah penganut Ahmadiyah,” kata Mahmud Mubarik.

Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia Abdul Basith dan Rektor UIN Alauddin Makassar

Pada masa Orde Lama Muslim Ahmadiyah seperti Olich Solichin dan Tutang Djamaluddin menjadi bagian dari pahlawan Thomas Cup yang pertama tahun 1958 dan 1964. Lalu melompat ke paska-Orde Baru, ada organisasi sayap Ahmadiyah, Humanity First Indonesia (HFI), yang melakukan pelayanan sosial dan kesehatan. Yang paling mutakhir, lanjutnya, HFI turut mendirikan posko-posko untuk melayani dan membantu para korban gempa Lombok dan Palu hingga saat ini.

Dalam Asian Games 2018 lalu tidak ketinggalan jemaat Ahmadiyah turut menyukseskan acara melalui gerakan Clean The City Asian Games. Clean The City merupakan bagian dari gerakan nasional kampanye kebersihan yang selalu diawali pada setiap tahun baru dengan melibatkan seluruh anggota komunitas Ahmadiyah di seluruh Indonesia untuk membersihkan sampah usai perayaan pergantian tahun.

“Di Makassar Clean the City dilakukan dengan mengajak kelompok lintas-iman,” ujar pria yang akrab disapa Eki ini.

JAI juga menggelar donor darah yang dilakukan rutin tiga bulan sekali secara serentak dan sistematis di hampir seluruh cabang Ahmadiyah.

Sementara itu untuk mengatasi kebutuhan sekitar 3 juta orang yang mengalami kebutaan, Ahmadiyah menggalakan Gerakan Donor Mata bagi jemaatnya untuk didonorkan pada Bank Mata Indonesia saat meninggal.

“Organisasi terbesar di dunia yang menyumbangkan mata adalah jemaat Ahmadiyah, oleh karena itu Ahmadiyah mendapat Rekor MURI atas hal ini ,” pungkasnya.[]

Tags: #Ahmadiyah#AmirJemaatAhmadiyahIndonesia#FatwaMUI#JAI#MUI#QasimMathar#UINAlauddinMakassar
Previous Post

Media harus Aktif Beritakan Kebebasan Beragama ketika semakin Banyak Aturan dan Penerapan Hukum yang Diskriminatif

Next Post

Darurat LGBT, Media Bertanggung Jawab

Thowik SEJUK

Thowik SEJUK

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Darurat LGBT, Media Bertanggung Jawab

Darurat LGBT, Media Bertanggung Jawab

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Global Peace Foundation Indonesia Gelar Peace! Project: Membangun Harmoni dalam Keberagaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In