Rabu, Juli 2, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Agama

Masih Pentingkah Beragama?

by Thowik SEJUK
20/02/2019
in Agama
Reading Time: 2min read
Masih Pentingkah Beragama?
Share on FacebookShare on Twitter

Di musim dingin, rasa terusir dan dipersekusi di kalangan imigran dari Timur Tengah sampai Asia Selatan semakin menjadi-jadi. Saat seperti ini, sepotong kehangatan menjadi sungguh berarti.

Camilan, irisan roti, teh dan kopi yang dihidangkan bersama keluasan solidaritas dan persahabatan dari orang-orang gereja di Jerman mampu “mengusir” beku nasib pengungsi yang tidak menentu.

Senja awal Februari 2018, di sebuah aula pertemuan milik gereja di Bornheim, Jerman, para volunteer terdiri dari pengurus maupun jemaat gereja Kristen, Katolik bahkan ateis berkumpul melebur demi berbagi cinta kepada para imigran Iran (Sunni), Suriah (Sunni), Afghanistan (Hazara yang kerap diidentikkan dengan Syiah) dan negara-negara Muslim lainnya yang mengalami perang saudara.

Semua yang hadir di ruangan itu saling kenal, satu sama lainnya saling sapa layaknya keluaga.

“Perjumpaan ini sangat penting bagi mereka agar sering keluar dari shelter atau tempat-tempat pengungsian, yang justru membuat mereka semakin tertekan karena trauma yang membekas saat pelarian dari negara asalnya. Di sisi lain, proses integrasi dengan masyarakat Eropa dan untuk mendapat kewarganegaraan Jerman membutuhkan waktu yang tidak sebentar,” ujar salah satu volunteer, Lara (42).

Perempuan asal Perancis ini dua sampai tiga hari setiap minggunya mengajar Bahasa Jerman untuk para imigran. Bersama dua anaknya, Mewan dan Nadi, di bangunan milik gereja itu Lara membaur melempar senyum dan tawa kepada setiap imigran yang diajaknya bincang.

Kemanusiaan menghangatkan petang, yang di musim dingin lekas melesat ke dalam dekapan malam melampaui tembok-tembok iman, yang di negara asal para pengungsi, perbedaan agama dan keyakinan demikian saling menyakiti dan menghabisi.

Jika yang ditinggikan egoisme keimanan, maka konflik dan kekerasan akan sangat diidamkan. Tetapi ketika yang ditajamkan adalah rasa kemanusiaan, niscaya cinta menjadi panglimanya.

Pengungsi dari Suriah, Ahmed (39), sebut saja begitu, terkesan dengan pertemuan rutin ini. Di tengah menguatnya gerakan ultranasionalis Jerman, ada oase kedamaian naungan orang-orang gereja yang menyediakan waktu dan makanan bagi dirinya dan sesama pencari suaka lainnya untuk tetap menjaga optimisme.

“Memang, kebanyakan sukarelawan ini adalah orang-orang tua yang sudah lelah dengan konflik Jerman di masa belianya. Sehingga mereka demikian murah hati dan lapang membantu kami,” kata Ahmed, lulusan S2 di negara asalnya, menganalisa.

Tags: #Hazara#Imigran#Persekusi#SunniGerejapengungsiSyiah
Previous Post

Sakdiyah Ma’ruf: Saya Memilih Jalan Humor, bukan Jalan Pedang

Next Post

Napak Tilas Gusdur, Merawat Keberagaman.

Thowik SEJUK

Thowik SEJUK

Related Posts

Ahmadiyah

Global Peace Foundation Indonesia Gelar Peace! Project: Membangun Harmoni dalam Keberagaman

21/05/2025
Diskriminasi Beragama Kian Mencemaskan, Elemen Masyarakat Sipil Menggelar Konsolidasi Kebebasan Beragama di Provinsi Riau

Diskriminasi Beragama Kian Mencemaskan, Elemen Masyarakat Sipil Menggelar Konsolidasi Kebebasan Beragama di Provinsi Riau

17/11/2024
Masyarakat Adat, Pemimpin Agama, Akademisi, dan Media Bersama Atasi Perubahan Iklim

Masyarakat Adat, Pemimpin Agama, Akademisi, dan Media Bersama Atasi Perubahan Iklim

24/10/2024
Ilustrasi Istimewa

Raja Najasyi: Pemimpin tanpa Hegemoni

09/10/2024
Next Post
Napak Tilas Gusdur, Merawat Keberagaman.

Napak Tilas Gusdur, Merawat Keberagaman.

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In