Salah satu persyaratan komisioner Komnas Perempuan harus menghargai dan memperjuangkan keberagaman. Untuk itulah setiap periode selalu ada tokoh agama seperti kyai atau pendeta yang berpandangan toleran di Komnas Perempuan.
Hal tersebut diungkapkan Usman Hamid dalam sosialisasi penjaringan atau seleksi bakal komisioner Komnas Perempuan periode 2020-2024 di UC UGM Yogyakarta, Sabtu (22/6). Sosialisasi disampaikan Usman Hamid bersama panitia seleksi (pansel) lainnya, Ahmad Junaidi, dan mantan komisioner Komnas Perempuan Dr. Sri Wiyanti Eddyono yang juga dosen Fakultas Hukum UGM.
Salah satu alasan pentingnya sosialisasi di kota gudeg dikarenakan meningkatnya intoleransi, diskriminasi dan kekerasan atas nama agama, termasuk terhadap LGBT, di Yogyakarta beberapa tahun terakhir.
“Sosialisasi di Jogja ini kami juga mengundang mami Shinta Ratri dari pesantren waria,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia.
Penekanan syarat komisioner menghormati keberagaman gender dan orientasi seksual, papar Usman, telah pansel dorong ketika menggelar sosialisasi di Aceh.
Shinta yang hadir dan diminta Usman Hamid agar ikut mendaftar menyampaikan apresiasi terhadap pansel.
“Terima kasih kami sampaikan karena mengundang kami dan pansel ada perhatian pada komunitas transgender,” kata Shinta Ratri.
Selain Jogja dan Aceh, sosialisasi juga telah dilakukan di Palu. Selepas Jogja, sosialisasi berikutnya diadakan di Kupang.
Sosialisasi di setiap daerah menyesuaikan dengan prioritas masing-masing isunya. Di Palu mengangkat tema perempuan dalam wilayah paska-bencana. Di Kupang akan dielaborasi seputar perdagangan manusia serta kasus-kasus kekerasan, penyiksaan dan pembunuhan terhadap para pekerja migran perempuan yang diakibatkan oleh kemiskinan di Nusa Tenggara Timur.
Dalam penjaringan kali ini, lanjut Usman, pansel menghapus persyaratan kesehatan jasmani dan rohani yang cenderung diskriminatif, supaya proses seleksi dapat menghargai perbedaan seluruh kondisi fisik dan psikis. Sehingga, Komnas Perempuan tidak menghalangi terpilihnya warga disabilitas menjadi komisioner.
Imparsialitas komisioner ke depan juga harus dijaga, karena itu yang terjaring nantinya tidak ada afiliasi dengan partai politik manapun. Selain itu, persyaratan calon komisioner saat ini tidak harus mereka yang lulusan SMA, SMP maupun SD. Bahkan tidak sekolah sekalipun bisa menjadi komisioner. Yang menjadi target pansel di antaranya calon komisioner dengan pengalaman pengorganisasian yang nyata di akar rumput dalam meninggikan hak-hak dan peran perempuan serta menghapus diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.
“Jadi, harus warga negara terbaik yang menjadi komisioner,” ujar Usman memberikan penegasan ihwal proses penjaringan dan persyaratan untuk lolos sebagai komisioner Komnas Perempuan 2020-2024.[]