Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Pers Kampus

Menyemai Damai Hindu Pekanbaru

by Redaksi
10/08/2019
in Pers Kampus
Reading Time: 4min read
Menyemai Damai Hindu Pekanbaru
Share on FacebookShare on Twitter
Peserta workshop pers mahasiswa SEJUK bersama para pemeluk Hindu di depan Pura Agung Jagatnatha Pekanbaru (28/07/2019)

Mulut I Wayan Sutama merapal doa persembahyangan. Sambil menata canang sari lengkap dengan dupa yang menguar asap, ia berjalan berpindah-pindah. Ada tujuh posisi bagian luar pura untuk sesajen sederhana ini.

Wayan adalah Pinandita Pura Agung Jagatnatha Pekanbaru. Sulinggih, pemangku pura yang disucikan melalui upacara Hindu, ini berpakaian serba putih, kwaca. Destar bertengger di kepalanya. Kwaca atau baju lengan panjang sepadan dengan saput yang mengikat pinggangnya teruntai sampai atas mata kaki.

Setiap hari, umat Hindu melaksanakan tiga kali persembahyangan. Saat pagi menjelang matahari terbit, siang dan sore.

“Setiap hari saya mendoakan dunia ini damai,” ujar Wayan.

Dupa dan canang sari ialah sepaket sesajen sederhana yang wajib ada di setiap persembahyangan. Dupa jadi lambang pertemuan antara umat dan Tuhannya. Sedangkan canang kata Wayan sebagai wujud rasa syukur terkecil yang bisa dilakukan.

“Kita di sini tidak punya saudara, itulah jadi saudara kita,” tegas Nengah Sujati, istri Wayan, mengisyaratkan bahwa masyarakat Pekanbaru yang mayoritas muslim adalah saudara barunya.

Bagi perempuan yang sibuk sebagai Bina Masyarakat Hindu di Kementrian Agama Pekanbaru ini, upaya untuk bisa dihargai warga mayoritas ialah meleburkan diri dengan menjalin persahabatan. Ia menuturkan bahwa dirinya sudah dipercayai dua periode jadi ketua arisan di kawasan rumahnya. Padahal, hanya keluarga Nengah yang menganut Hindu.

Tak hanya itu, jamuan Nengah ini disambut hangat tetangganya. “Astungkare puji Tuhan, Alhamdulillah, kalau saya masak, temen tu mau makan,” ujarnya.

Sama halnya umat Islam berhari raya Idul Fitri mengundang makan keluarga Nengah, jika nyepi Nengah juga mengundang tetangganya untuk makan. Begitu pula dengan warga yang Kristen.

Dewi Kholisoh, pemilik rumah sekitar Pura Jagat mengatakan bahwa keadaan interaksi sosial di kawasan ini sangat toleran. “Ya dengan mereka biasa aja, tak ada perbedaan,” ujarnya.

Lima tahun sejak menikah Dewi menetap berjiran dengan pura belum pernah ada konflik serius dalam berinteraksi. Satu konflik pernah terjadi. Sepasang suami istri beda agama, yaitu Islam dengan Hindu. Konflik diselesaikan secara keluarga.

Setiap kegiatan sosial umat muslim seperti pesta pernikahan dan upacara kematian, selalu mengundang umat Hindu sekitar. Gayung bersambut, undangan selalu dipenuhi.

Demikianpun, jika acara digelar dalam pura, selama ini selalu ada undangan disampaikan kepada pihak tertentu. Seperti Ketua Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT).

“Yang diundang sebagian aja sih, RT dan RW misalnya,” kata Dewi menggambarkan kehidupan warga di sekitar pura yang saling bersolidaritas.

Di Riau, jumlah penganut Hindu menduduki urutan kedua paling rendah setelah Konghucu. Dilansir dari data jumlah pemeluk agama menurut kabupaten di tahun 2015. Update terakhir oleh Badan Pusat Statistik Riau pada 23 Januari 2017, di Pekanbaru, umat Hindu mencapai 4.020 jiwa.

Para penulis feature keberagaman terbaik, di antaranya Raudatul Adawiyah Nasution (kedua dari kanan), diapit Clara dan Desak Putu Sinta Suryani dari
Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF)

Cerita kondisi toleransi di kalangan pemuda juga memberi kabar baik. I Wayan Mahardika dan Nyoman Adi Setiyo  membenarkan adanya kondisi interaksi yang saling menghargai satu sama lain di daerahnya masing-masing.

Keduanya aktif di organisasi kepemudaan Hindu tingkat nasional. Organisasi yang dideklarasikan 11 maret 1984 memiliki nama Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Indonesia.

DPP Peradah Riau sudah terdaftar di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Di pengurusan Peradah Riau, Dika menampuk jabatan sebagai seksi komunikasi. Sedangkan Adi selaku Humas.

Adi menjelaskan bahwa kegiatan-kegiatan bakti sosial seperti mempersiapkan helat tujuh belasan Agustus jadi hal yang tak terlewatkan. “Kami sebagai pemuda ikut serta mempersiapkan,” tambahnya.

Menyoal bagaimana keamanan pura, Made katakan sangat aman. Sejak rencana pembangunan pura kemudian diresmikan 6 Agustus 2001 oleh Gubernur Riau sampai saat ini situasi pura dan lingkungan sekitarnya sangat aman. Tidak ada gangguan sama sekali.

Itu semua tercipta karena kesadaran umat Hindu untuk bisa menyatukan diri terhadap mayoritas dan penerimaan yang baik dari umat Islam.

“Kami berdiri di masyarakat mayoritas, kami harus bisa membawa diri,” tegas Made yang diberi tugas sebagai keamanan pura..

Untuk menciptakan keadaan ini, perlu dipahami dulu makna rasa aman itu apa. Yaitu kondisi yang terlepas dari kecemasan. Sehingga dituntut untuk tidak hanyut dalam perbedaan.

“Keadaan yang damai perlu diciptakan bersama,” tutupnya.

Penulis: Raudatul Adawiyah Nasution, LPM Bahana Mahasiswa, Universitas Riau

Tulisan ini adalah hasil kunjungan lapangan dalam Workshop dan Fellowship Jurnalisme Keberagaman Menghidupkan Toleransi untuk Pers Mahasiswa di Pekanbaru, 26-29 Juli 2019, kerja sama Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dengan Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF), Kementerian Hukum dan HAM RI, Media Mahasiswa AKLaMASI Universitas Islam Riau dan Lembaga Pers Mahasiswa Gagasan Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau.

Media partner: IDN Times & Magdalene.co

Tags: #PersMahasiswa#PersmaSEJUK#PuraAgungJagatnatha#PuraPekanbaru#Toleransi
Previous Post

Pimred IDN Times dan Magdalene.co Dorong Media Perbanyak Pemberitaan Toleransi dan Kesetaraan

Next Post

Jokowi Abai terhadap Penanggulangan HIV/AIDS jika RKUHP Buru-buru Disahkan

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Kolaborasi Kunci Jurnalis Kampus Jawa Barat Memperkuat Kebebasan Beragama dan Toleransi

Kolaborasi Kunci Jurnalis Kampus Jawa Barat Memperkuat Kebebasan Beragama dan Toleransi

20/06/2024
Menangkal Politisasi Identitas Kelompok Minoritas Menjelang Pemilu 2024

Undangan Workshop & Beasiswa untuk Jurnalis Kampus Jawa Barat: Bangun Ruang Aman Keberagaman di Media

15/04/2024
Undangan Training & Story Grant: Pemilu Serentak 2024 & Tantangan Menerapkan Jurnalisme Keberagaman di Kalangan Pers Mahasiswa Banten

Undangan Training & Story Grant: Pemilu Serentak 2024 & Tantangan Menerapkan Jurnalisme Keberagaman di Kalangan Pers Mahasiswa Banten

19/12/2023
Perjumpaan Memperkuat Penerimaan Keberagaman di Kalangan Muda

Perjumpaan Memperkuat Penerimaan Keberagaman di Kalangan Muda

29/03/2023
Next Post

Jokowi Abai terhadap Penanggulangan HIV/AIDS jika RKUHP Buru-buru Disahkan

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Global Peace Foundation Indonesia Gelar Peace! Project: Membangun Harmoni dalam Keberagaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In