Diratifikasinya Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on The Rights of The Persons with Disabilities) oleh Indonesia ke dalam Undang-Undang (UU) No. 19 Tahun 2011, tidak serta merta pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dijamin oleh negara. Hingga kini, meskipun pemerintah menjanjikan aksesibilitas sesuai UU No. 4 Tahun 1997 namun belum menjamin kebutuhan transportasi yang diperlukan oleh mereka.
Hal ini disampaikan oleh Ilma Sovri Yanti, inisiator Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD) pada acara Training of The Trainer ‘Kita Disabilitas’ yang dilaksanakan atas kerja sama MRAD dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) di Jakarta (12/2/2020).
Menurut Ilma, ada empat asas aksesibilitas untuk penyandang disabilitas yang belum terpenuhi: asas kemudahan, kegunaan, keselamatan dan kemandirian. Bangunan yang merupakan tempat publik seperti terminal, bandara dan stasiun kereta api masih belum ramah terhadap disabilitas karena masih tidak menyediakan ram (jalur sirkulasi dengan kemiringan tertentu -red) bagi para pengguna kursi roda.
Terkait dengan asas kegunaan, fasilitas publik seperti toilet umut masih belum dapat diakses atau oleh para penyandang disabilitas. Tanda atau marka jalan yang digunakan penyandang disabilitas netra untuk berjalan secara mandiri di tempat-tempat publik juga tidak memenuhi asas keselamatan dan asas kemandirian karena tidak diadakan secara rata dan konsisten di semua lokasi.
“Oleh karena itu, kita harus terus mengingatkan pemerintah untuk selalu menyediakan pelayanan publik yang mudah diakses dan ramah bagi para penyandang disabilitas,” lanjut Ilma.
Ditambahkan Ilma, kegiatan yang dilakukan oleh MRAD dan PT KCI adalah sinergi antara masyarakat dan pemerintah dalam membangun kerja sama agar mulai memberikan perhatian dalam pelayanan bagi para penyandang disabilitas dengan memberikan simulasi kepada petugas KCI dalam mempraktekan pelayanan commuter line yang ramah disabilitas.
Simulasi diawali dengan proses kedatangan penyandang disabilitas di stasiun, kemudian petugas mendampingi, memandu untuk masuk ke dalam kereta dan mendapatkan tempat duduk. Dalam proses simulasi yang dijalankan, tampak para petugas KCI mengikutinya dengan penuh perhatian. Mereka ingin mengetahui lebih jauh mengenai standar umum dalam memberikan pelayanan kepada para penyandang disabilitas.
“Bagaimana jika penyandang disabilitas netra harus menaiki anak tangga?” tanya seorang petugas.
Esa Anna Mirabilla, salah seorang mentor dalam simulasi ini menyampaikan, “Untuk seorang tuna netra seperti saya ketika didampingi untuk menaiki anak tangga, petugas harus berada di depan setengah langkah, sambil saya memegangi lengannnya. Karena ketika petugas ada di depan saya, maka saya bisa mengira-ngira tinggi tangga dari gerakan tangan si petugas pemandu. Pengarahan tongkatnya oleh pendamping petugas bisa membantu juga, tetapi jangan setiap tangga harus diarahkan tongkatnya, hanya untuk tangga yang tinggi saja.”
Ilma menyambut baik munculnya perhatian dari PT KCI untuk melatih para petugasnya dalam memberikan pelayanan kepada para penyandang disabilititas dalam menggunakan jasa kereta api. Simulasi ini diikuti oleh 35 orang petugas dari tujuh sektor pelayanan KCI seperti Palmerah, Cikini, Juanda, Sudirman, Rajawali, Bekasi, Serpong, Manggarai, Batu Ceper Cicayur, UI dan Depok. Perwakilan ini yang mengikuti simulasi untuk menerima pelatihan dan akan melanjutkan pelatihan kepada rekan-rekan mereka lainnya. Hal ini dilakukan agar pengetahuan terkait peraturan standar dalam melayani para penyadang disabilitas diterima secara merata oleh seluruh petugas stasiun.
“Untuk itu kegiatan semacam ini harus juga dilakukan pada jasa moda transportasi lainnya agar ramah dalam memberikan pelayan kepada penyandang disabilitas,” tutup Ilma.
Penulis: Rifah Zainani
Editor: Yuni Pulungan