Anggota lembaga pers mahasiswa (LPM) yang ke depannya akan menjadi jurnalis profesional dan bekerja di media mainstream diharapkan memiliki bekal pemahaman dan pengetahuan terkait kelompok minoritas. Hal ini diperlukan agar saat dihadapkan dengan kasus terkait, jurnalis mengerti bagaimana cara mempublikasi pemberitaan dan memverifikasi. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana dalam acara Jurnalisme Keberagaman Untuk Perdamaian: Pers Mahasiswa dan Pemuda Lintas Iman pada Jumat, 14/02/2020 yang diadakan di Desa Manislor, Kuningan, Jawa Barat.
Yendra menyampaikan bahwa saat ini fungsi media massa sangat diperlukan karena memengaruhi pandangan masyarakat terhadap isu terkait termasuk dengan banyaknya berita palsu dan berita tidak toleran yang kemudian menyebabkan kebencian.
“Bayangkan kalau teman-teman jurnalis tidak memiliki pemahaman tentang kelompok minoritas, dimana saat ini media khususnya online lebih mengutamakan kecepatan sehingga mereka sulit untuk cek fakta,” sambung Yendra.
Haris Prabowo, reporter Tirto.id, sepakat bahwa saat ini media mainstream masih kekurangan pengetahuan ketika meliput dan memberitakan kelompok agama minoritas dan kepercayaan di Indonesia sehingga cenderung mengikuti narasi ciptaan pemerintah dan pihak mayoritas. Selain itu media mainstream harusnya lebih hati-hati menggunakan pilihan kata-kata dalam pemberitaan.
“Media lebih sering melakukan viktimisasi ulang dengan diksi yang tidak tepat hingga hasilnya malah lebih membahayakan kelompok minoritas,” sambungnya.
Menurut Harris, anggota pers mahasiswa dan pemuda lintas iman harus memiliki perspektif melindungi korban dan kelompok minoritas yang utuh saat ingin menulis isu terkait. Terkhusus untuk pers mahasiswa yang di masa depan kemungkinan menjadi jurnalis profesional, memiliki perspektif korban harus sudah dimiliki sejak awal termasuk pengetahuan dan pemahaman terkait kelompok-kelompok minoritas. “Kita tidak bisa menurunkan wartawan ke lapangan dengan bebas nilai, harus dibekali dengan perspektif korban terlebih dahulu.”
Selain dihadiri oleh anggota pers mahasiswa, kegiatan ini juga dihadiri oleh pemuda lintas iman dari Sunda Wiwitan, Katolik, dan Kristen. Menurut Yendra, kemampuan menulis dengan perspektif keberagaman tidak hanya perlu dimiliki oleh jurnalis, tapi juga oleh anak muda dikarenakan tersedianya platform menulis yang lebih beragam serta dekat dengan kehidupan anak muda seperti blog dan media sosial.
“Anak muda sebagai aset Indonesia di masa depan diharapkan sudah memiliki perspektif keberagaman sejak dini agar menjadi modal kuat bagi bangsa ini untuk bersatu dalam kebhinekaan.”
Selain diisi oleh pelatihan mengenal jurnalisme keberagaman dan menulis feature dengan perspektif jurnalisme keberagaman oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dan Tirto.id, peserta juga mengikuti kegiatan live in yang diharapkan dapat memberikan perspektif langsung untuk melihat kehidupan komunitas masyarakat JAI Manislor, Komunitas Sunda Wiwitan Cigugur, jemaat Gereja Kristen Pasundan, jemaat Gereja Bethel Indonesia Kuningan dan jemaat Gereja Katolik Kristus Raja Cigugur yang berada di kaki Gunung Ceramai.
Melihat dan mengalami langsung kehidupan kelompok yang sering termarginalkan akan membangun rasa persaudaraan sesama manusia dan rasa persaudaraan sebagai anak bangsa. “Bahwa kita sebagai manusia dapat hidup berdampingan meskipun ada yang berbeda. Berbeda itu hal yang biasa,” tambahnya.
Kegiatan Jurnalisme Keberagaman Untuk Perdamaian: Pers Mahasiswa dan Pemuda Lintas Iman adalah hasil kolaborasi Badan Pelaksana Tafakur (BPT) JAI Bidang Publikasi dan Media, Komunitas Sunda Wiwitan Cigugur, Persatuan Gereja Indonesia Wilayah Jawa Barat (PGIW), SEJUK, Tirto.id, LPM Aspirasi UPN, LPM Didaktika UNJ serta LPM Gema Alpas Univ. Pancasila.
Acara ini diikuti 50 orang peserta yang terbagi dalam peserta LPM, Ahmadiyah Muslim Students Association (AMSA), Ahmadiyah Muslim Students Association Women (AMSAW) dan pemuda lintas iman yang berasal dari Kristen, Katolik dan Sunda Wiwitan di Kuningan, 14-16 Februari 2020.
Acara ini diikuti 50 orang peserta yang terbagi dalam peserta LPM, Ahmadiyah Muslim Students Association (AMSA), Ahmadiyah Muslim Students Association Women (AMSAW) dan pemuda lintas iman yang berasal dari Kristen, Katolik dan Sunda Wiwitan di Kuningan, 14-16 Februari 2020.
Penulis : Yuni Pulungan