Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Agama

Tuhan, Agama dan Corona

by Thowik SEJUK
05/04/2020
in Agama
Reading Time: 2min read
Inilah Peserta Terpilih Workshop Pers Mahasiswa SEJUK di Bogor
Share on FacebookShare on Twitter

Dari seberang telpon seorang kawan bertanya, seberapa kuat aura agama di tengah hempasan corona? Sudahkah diturunkan mukjizat Tuhan tentang kekebalan utusan maupun penyembuhan bahkan kekuatan menghidupkan kembali para korban pandemi Covid-19, terutama di tengah era keterbukaan dan kebebasan informasi?

Karena terkejut, aku gagap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Membaca kebingunganku, ia lantas mencoba menyampaikan alasan mengapa pertanyaan-pertanyaan itu muncul.

Fakta dan pengalaman hidup manusia merasakan pahit, sakit bahkan menghadapi ancaman mematikan seperti wabah dan bencana alam, menurutnya, mengharuskan mereka mencipta penghiburan dan sistem daya tahan tentang imaji kekuatan kebaikan, keadilan, kemakmuran, kesejahteraan, kebahagiaan dan kedamaian yang paripurna.

Diciptakanlah kapitalisme atau ihwal “beruf” dan kemakmuran, sosialisme dengan mimpi kesejahteraannya, komunisme lewat jargon utopis keadilan tanpa kelas, pula libertarianisme perihal kebebasan dari segala bentuk tekanan, pembatasan dan penindasan, sampai sistem demokrasi.

Perihal Tuhan, agama, spiritualisme, kapitalisme, sosialisme hingga demokrasi adalah imaji. Mimpi. Mitos.

Ialah konstruksi manusia pada masa depan lebih baik dan damai paripurna. Semua adalah pemberhalaan maupun fetisisme akan imaji beserta kemewahan karena kedaifan manusia.

Karena itu, tuturnya, Tuhan dan agama bisa sangat memabukkan sekaligus menjanjikan ketabahan, menentramkan dan memberikan penghiburan. Berkat semua imaji itulah manusia menjadi spesies yang bertahan hingga sekarang.

Maka, demitologisasi terhadap tuhan dan agama bersama mukjizatnya dan isme-isme beserta daya pikatnya di era post-truth sangatlah penting, sesignifikan pula jika manusia tetap mempertahankan aura ideologi-ideologi tersebut yang sejatinya karangannya sendiri agar semangat dan ukhuwah atau solidaritas tetap terjaga dalam terjangan badai corona.

Aku pun semakin dibikin bingung dengan motif kawanku, mengapa tiba-tiba semangat sekali membahas serius corona, Tuhan dan agama. Dan, aku hanya mampu membatin: mari hormati keragaman imaji, hargai perbedaan mimpi atau ide dan keyakinan.

Ya, tak boleh memonopoli mitos-mitos dengan kekuasaan politik apalagi kekuatan senjata. Dalam diam, ketika kawanku menyampaikan gagasan demitologisasi, aku teringat analisa semiologi Roland Barthes pada berita-berita di media: mythologie.

Ah, di masa semua manusia di muka bumi ini “tirakat” dan “bertaruh” hidup, semoga kawanku tetap sehat dan terhindar dari paparan Covid-19.

Tags: #Beruf#Corona#Demitologisasi#Kapitalisme#Komunismecovid-19
Previous Post

Bebaskan Tahanan Papua untuk Cegah Penyebaran Covid-19

Next Post

Di Tengah Wabah Covid-19, Pemkab Tasikmalaya Berupaya Menutup Masjid Ahmadiyah Singaparna

Thowik SEJUK

Thowik SEJUK

Related Posts

Ahmadiyah

Global Peace Foundation Indonesia Gelar Peace! Project: Membangun Harmoni dalam Keberagaman

21/05/2025
Diskriminasi Beragama Kian Mencemaskan, Elemen Masyarakat Sipil Menggelar Konsolidasi Kebebasan Beragama di Provinsi Riau

Diskriminasi Beragama Kian Mencemaskan, Elemen Masyarakat Sipil Menggelar Konsolidasi Kebebasan Beragama di Provinsi Riau

17/11/2024
Masyarakat Adat, Pemimpin Agama, Akademisi, dan Media Bersama Atasi Perubahan Iklim

Masyarakat Adat, Pemimpin Agama, Akademisi, dan Media Bersama Atasi Perubahan Iklim

24/10/2024
Ilustrasi Istimewa

Raja Najasyi: Pemimpin tanpa Hegemoni

09/10/2024
Next Post
Kado Paskah dari Aceh untuk Anies Baswedan

Di Tengah Wabah Covid-19, Pemkab Tasikmalaya Berupaya Menutup Masjid Ahmadiyah Singaparna

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In