2023 menjadi tahun yang kelam dan mematikan bagi keberagaman gender dan seksualitas di Indonesia. Berbagai praktik diskriminasi, intoleransi, sampai persekusi menumpas hak-hak warga dan komunitas queer menjelang Pemilu serentak 2024. Mirisnya, beberapa di antara mereka meninggal karena dibunuh.
Pada pembukaan tahun 2023 Wali Kota Medan Bobby Nasution mengawali pernyataan bahwa Kota Medan anti-LGBT. Pertengahan 2023 Peraturan Bupati Garut tentang anti-LGBT diberlakukan (Juli). Aturan-aturan anti-LGBT di kampus-kampus negeri pun menyusul, seperti Surat Edaran Rektor Institut Teknologi Sumatera (Itera) pada September, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta (Desember) dan Peraturan Senat Akademik Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Desember.
Di Sumatera Barat, karena dikaitkan dengan LGBT, seorang prajurit TNI Angkatan Laut dipecat dan dipenjara di Padang, 1 dosen dipecat dan 1 dosen lainnya diskorsing dari Universitas Negeri Padang, dan seorang perempuan Satpol PP Dharmasraya dipecat. Menjelang dan saat Ramadan 2023 sampai akhir tahun Satpol PP Bukittinggi kerap melakukan razia yang menarget transpuan atau LGBT.
Satpol PP Pekanbaru juga merazia mereka yang diduga LGBT pada bulan Mei. Praktik diskriminasi dan stigma dilakukan Wali Kota dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Pekanbaru dengan memasang dan menyebarkan baliho, spanduuk, dan stiker dengan pesan disinformasi yang menyudutkan, yakni bahaya dan anti-LGBT yang dikaitkan dengan HIV dan AIDS, di ruang-ruang publik seperti jalan-jalan protokol, kantor pemerintahan, rumah sakit, puskesmas, dan sekolah-sekolah.
Banyak juga terjadi pelarangan terhadap aktivitas komunitas queer, di antaranya: ritual tahunan Mattompang Arajang, penyucian benda pusaka kerajaan oleh bissu, di Hari Jadi Bone; pentas teater monolog tentang bissu di Bone; ASEAN Queer Advocacy Week beserta aktivitas-aktivitas lainnya sepanjang Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN 2023 di Jakarta; diskusi terbatas tentang pencegahan HIV & AIDS di Banyuwangi; dan pembubaran pertunjukan tarian di mal Jambi yang penampilnya dituduh LGBT.
Juni 2023 pemerasan dilakukan oleh polisi terhadap dua transpuan di Medan. Yang paling keji adalah pembunuhan dan pembakaran terhadap transpuan di Tangerang (November) dan pengeroyokan sampai meninggal terhadap transpuan di Kupang (Desember).
2023 banyak komunitas yang dirampas hak-haknya untuk mengakses layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan bantuan sosial, seperti sulitnya kelompok transpuan melakukan klaim atas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Tidak sedikit pula mereka yang kehilangan kebebasan untuk berekspresi hingga hak untuk hidup.
Kecenderungan yang semakin mencemaskan adalah: dalam isu keberagaman gender dan seksualitas negara bukan hanya membiarkan, tetapi aktif melakukan diskriminasi, kriminalisasi, sampai praktik-praktik persekusi. Sementara, di tingkat masyarakat, para pemimpin agama semakin banyak yang menggunakan tafsir dan dalil-dalil teologis untuk memprovokasi publik agar memusuhi komunitas queer.
Media yang Menstigma Keragaman Gender dan Seksual
Tantangan berikutnya adalah pemberitaan-pemberitaan media, terutama online, yang mengangkat isu keberagaman gender dan seksualitas maupun peristiwa diskriminasi dan persekusi yang menarget queer cenderung sensasional dengan tone yang menyudutkan. Akibatnya, kelompok minoritas gender dan seksual yang sudah rentan di masyarakat kian terdesak oleh sentimen dan kebencian yang marak diberi ruang di media-media online, bahkan dalam lingkup nasional.
Pemantauan media massa oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), dan organisasi non-pemerintah yang membela hak kelompok LGBT, Arus Pelangi merilis: sepanjang Januari dan Februari 2023 pemberitaan media daring sebagian besar tidak berperspektif gender dan tidak melindungi hak minoritas LGBT.
Media online berskala lokal maupun nasional lebih banyak memuat pernyataan politisi dan pejabat pemerintah yang menyerukan anti-LGBT yang berpotensi menguatkan permusuhan, kebencian, diskriminasi, bahkan persekusi terhadap kelompok tersebut. Media online, menurut pemantauan ini, juga banyak menggunakan diksi yang memuat stigma, yakni LGBT sebagai perilaku menyimpang sebanyak 29 kali, LGBT dilarang oleh agama 28 kali, dan LGBT melanggar norma susila atau budaya 13 kali.