Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan dilaksanakan pada November 2024 di setiap daerah. Mirisnya, pesta demokrasi di Indonesia seringkali menjadi momentum untuk mendiskriminasi kelompok-kelompok keberagaman. Mulai dari komunita agama dan kepercayaan hingga komunitas ragam gender dan seksualitas.
Berbagai bentuk narasi dan praktik kebencian juga menguat dengan politisasi identitas saat menjelang Pemilu maupun Pilkada. Kondisi tersebut tidak terkontrol karena digitalisasi informasi melalui media massa dan internet yang dapat meningkatkan eskalasi intoleransi menjadi sangat cepat serta meluas memengaruhi masyarakat, termasuk generasi muda.
Di sisi lain, pemberitaan media siber dalam isu keberagaman cenderung tidak berperspektif minoritas dan korban. Media lebih memberi tempat bagi narasumber elit seperti para pejabat, aparat, dan tokoh agama yang mewakili organisasi-organisasi keagamaan dari kelompok mayoritas dan dominan.
Riset Remotivi “Komunitas Agama Marginal dalam Media di Indonesia: Sebuah Kajian Awal,” tahun 2021, terhadap media daring dan televisi mengkonfirmasi penelitian Universitas Tarumanagara (UNTAR) dan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) yang didukung Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terhadap media-media siber tahun 2018 dan 2019, menyimpulkan bahwa media cenderung menjadikan kelompok minoritas sebagai objek pemberitaan yang mengedepankan sensasi. Betapa era disrupsi sangat memengaruhi bisnis media yang tidak selalu satu rel dengan prinsip-prinsip jurnalistik.
Dampaknya, minim keterwakilan aktif dan perspektif dari kelompok-kelompok yang mengalami diskriminasi maupun kriminalisasi. Pemberitaan media yang tidak berperspektif pada korban dan kelompok minoritas memengaruhi masyarakat sebagai pembaca dan melanggengkan stigma yang sudah ada.
Stigma tersebut melahirkan diskriminasi bahkan persekusi bagi kelompok-kelompok keberagaman di lingkungan masyarakat, terutama di Banten, Jawa Barat. Berbagai kasus pembubaran ibadah, pelarangan membangun rumah ibadah, perampasan akses layanan publik (pendidikan, kesehatan, hingga pekerjaan) dialami oleh kelompok keberagaman di Banten.
Atas dasar berbagai tantangan tindakan intoleransi, diskriminasi, hingga persekusi dan dampak digitalisasi isu-isu identitas yang sangat rentan di Banten, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan USAID dan Internews mengajak anak-anak muda perwakilan dari berbagai kelompok keberagaman untuk terlibat aktif dalam upaya memperbanyak ruang-ruang yang ramah untuk keberagaman di media, baik media mainstream maupun media komunitas dan media sosial.
Training advokasi dan kampanye keberagaman di media ini dilaksanakan pada 26-28 Juli 2024 di Bintaro, Banten, Jawa Barat. Kegiatan ini diikuti peserta berjumlah 25 orang muda berusia 18 – 35 tahundari latar belakang komunitas yang berbeda. SEJUK berharap bisa menumbuhkan sensitivitas dan solidaritas di kalangan orang muda untuk berkontribusi dalam bersama-sama menghadirkan narasi alternatif dalam melawan hoaks atau misinformasi dan disinformasi yang banyak menarget identitas kelompok minoritas.