Kunjungan pemimpin Katolik sedunia Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3-6 September 2024 akan disambut Presiden Joko Widodo dan jajaran pemerintahannya.
Paus Fransiskus dikenal luas sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik yang sangat progresif dalam memegang nilai inklusi dengan menyatakan gereja merupakan ruang untuk siapa saja, termasuk kalangan queer.
November 2023 Paus ke-266 ini menjamu makan siang kalangan transpuan di Vatikan. Paus dari imam Yesuit ini bahkan pada Desember 2023 secara resmi mengizinkan Gereja Katolik untuk memberikan berkat terhadap pasangan homoseksual atau queer yang menikah.
Karena itu pula, Vatikan mendorong agar para pastor ‘tidak boleh melarang kedekatan antara gereja dengan umatnya yang mencari pertolongan Tuhan melalui pemberkatan sederhana’.
Memang, Mei lalu, Paus Fransiskus dalam sebuah pertemuan tertutup dengan para uskup dianggap menggunakan diksi atau istilah yang bernuansa homofobia. Tapi kemudian Paus meminta maaf dalam pernyataan resmi Vatikan.
Sehingga, komunitas queer di Indonesia tetap menaruh harapan besar terhadap kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia agar bangsa ini lebih memanusiakan kalangan marjinal dan rentan, seperti transpuan dan komunitas LGBTIQ lainnya.
Seorang transpuan pemeluk Katolik, Mami Yuli, sangat mengapresiasi Paus Fransiskus yang dalam kepemimpinannya memajukan prinsip-prinsip yang memanusiakan kelompok-kelompok minoritas dan marjinal.
“Semoga dengan kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia menjadi kesempatan bagi kawan-kawan transpuan yang selama ini terbuang dan tertindas dapat diterima oleh gereja,” harap Mami Yuli yang mendirikan dan mengelola panti di Depok, Jawa Barat, untuk transpuan lansia dan sekaligus tempat singgah bagi transpuan yang membutuhkan.
Ketika Mami Yuli dihubungi SEJUK (30/8), ia percaya bahwa kunjungan Paus Fransiskus akan berdampak lebih baik lagi untuk komunitasnya. Terlebih, ia juga merasa harus berterima kasih kepada Keuskupan Jakarta yang dalam sebulan dua kali rutin, beberapa tahun terakhir, menggelar pendidikan dan pelatihan bagi puluhan transpuan, sehingga mereka mendapatkan bekal keterampilan untuk mandiri dan pelayanan gereja untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
”Dengan kunjungan Paus, ke depan gereja-gereja sebagai rumah Tuhan menjadi tempat untuk mengedukasi para jemaat sehingga umat memandang siapa pun dan apa pun identitas seseorang dengan cara memanusiakan manusia, terutama waria, sebagai manusia ciptaan Tuhan,” harap Mami Yuli, Ketua Forum Komunikasi Waria Indonesia.
Situasi warga atau komunitas transpuan maupun LGBTIQ lainnya di Indonesia sangat rentan. Ekspresi mereka di ruang publik dibatasi, sulit mengakses pekerjaan, kesehatan, bahkan pendidikan. Tak sedikit dari warga minoritas gender dan seksual ini yang dikriminalisasi bahkan mendapat persekusi atau kekerasan hingga membuat nyawa mereka hilang.
Pernyataan-pernyataan pejabat publik dan kebijakan maupun aturan yang diskriminatif, anti-LGBTIQ, menjadi pemicu praktik-praktik intoleran sampai tindakan kekerasan yang menimpa queer di Indonesia.
Negara secara nyata mengkriminalisasi minoritas gender dan seksual lewat Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Cianjur (2020) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Seksual Menyimpang, disusul Kota Bogor (2021) menerbitkan aturan serupa, kemudian Peraturan Bupati Garut (2023), Perda Kota Bukittinggi (2024), dan beberapa wilayah lainnya latah hendak meniru.
Kampus-kampus negeri pun menerapkan kebijakan anti-LGBTIQ seperi Universitas Negeri Padang (UNP), Universitas Andalas Sumatera Barat, Surat Edaran Rektor Institut Teknologi Sumatera (Itera), Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Peraturan Senat Akademik Institut Teknologi Bandung (ITB), dan sebagainya.
Dari tempat yang berbeda, Hendrika Mayora Victoria, transpuan Katolik serta aktivis HAM di Fajar Sikka Flores, juga sangat berharap kepada Paus Fransiskus untuk menyampaikan ke Presiden Jokowi dan presiden terpilih 2024-2029 agar tidak ada lagi stigma, diskriminasi, dan berbagai bentuk kekerasan terhadap LGBTIQ di Indonesia, dari masyarakat dan, terutama, yang dilakukan para pejabat dan aparat.
Mayora berharap, Paus dalam kunjungannya berkenan menjumpai komunitas transpuan di Indonesia, sebagaimana selama ini dan akan selalu Paus lakukan terhadap kalangan papa lainnya seperti disabilitas, anak-anak dalam situasi rentan, dan sebagainya.
“Sebagai pemimpin umat Katolik sedunia Paus Fransiskus harus mendesak pemerintah dan tokoh-tokoh lintas iman agar kasih dan toleransi merangkul semua manusia, tidak memandang identitas gender dan keberagaman seksualnya. Suara cinta, suara perdamaian Paus Fransiskus seharusnya dirasakan oleh kelompok rentan seperti kami,” pungkas Mayora.[]