Angka kasus diskriminasi bahkan hingga persekusi terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) masih tinggi di Indonesia. Banyaknya peraturan diskriminatif juga menambah daftar panjang pelanggaran HAM terkait KBB, salah satunya Ranperpres PKUB.
Atas tingginya kasus pelanggaran HAM terkait KBB, jaringan CSO yang mengadvokasi isu KBB membuat Task Force KBB. Salah satu program yang diadakan, yaitu Hotline KBB. Pendeta Palti Panjaitan dari Sobat KBB mengatakan setelah Hotline KBB aktif, banyak sekali laporan kasus yang masuk. Beberapa upaya advokasi sudah dilakukan Task Force KBB untuk merespon kasus yang tercatat.
Penolakan pendirian hingga penutupan rumah ibadah atau keagamaan menyasar semua agama dan keyakinan di Indonesia, mulai dari gereja, masjid, vihara, pesantren, dan lainnya. Sayangnya kasus KBB di Indonesia seperti gunung es, masih banyak kasus yang tidak dilaporkan, tidak tercatat, hingga tidak terselesaikan. Khususnya kasus-kasus KBB di daerah-daerah Indonesia masih banyak yang tidak terekspos.
“Tidak semua berani mengekspos atau advokasi terbuka. Tidak semua membuka itu karena memperhitungkan keberadaan mereka di masyarakat sipil,” kata Pendeta Palti.
Masih banyak kasus-kasus KBB yang tidak terpublikasi di media nasional maupun daerah. “Sepanjang monitoring Imparsial terkait pelanggaran KBB, tidak semua tercover di media nasional. Sementara di media lokal, ada self-censorship untuk tidak up kasus-kasus di daerahnya,” kata Anisa Yudha, Koordinator Program HAM, juga menambahkan
Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute, mengatakan publikasi sangat penting dengan catatan untuk memberi nilai tambah pada data kasus yang ada dan mendorong perubahan yang lebih efektif.
“Data KBB selama ini trennya kami berusaha menyederhanakan, sehingga data lebih efektif untuk pengetahuan publik. Basis utama adalah pengaduan korban. Pengaduan yang masuk bisa dicatat, sementara untuk korban yang tidak mau dipublikasi bisa dicatat untuk menambahkan angka pada datanya. Sementara untuk kasus kita simpan. Jadi data-data puncak gunung es tetap bisa disampaikan ke masyarakat,” kata Halili Hasan.
Arfianto Purbalaksono, Manajer Riset The Indonesian Institute mengatakan audiensi dengan Kementerian Agama dan Kementerian dalam Negeri telah dilakukan untuk memberikan data-data terkait kasus KBB. Namun sayangnya pemerintah masih melihat data kasus secara kuantitatif.
“Kalau melihat kecenderungannya, pemerintah akan melihat tidak ada masalah selama kasus KBB tidak sampai 100. Penting untuk counter data menggunakan pendekatan berbeda, secara kualitatif yang kita hadapi kepada pemerintah,” kata Arfianto.
Salah satu upaya yang dilakukan Task Force KBB untuk merespon beragam persoalan kasus pelanggaran HAM KBB dengan membuat Forum Group Discussion (FGD) untuk menyusun daftar inventaris masalah (DIM). Kegiatan ini diselenggarakan pada Rabu, 4 September 2024 di Jakarta Selatan atas dukungan Internews dan USAID.
Penyusunan DIM Ranperpres PKUB ini juga turut mengundang CSO yang tergabung dalam Task Force KBB, seperti SEJUK, YLBHI, YSK, SETARA Institute, Imparsial, Sobat KBB, SALT Indonesia, PGI, The Indonesian Institute, PGLII, YKPI, dan KWI.
Kegiatan FGD penyusunan DIM Task Force KBB bertujuan untuk merumuskan strategi bersama untuk advokasi regulasi diskriminatif Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri 2006 tentang pendirian rumah ibadah dan Ranperpres PKUB.
Tak hanya itu saja, kegiatan ini juga bertujuan untuk membangun konsolidasi advokasi KBB di antara organisasi masyarakat terkait gangguan beribadah dan izin penggunaan serta pendirian rumah ibadah.