Minggu, Juli 6, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Horror Perang di Mata Anak-anak Suriah

by Redaksi
03/12/2013
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Lebih dari 100 ribu anak Indonesia jadi korban eksploitasi seksual
Share on FacebookShare on Twitter

Anak-anak pengungsi Suriah adalah pihak yang paling menderita akibat kekejian perang yang merobek negeri itu, demikian peringatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam laporan berisi kesaksian anak-anak korban perang.

“Tak mungkin bisa dilupakan. Ini seperti ada orang yang menikam saya dengan pisau ketika saya sadar,” kata Taha, 15 tahun, yang melihat tujuh mayat di dekat rumahnya di Suriah, kepada badan pengungsi PBB, UNHCR.

Ia dan puluhan pengungsi anak-anak lainnya di Yordania dan Libanon yang diwawancara oleh UNHCR, menceritakan trauma yang mereka hadapi sebagai pengungsi muda yang melarikan diri dari konflik yang telah menewaskan lebih dari 120.000 jiwa tersebut.

“Adalah penting bahwa wajah kemanusiaan dari krisis pengungsi ini tidak akan terlupakan,” kata Volker Turk, kepala perlindungan anak UNHCR mengatakan kepada para wartawan di Jenewa.

”Dan jika anda lihat apa yang dihadapi anak-anak ini, mereka menggambarkan dengan sangat kuat tentang keseluruhan krisis ini,” kata dia.

Gambaran mengerikan

Anak-anak termasuk diantara setengah dari sekitar lebih dari 2,2 juta warga Suriah yang melarikan diri dari tanah air mereka, demikian menurut data pengungsi PBB.

Sementara negara-negara tetangga memperkirakan sekitar 3 juta orang Suriah telah meninggalkan tanah air mereka yang dilanda perang, yang artinya sekitar 1,5 juta anak-anak Suriah kini hidup sebagai pengungsi.

“Melihat kembali apa yang terjadi 20 tahun terakhir, krisis pengungsi Suriah bagi kami tidak paralel dengan krisis Rwanda,” kata Turk, mengacu kepada genosida tahun 1994 di negara Afrika tersebut.

Ia menunjuk bahwa anak-anak itu mewakili setengah dari 6,5 juta orang yang dipaksa meninggalkan rumah mereka karena konflik, tapi masih berada di dalam wilayah Suriah.

Dalam laporan itu, anak-anak menggambarkan lewat kata-kata dan gambar kengerian yang mereka saksikan dan gejolak yang terjadi.

“Ada darah hingga selutut orang di Suriah,” kata Sala yang berusia 17 tahun.

Sementara Maher, 16 tahun, yang disiksa di Suriah, yang ayahnya masih hilang di sana, mengatakan: ”Harapan pertama saya adalah ingin kembali ke Suriah dan membebaskan ayah saya.”

Sejumlah anak-anak juga menggambar berbagai senjata perang dan mayat.

”Gagasan tentang rumah dan kehangatan hilang dalam gambaran,“ kata Turk.

“Ada banyak kengerian psikologis dan ada banyak trauma… anda bisa lihat bagaimana mereka tidak bisa tidur, anak-anak sangat tenggelam, ada yang gagap, dan mengompol.“

Kemarahan juga adalah hal biasa, dengan sejumlah anak laki-laki ingin kembali ke Suriah untuk ikut berperang.

Bekas luka lainnya bersifat fisik: 741 anak-anak Suriah dirawat karena luka perang di Libanon selama enam bulan pertama tahun ini, dan 1.000 lainnya dirawat di kamp pengungsi Yordania.

Problem di pengungsian

Gelombang besar pengungsi Suriah itu membutuhkan makanan, air, pelayanan kesehatan dan akomodasi yang masalahnya sangat terbatas di negara-negara tujuan pengungsi. Itu belum lagi termasuk masalah pendidikan.

Di Libanon, gampangnya, jumlah anak-anak muda Suriah sama dengan jumlah anak-anak lokal yang belajar di lembaga pendidikan pemerintah – 700.000 dari anak-anak Libanon lainnya bersekolah di lembaga swasta.

Kurang dari setengah dari pengungsi anak-anak Suriah di Libanon yang menerima pendidikan formal.

Kecemasan lainnya terkait biaya transportasi, atau kebutuhan lapangan kerja untuk mendukung keluarga, kata Turk sambil menambahkan bahwa sepertiga anak-anak yang diwawancara UNHCR hampir tak pernah meninggalkan tempat penampungan sementara mereka, sebagian karena cemas karena tinggal di lingkungan yang asing bagi mereka.

ab/hp (afp,ap,rtr)

DW.DE

Link: http://www.dw.de/horror-perang-di-mata-anak-anak-suriah/a-17261682

Previous Post

Karena Mengemudi, Aktivis Perempuan Ini Ditangkap

Next Post

Undangan Pemutaran Film dan Diskusi Peringatan HAM

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Hari Ini, Hari Perdamaian Internasional

Undangan Pemutaran Film dan Diskusi Peringatan HAM

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotspace Privat Event Jakarta, Bukan Tindak Pidana!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperjuangkan Akses yang Setara untuk Perempuan Disabilitas lewat Anggaran yang Inklusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In