Senin, Juli 7, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Berjuang bagi Hak Perempuan di India

by Redaksi
10/03/2014
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Komnas Perempuan minta PBB bantu atasi masalah kekerasan seksual
Share on FacebookShare on Twitter

Topik-topik hak perempuan dan perlindungan atas pelecehan seksual serta kekerasan kini menjadi sorotan masyarakat India. Tetapi perempuan tetap menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual.

“Laporan di koran tidak akan mengubah apapun,” jawab Flavia Agnes dengan nada ironis atas pertanyaan dari DW, apakah gelombang protes belakangan ini terhadap pemerkosaan di Indiamembawa perbaikan bagi keadaan perempuan di negara itu.

Flavia Agnes adalah pejuang hak-hak perempuan dan pemimpin organisasi “Majlis,” yang berpusat di kota Mumbai. Organisasi itu berjuang untuk perubahan menyeluruh dalam proses hukum bagi korban pemerkosaan.

Menurut keterangan resmi, tahun 2013 terjadi 1.330 kasus perkosaan, hampir dua kali lipat dibanding tahun 2012, dengan 706 kasus. Desember 2012, masyarakat India terbangun akibat kasus pemerkosaan sangat brutal terhadap mahasiswi berusia 23 tahun, yang meninggal akibat luka-lukanya beberapa hari kemudian.

Sejak itu terbentuk banyak pergerakan yang memperjuangkan perlindungan hukum untuk perempuan, yang terutama digerakkan perempuan India. Sejumlah undang-undang baru diputuskan, dan korban dijanjikan keadilan.

“Sehari-Hari Hampir Tidak ada Perbaikan”

Tapi tetap saja perubahan besar belum ada, kata Rohini Lakshane. Ia adalah aktivis hak-hak perempuan dan anggota juri dalam perlombaan Best of Online Activism atau Bobs 2014, yang diadakan DW. Memang lewat kampanye yang dilancarkan media, banyak orang menjadi sadar akan masalah yang dihadapi perempuan. Tetapi dalam hidup sehari-hari tidak ada perbaikan berarti.

Dalam hal ini, pandangan perempuan India atas diri mereka memegang peranan penting, kata Rohini Lakshane. Banyak perempuan tidak akan berbicara tentang pelecehan atau kekerasan seksual yang menimpa mereka, apalagi melaporkan ke polisi. “Kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di rumah hampir tidak pernah dilaporkan. Mereka khawatir keluarga akan terpecah, dan anak-anak menderita. Selain itu, banyak perempuan tergantung pada suami secara finansial. Bahkan perempuan yang berkarier tinggi menyerahkan uang mereka kepada suami. Sebagian besar dari mereka tidak tahu harus memberitahukan siapa, jika diperkosa atau dipukul suami.”

Sisi Terang dan Gelap dalam Hukum

Sikap badan hukum adalah halangan berikutnya bagi perempuan, yang ingin mengambil tindakan terhadap kekerasan. “Polisi tidak menanggapi dengan serius, jika perempuan melaporkan pemerkosaan,” kata pengacara Flavia Agnes. “Sebelum membuat protokol, polisi ingin memeriksa kasus itu dulu, sehingga perempuan diajukan berbagai pertanyaan yang menyakitkan. Perempuan yang menjadi korban kemudian takut mencoreng citranya sendiri.”

Namun demikian aktivis Flavia Agnes masih melihat adanya harapan. Sistem berubah secara perlahan. Sekarang perempuan sudah punya hak melewati proses pengadilan yang tertutup dari masyarakat. Organisasi Majlis yang dipimpin Flavia Agnes juga mengurus perlindungan hukum dan dampingan psikologis bagi perempuan, yang mengajukan kasus kekerasan ke pengadilan, setidaknya di negara bagian Maharashtra. Rohini Lakshane juga melihat adanya kemajuan dalam penetapan undang-undang yang lebih ketat. Sekarang kekerasan di rumah dan pelecehan seksual di internet bisa dihukum.

Kekerasan yang Kerap Mengejutkan

Walaupun ada debat umum dan pengetatan undang-undang, insiden kekerasan yang mengejutkan kerap terjadi. Ini menunjukkan betapa sulitnya perjuangan bagi hak-hak perempuan di India. Januari 2014 misalnya, terjadi pemerkosaan massal terhadap seorang perempuan warga desa di negara bagian Benggala Barat. Pemerkosaan itu terjadi atas perintah kepala desa, sebagai ganjaran terhadap perempuan itu, karena memiliki pacar yang berasal dari kelompok masyarakat lain.

Apakah orang bisa mengatakan di India ada perubahan sikap menyangkut kekerasan terhadap perempuan? “Orang tidak bisa mengubah mentalitas manusia semudah seperti menekan tombol,” kata Flavia Agnes.

Sumber DW.DE : http://www.dw.de/berjuang-bagi-hak-perempuan-di-india/a-17481630
Previous Post

Masyarakat yang dipimpin Televisi

Next Post

Women’s Day: Beyond the 37 percent

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post

Women’s Day: Beyond the 37 percent

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hotspace Privat Event Jakarta, Bukan Tindak Pidana!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperjuangkan Akses yang Setara untuk Perempuan Disabilitas lewat Anggaran yang Inklusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In