Sabtu, Juli 12, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Bupati Wonosobo: Saya tidak mau bubarkan Ahmadiyah!

by Redaksi
03/06/2014
in Uncategorized
Reading Time: 2min read

Piv taken from http://mahalipan.blogspot.com

Share on FacebookShare on Twitter

“Saya tidak mau bubarkan Ahmadiyah!” di depan peserta Konferensi Nasional Hak Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Kuningan Royal Hotel (3/6/2014) Bupati Wonosobo Drs. H. Abdul Kholiq Arif, M. Si. mengisahkan kembali sikap dan pendiriannya ketika Menteri Agama Suryadharma Ali memanggilnya ke Jakarta beberapa hari setelah dirinya tampil dalam talkshow di sebuah televisi swasta. Di program acara televisi itu bupati yang mengaku sebagai santrinya Gus Dur ini mengemukakan pandangannya bahwa Ahmadiyah mempunyai hak yang sama dan harus diberikan ruang yang setara dengan pemeluk agama atau keyakinan lainnya di Wonosobo.

Kisah ini ia sampaikan menjawab pertanyaan peserta konferensi Pdt. Erde Brutu yang mewakili 16 gereja di Aceh Singkil yang ditutup paksa oleh pemerintah. Erde Brutu yang gerejanya disegel dan kerap mendapat ancaman serangan menanyakan kepada sang bupati yang muslim ini, “Apakah pemimpin daerah yang beragama Islam memberi bantuan kepada gereja itu kafir? Di daerah kami Aceh Singkil yang penduduknya 15% Kristen, tidak pernah gereja mendapat bantuan. Pernah sekali saja pemimpin daerah menyumbang pembangunan sebuah gereja yang mau roboh 30 juta. Setelah itu tidak ada lagi karena dia dikecam dan dianggap kafir.”

Sebelum peraih penghargaan “Tokoh Tempo 2012 Bukan Bupati Biasa” ini menyampaikan kisah di atas, Kholiq Arif memberikan jawaban yang tegas dan bernas, “Justru seorang pemimpin yang tidak memfasilitasi minoritas, itu tidak adil dan kufur.”

Baginya semua warga yang sama-sama membayar pajak harus difasilitasi negara. Parktik seperti ini ia teladani dari Nabi Muhammad yang tidak berlaku diskriminatif terhadap penduduk non-muslim yang ada di Madinah. Keteguhan prinsip yang ia kembangkan mengacu pada tuntunan agama yang memerintahkan seorang pemimpin untuk berlaku adil. “Karena mereka semua membayar pajak, maka harus difasilitasi. Sampai kuburan Kristen harus kami fasilitasi,” ia menambahkan rencana pembangunan area kuburan Kristen atau Katolik di samping “bong Cina,” tempat pemakaman etnis Cina.

Hal itulah yang mendorong komitmen mantan wartawan Jawa Pos ini untuk membangun harmonisasi keberagaman agama dan memberikan ruang yang setara kepada semua kelompok minoritas di Wonosobo. “Di daerah kami sudah menjadi kebiasaan bagi Banser untuk mengawal ibadah Paskah dan Natal. Sebaliknya, pemuda-pemuda Kristen dan Katolik menciptakan kenyamanan umat Islam yang menunaikan salat Idul Fitri di antaranya dengan berjaga dan menyediakan palstik-plastik hitam untuk menyelamatkan sandal dan sepatu.”

Selain Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu, di Wonosobo juga beragam aliran dalam Islam hidup harmonis. Selain NU yang mayoritas, Muhammadiyah juga banyak. Ahmadiyah ada 6000; Syiah 250 dengan ragamnya masing-masing. Ada juga Aboge, Alif Rebo Wage, yang kalender puasanya tidak pernah mengikuti pemerintah, dan kelompok-kelompok Salafi, dan sebagainya. Demikian Kholiq Arif deskripsikan keberagaman di wilayahnya.

Selama ini prinsip menghidupkan harmoni melalui upaya-upaya memfasilitasi lintas agama dan keyakinan di Wonosobo didukung langkah-langkah nyata bupati – yang pada bulan lalu (23/5/2014) diganjar “Penghargaan Pluralisme” sebagai pemimpin daerah penegak kebebasan beragama dan berkeyakinan oleh Jaringan Antariman Indonesia (JAII) – dengan mengembangkan bentuk komunikasi harian terhadap stakeholders, terutama polisi dan tentara, yakni memfasilitasi mereka untuk menciptakan ketertiban dan keamanan di tengah perbedaan. Melibatkan masyarakat dengan mengagendakan pertemuan lintas agama yang rutin, baik formal maupun informal. Diskusi bersama-sama penganut Sunni, Syiah, dan Ahmadiyah untuk saling memahami dan bersilaturahmi juga kerap digelar. Bersama Percik Salatiga mengembangkan pendidikan pluralisme. Kegiatan menanam pohon lintas agama dan keyakinan diselenggarakan di Bukit Maria, Kapencer, Kertek. Kemah pemuda lintas agama rutin dilakukan.

Karena itu, pantang buat sang Bupati Wonosobo membubarkan Ahmadiyah. Selain menyebutkan bahwa memperlakukan minoritas secara tidak adil adalah kekufuran, kafir, alasan lain yang ia sampaikan untuk tidak mematuhi SKB tentang Ahmadiyah, ”Pertama, sebelum saya lahir Ahmadiyah sudah ada di Wonosobo, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Kedua, saya akan dicemooh sejarah!!!” (Thowik SEJUK)

Berita terkait:

https://sejuk.org/2014/06/03/inilah-pemimpin-daerah-pembela-minoritas/

https://sejuk.org/2014/06/03/indonesia-tanpa-kebencian-2/

Previous Post

Inilah Pemimpin Daerah Pembela Minoritas

Next Post

Stop Kampanye Hitam SARA!!!

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Stop Kampanye Hitam SARA!!!

Stop Kampanye Hitam SARA!!!

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperjuangkan Akses yang Setara untuk Perempuan Disabilitas lewat Anggaran yang Inklusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pendidikan Multikultur Kalbar: Siswa Toleran Beda Budaya [1]

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In